PENDAHULUAN
Rata-rata orang muda mengejar “seks tanpa ikatan dan pernikahan tanpa cincin.” Meski begitu, kehausan kita akan cinta dan hubungan seumur hidup masih tetap ada. “Satu-satunya hal yang lebih romantis daripada pernikahan yang baru adalah… pernikahan yang sudah lama.”
Pernikahan bukan ide masyarakat dari setiap kebudayaan. Pernikahan adalah ide Allah. Cepat atau lambat, kita semua tiba pada kesadaran bahwa hanya jika kita menikah dengan cara Allah, kita akan menuai keuntungan-keuntungannya. Ketika kita menikah dengan cara kita, kita merusak tujuan-Nya dan akan membayar harganya.
BAB I ELEMEN YANG HARUS ADA DALAM CINTA
Sama seperti kekuatan adalah daya tarik pria, demikianlah daya tarik adalah kekuatan wanita.
SEBUAH KISAH YANG INDAH
Dari narasi dalam Kejadian 24 ini saya akan membangun seluruh kerangka pikir saya dalam buku ini. Saya sungguh berdoa agar hati Anda dipikat oleh kebenaran-kebenaran yang disingkapkan dan pikiran Anda tergerak untuk memikirkan persatuan ini dalam cara Allah.
Abraham di hari-hari terakhir hidupnya. Ia memanggil hamba terseniornya, Eliezer dan memberi misi terbesar hingga saat ini: “Aku ingin engkau pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang istri bagi Ishak, anakku” (24:3-4).
Ini merupakan tanggung jawab yang sangat besar bagi siapa pun. Eliezer dengan cepat bersiap dan memulai dengan sebuah doa yang sungguh-sungguh. Ia mengambil sepuluh unta tuannya dan pergi dengan membawa berbagai barang berharga menuju Aram-Mesopotamia. Setibanya di luar kota, waktu perempuan-perempuan keluar menimba air, ia berdoa: “TUHAN, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini… Kiranya terjadi begini…” Sebelum Eliezer selesai memohon, datanglah Ribka – cucu Nahor, saudara Abraham – membawa buyung di bahunya. Gadis itu sangat cantik parasnya, seorang perawan. Ia mengisi buyungnya dan kembali naik.
Kemudian berlarilah hamba itu menyusul Ribka dan berkata, “Tolong beri aku minum sedikit dari buyungmu itu.”
Jawabnya, “Minumlah, tuan.” Sesudah itu ia berkata, ”Baiklah untuk unta-untamu juga kutimba air, sampai semuanya puas minum.” Dan hamba itu mengamati-amati dengan berdiam diri untuk mengetahui apakah TUHAN membuat perjalanannya berhasil.
Kemudian Eliezer mengambil anting-anting emas dan sepasang gelang tangan dan berkata, “Anak siapakah engkau? Adakah di rumah ayahmu tempat bermalam bagi kami?”
Jawabnya, “Ayahku Betuel, anak Milka, yang melahirkannya bagi Nahor. Baik jerami, makanan unta banyak pada kami, tempat bermalam pun ada.”
Lalu hamba itu sujud menyembah Tuhan, “Terpujilah TUHAN, Allah tuanku Abraham, yang… telah menuntun aku…” (24:10-27).
PADA MULANYA
Kitab pertama, Kejadian dimulai dengan kata-kata, “Pada mulanya Allah…” Dalam kata-kata pembuka ini terletak paradigma mengenai bagaimana segala sesuatunya dalam dunia waktu dan ruang ini dimulai. Allah, dalam kuasa-Nya, menjadikan semuanya.
Jika kehidupan berasal dari Allah, maka kehidupan itu pada intinya adalah kudus. Jika Allah tidak diperlukan untuk hidup, maka hidup menjadi cemar.
Dari permulaan Allah memposisikan hubungan lelaki dan perempuan dalam konteks yang unik. Setelah menciptakan Adam, Allah berkata, “Tidak baik manusia itu seorang diri saja” (Kej 2:18), maka Dia menciptakan seorang rekan baginya.
Menariknya, sesungguhnya manusia tidak seorang diri, Allah bersamanya. Artinya, Allah telah menciptakan setiap kita dengan kebutuhan tertentu, yang adalah bagian terdalam manusia, yang hanya dapat dipenuhi oleh sesama manusia. Sekali kita mengerti ini, kita menyadari bahwa meskipun Allah memakai pernikahan untuk mewakili hubungan-Nya dengan kita (Gereja), hubungan ini tidak identik dengan pernikahan. Itulah hal pertama yang perlu diingat dari penciptaan manusia.
PENETAPAN DASAR
Ketika Allah berkata bahwa tidak baik manusia itu seorang diri, Ia menciptakan seorang perempuan. Perhatikan bahwa Allah tidak menciptakan lelaki lain. Saling mengisi dan saling melengkapi dalam pola yang dicipta mendefinisikan seluruh prokreasi. Perempuan memenuhi keinginan, kebutuhan, dan kekurangan dari lelaki – di mana sesama lelaki yang lain tidak dimaksudkan untuk bisa memenuhi kebutuhan itu.
Allah, dalam diri-Nya, adalah semua dalam semua. Tidak ada kekurangan di dalam kesempurnaan-Nya. Ia sepenuhnya cukup untuk semua kebutuhan kita, namun Ia memilih untuk membentuk sebuah hubungan yang dirancang begitu istimewa di mana hanya seorang perempuan yang dapat menyempurnakan ketidaksempurnaan seorang lelaki. Ini adalah urutan yang luar biasa dalam penciptaan dari Allah untuk menyempurnakan wujud yang Ia sebut Adam.
“Inilah tulang dari tulangku, daging dari dagingku, ia akan disebut perempuan, karena ia diambil dari laki-laki”(Kej 2:23). Perempuan adalah bagian dari lelaki tetapi berbeda dari lelaki. Ia berbeda dalam hal fisik tetapi melengkapi dari rohnya. Lelaki dan perempuan memiliki perbedaan yang diciptakan dengan saling ketergantungan yang tidak terlihat. Perbedaannya diperhitungkan dan memiliki tujuan mulia. Melawan hal ini berarti kita melawan tujuan yang ilahi.
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”(Kej 2:24). Allah merancang pernikahan untuk kesatuan dan ikatan yang erat. Dari sinilah munculnya umat manusia. Allah-lah yang menetapkan rumah untuk menjadi akar dari mana kebudayaan berkembang dan sejarah membentang.
Abraham melihat kepentingan untuk memelihara keturunannya dan mengklaim janji Allah, maka ia memanggil hamba kepercayaannya, “Aku ingin engkau menolongku mencarikan seorang perempuan untuk dinikahi Ishak” (Kej 24:3).
Masyarakat di Barat akan sulit mengerti beberapa konsep ini. Kita salah jika berpikir bahwa sesuatu itu benar atau salah karena kebudayaan kita mengatakan demikian. Kebudayaan boleh menyetujui atau tidak menyetujui jika kebenaran yang memayunginya.
SUARA ITU BUKAN HANYA MILIK KITA
Setiap kita memiliki hati yang berdebar-debar untuk cinta dan romantis. Lihatlah, sewaktu Anda dan saya melihat seseorang yang kita pikir selama ini kita inginkan. Emosi kita dapat mengambil alih dan menghalangi pikiran kita berfungsi secara objektif. Dalam pikiran kita, orangtua kita hanyalah penghalang hubungan daripada pembimbing yang bijaksana untuk menolong kita menemukan orang yang tepat.
Anak muda, berhati-hatilah ketika Anda mengikrarkan hidup Anda kepada seseorang jika orangtua Anda tidak bersimpati dengan keputusan Anda – khususnya jika orangtua Anda mengasihi Allah. Ijinkan saya mengatakan ini:
Jika Anda menikahi seseorang dan melawan kehendak orangtuamu, Anda bertaruh besar untuk masa depan Anda. Setiap kali Anda mencemari otoritas yang telah ditempatkan oleh Allah, Anda harus merasa yakin dua kali bahwa Anda sedang melakukan hal yang benar.
Saya utarakan kalimat di atas sehati-hati yang saya bisa.
ringkasan Bab 1 dari buku:
I, Isaac, take Thee Rebekah – Ravi Zacharias