Benarkah Ular adalah Binatang yang Paling Cerdik? (Kejadian 3:1) (Bagian 2)

Posted on 29/11/2020 | In Do You Know ? | Leave a comment

(Lanjutan tgl 22 November 2020) Cara ular menggoda Hawa menunjukkan kecerdikannya. Melalui pertanyaan (interogasi) dan pemutarbalikan (misrepresentasi) ia berusaha meyakinkan Hawa bahwa Allah bukanlah pencipta yang baik hati. Tujuan ini dicapai melalui beberapa cara:
  1. Ia mula-mula memberi penegasan “tentulah” (NIV “really”, NASB” indeed”, KJV “yea”), lalu dilanjutkan dengan sebuah pertanyaan yang menjebak. Penegasan ini dimaksudkan sebagai dorongan kuat bagi Hawa untuk memikirkan ulang secara serius.
  2. Ia memakai sebutan “Allah”, bukan “TUHAN Allah” sebagaimana muncul di 2:4-25. Hal ini tampaknya bukan hanya didorong oleh fakta bahwa nama TUHAN yang kudus tidak layak keluar dari mulur ular, karena Hawa pun menanggapi dengan sebutan yang sama (3:2). Ini mungkin sebagai upaya ular untuk menempatkan TUHAN sebagai Allah yang jauh, hanya sebatas pencipta, tetapi tidak menjalin relasi yang intim dengan manusia.
  3. Penambahan kata “tidak” dan “apapun” (LAI:TB “semua”) untuk menyiratkan larangan yang mutlak. Dalam kenyataannya Allah justru mengatakan “semua pohon dalam taman ini boleh kamu makan buahnya” (2:16).
  4. Menghilangkan kata “dengan bebas” (bdk. 2:16).
Sanggahan ular yang tegas dan berbentuk pertanyaan memberi kesempatan Hawa untuk menjawab. Tatkala Hawa berusaha memberikan koreksi terhadap perkataan ular, ia sendiri ternyata melakukan kesalahan seperti taktik ular di 3:1.
  1. Ia tidak mengutip kata “semua” di 3:2, padahal keterangan ini justru menjadi penekanan di 2:16.
  2. Ia tidak mengutip keterangan “dengan bebas” (3:2; bdk. 2:16).
  3. Ia tidak secara eksplisit menyebutkan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Sebaliknya, ia hanya menyinggung pohon yang ada di tengah taman (3:3), padahal posisi ini sebelumnya dipakai untuk pohon kehidupan (2:9). Walaupun dalam kenyataannya dua pohon ini memang ada di tengah taman, tetapi keterangan tentang buah yang ada di tengah dan yang tidak boleh dimakan bagaimanapun mempersiapkan pembaca untuk mengaitkannya dengan upaya TUHAN mengusir manusia dari taman supaya mereka tidak memakan buah kehidupan (3:22-24) yang ada di tengah (2:9).
  4. Ia mengikuti sebutan “Allah” yang digunakan oleh ular (3:1, 3).
  5. Ia melebih-lebihkan perkataan TUHAN dengan menambahkan “atau raba buah itu” (3:3). Hawa mungkin tidak bermaksud melawan Allah dengan cara mengubah perkataan-Nya tetapi ini memberikan ruang bagi ular untuk masuk.
  6. Ia bukan hanya menambah saja, tetapi mengaitkan tambahan ini dengan hukuman yang akan diterima. Posisi “atau raba buah itu” persis sebelum kata “nanti kamu mati” menyiratkan bahwa tindakan mereka pun akan berakibat sama dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Kesan ini jelas tidak sesuai dengan larangan yang diucapkan TUHAN di 2:17.
  7. Ia gagal mengekspresikan ketegasan dan keseriusan dalam peringatan TUHAN. Perkataan TUHAN “engkau pasti mati” (2:17) dilembutkan menjadi “nanti engkau mati” (2:3).
Bersambung…………

Nike Pamela