Jonathan Ewards bukan saja seorang tokoh kebangunan rohani dan teolog, tetapi juga seorang filsuf terbesar di Amerika dan teoretikus abstrak metafisika yang luar biasa. Apakah ia memiliki keluarga yang harmonis?
Serupa Tapi Tak Sama
Jonathan Edwards lahir tahun 1703 di Connecticut. Ayahnya, pendeta Gereja Kongregasional. Pada usia 13 tahun, ia belajar filsafat di Universitas Yale, lalu belajar teologi. Ia bertobat saat 17 tahun dan menjelang 19 ia lulus, lalu menjadi pendeta di New York.
Tak lama kemudian, ia kembali bergabung di Yale. Saat itu pertikaian internal mengguncang universitas itu. Ia diliputi banyak kesusahan dan kekacauan pikiran. Salah satu penyebabnya adalah Sarah Pierrepont.
Sarah berusia 13 tahun, putri seorang pendeta ternama di New Haven. Keluarga Pierrepont termasuk kelas masyarakat teratas. Meski masih 13 tahun, banyak pria yang ingin meminangnya. Namun, Sarah tidak dapat melupakan Jonathan.
Sarah memiliki kepribadian yang berbeda dengan Jonathan. Jonathan pemurung, pemalu, dan selalu kikuk; sedangkan Sarah ramah, pandai bergaul, dan tampak anggun.
Sarah menyukai sesuatu yang alami, begitu pula Jonathan. Sarah suka juga membaca. Setelah 3 tahun berpacaran, mereka menikah pada 20 Juli 1727. Mereka menggembalakan 600 jemaat di Northampton, menggantikan kakek Jonathan, Solomon Stoddard.
Kasih di Dalam Keluarga
Jonathan lebih senang menulis daripada berkhotbah. Ia bangun pagi-pagi sekali dan fobia membuang-buang waktu. Pekerjaan fisik dilakukannya satu jam sehari. Ia suka berkuda sembari menulis banyak catatan, setibanya di rumah Sarah akan memilah-milahnya.
Jonathan sering berkuda bersama Sarah dan ia menikmati kebersamaan itu, selain agar Sarah menjauh sejenak dari anak-anak, mereka bisa mendiskusikan berbagai pemikiran dan permasalahan yang terjadi di tengah jemaat. Larut malam, tatkala semua sudah tidur, mereka merenungkan bersama apa yang Jonathan pelajari.
Setahun menikah, Sarah melahirkan putri pertamanya dan baru berhenti melahirkan 22 tahun kemudian. Sarah mampu mengatur urusan rumah tangga dengan rajin dan bijak, setia terhadap keluarga, dan pandai mengelola keuangan. Ia mengabaikan berbagai kesukaran untuk beradaptasi dengan suaminya dan membuat segalanya serasi. Ia juga tahu bagaimana caranya membuat anak-anak hormat dan patuh dengan riang, tanpa perlu bernada marah dan keras, apalagi pukulan. Ia menerapkan disiplin pada mereka sejak dini.
Jonathan sendiri meluangkan waktu satu jam sehari untuk berkumpul bersama anak-anaknya di malam hari, mencurahkan perasaan dan perhatian kepada anak-anaknya dengan riang dan penuh senda gurau. Filsafatnya tentang keluarga: “Seluruh umat manusia dapat bertahan dari hari ke hari karena kasih.”
Kebangunan Rohani
Tahun 1734, Kebangunan Rohani terjadi di Northampton seusai Edwards berkhotbah tentang kasih. Sarah diliputi sukacita yang luar biasa dan gereja itu menjadi tempat yang paling populer di kota. Peristiwa itu berlangsung cepat dan selesai dengan cepat pula. Banyak orang yang kembali ke cara hidup lama mereka yang buruk. Jonathan kecewa. Anehnya, Sarah yang biasanya tenang menjadi tidak stabil, sering murung, dan menjadi suka mencela dan menyalahkan orang lain. Meski begitu, Sarah tetap dikenal baik dan tidak punya musuh. Sebaliknya, banyak yang memusuhi Jonathan.
Tahun 1740, empat hari setelah melahirkan anak yang ke-7, Sarah terguncang berita kematian saudarinya. Lalu pada musim semi ada lebih banyak penyakit menyerang anak-anak. Pada musim gugur, George Whitefield mengadakan Kebangunan Rohani di sana. Whitefield sangat terkesan dengan anak-anak
Edwards, Jonathan, dan terutama Sarah, sehingga ia memutuskan segera menikah.
Jonathan sering dipanggil di berbagai gereja di New England. Selama pelayanannya itu, khotbahnya yang berjudul “Sinners in the Hands of an Angry God” menjadi termashyur. Selama itu pula, Sarah berjuang mengatasi kestabilan emosinya. Ia tidak senang suaminya terlalu sering bepergian. Namun ia tahu bahwa Allah sedang memakai suaminya.
Selama Jonathan pergi, Sarah menghadiri kebaktian yang dipimpin Samuel Buell dan ia pun diliputi sukacita sampai ia pingsan. Sejak itu ia mengalami persekutuan yang indah dengan Allah dalam doa. Pengalaman Sarah ini membuat Jonathan bersimpati dan menuliskan pengalaman istrinya ini secara ilmiah.
Masalah Keuangan
Sarah dan Jonathan sudah hidup sangat sederhana, namun penduduk Northampton tidak senang melihat meningkatnya kebutuhan dana yang harus diberikan kepada mereka. Sarah dibesarkan di keluarga “kelas satu”, jadi ia punya selera yang bagus. Selain itu penduduk kota tidak mengerti mengapa Jonathan perlu membeli begitu banyak buku baru dan barang-barang lainnya yang mereka anggap tidak seharusnya.
Masalah keuangan ini mengganggu selama bertahun-tahun. Masalah lainnya, Jonathan memutuskan untuk tidak menerima orang-orang yang tanpa komitmen menjadi jemaatnya. Pada 1745-1750, sebagian besar hidup Jonathan diwarnai sakit penyakit dan kejengkelan pada masalah yang tidak penting di gereja.
Tahun 1750, Sarah melahirkan anaknya yang ke-11, dan dua bulan kemudian Sarah terkuras secara fisik dan emosi akibat demam rematik. Pada musim semi tahun itu, penduduk kota tidak mau berbicara dengan mereka bila bertemu di jalan, jemaat yang hadir tinggal sedikit. Surat petisi agar Edwards diberhentikan sebagai pendeta diedarkan dan 200 jemaat menandatanganinya.
Setelah 23 tahun di Northampton, mereka terpaksa pindah. Pengganti Edwards sulit didapat, jadi sekali-kali ia berkhotbah di sana. Sarah dan putri-putrinya bekerja merenda baju, menyulam, melukis kipas dan memasarkannya di Boston.
Pelayanan di Stockbridge
Kemudian datanglah panggilan misi bagi orang-orang Indian di Stockbridge. Keluarga Edwards hidup di sana dalam kedamaian yang sudah lama tidak mereka rasakan. Jonathan, dengan hidup terisolasi dan memiliki jemaat yang kecil – berkesempatan untuk semakin serius menulis. Karya filsafatnya yang paling terkenal, On the Freedom of the Will, ditulis di sana.
Pelayanan misi Jonathan sempat terhenti saat perang antara Indian dan Perancis tahun 1954, sehingga rumah Edwards menjadi benteng kecil. Saat situasi perang, putri mereka, Ester, istri profesor Aaron Burr, berkunjung. Ia berdiskusi dengan ayahnya tentang masalah rohani dan sungguh berbahagia memiliki ayah seperti Jonathan.
Perang mereda. Saat Jonathan dan Sarah siap memulai lagi pelayanan, datang kabar bahwa Aaron Burr, rektor College of New Jersey, meninggal dunia. Lima hari kemudian, Jonathan ditawari menggantikan menantunya. Jonathan secara fisik dan emosi tidak berminat. Namun itu semua bukan dianggap sebagai penolakan.
Pernikahan Langka
Tahun 1758, Jonathan menuju New Jersey dan dilantik sebagai rektor pada bulan berikutnya. Sarah akan menyusul secepatnya. Pada Maret 1758, Jonathan terkena cacar, dan saat sekarat ia berbicara, “Sampaikan cintaku yang terdalam kepada istriku yang terkasih … Dan aku berharap … anak-anakku mencari Bapa Surgawi yang takkan mengecewakan kalian”
Sarah terkejut dengan kematian suaminya, namun ia berserah sepenuhnya kepada Allah. Enam bulan kemudian, Sarah terkena disentri dan meninggal dalam usia 48 tahun.
Pernikahan 31 tahun, pernikahan langka yang sarat kebahagiaan.
ringkasan Bab 3, Bagian 1: Serupa Tapi Tak Sama
Serupa Tapi Tak Sama – William J. Petersen