Apakah LGBTQ Melanggar Larangan di Imamat 18:22?

Teks ini merupakan salah satu bagian Alkitab yang paling populer dalam diskusi tentang LGBTQ. Larangan terhadap homoseksualitas terlihat begitu transparan. Teks ini melarang persetubuhan sesama jenis. Bahkan dari kalangan pendukung LGBTQ tidak ada yang menampik penafsiran semacam itu. Memang teks melarang homoseksualitas.

Walaupun demikian, persoalan tidak berhenti sampai di situ saja. Pihak yang pro-LGBTQ memang menyetujui penafsiran teks ini, tetapi mereka masih memersoalkan relevansi dari teks tersebut. Mereka beranggapan bahwa larangan ini bersifat spesifik dan tidak relevan lagi untuk orang-orang Kristen.

Para pendukung LGBTQ biasanya mengajukan dua alasan sebagai dukungan. Yang pertama berhubungan dengan jenis homoseksualitas yang dilarang. Menurut mereka, praktek homoseksual di ayat ini tidak boleh diceraikan dari konteks penyembahan berhala, secara lebih khusus penyembahan pada Dewa Molokh (Im. 18:21). Maksudnya, larangan ini lebih dikaitkan dengan aspek seremonial, bukan semua jenis homoseksualitas.

Dukungan yang lain bagi LGBTQ didasarkan pada analisa konteks yang lebih luas. Imamat 18:22 merupakan salah stau bagian dari Kode Kekudusan di Imamat 17-26. Aturan-aturan lain dalam Kode Kekudusan mencakup larangan untuk mencampuradukkan benih di ladang atau jenis pakaian (19:19), larangan memakan daging yang masih ada darahnya (19:26), aturan tentang gaya rambut (19:27) maupun detil aturan keimaman (21:5, 7, 13-14, 17, 20). Jika memang semua larangan ini sudah tidak berlaku lagi atas orang-orang Kristen, atas dasar apa larangan terhadap homoseksualitas tetap dipertahankan?

Sekilas dua alasan di atas terlihat sangat masuk akal. Larangan di Imamat 18:22 memang bersebelahan dengan penyembahan kepada Molokh. Ritual penyembahan ini juga memang berkaitan dengan praktek seksual tertentu. Atas nama konsistensi, larangan terhadap homoseksualitas harus diterapkan pada aturan-aturan lain dalam Kode Kekudusan yang jelas-jelas sudah tidak relevan lagi.

Jika diamati secara lebih mendalam, dua alasan tadi mengandung kelemahan yang serius. Mari kita analisa dukungan yang pertama. Apakah larangan di Imamat 18:22 berhubungan dengan penyembahan kepada Molokh? Tampaknya tidak! Larangan ini sebaiknya dilihat sebagai bagian awal dari larangan terhadap praktek-praktek seksual yang menyimpang (Im. 18:23-24). Hal ini dikuatkan oleh larangan yang sama di Imamat 20:13. Dalam teks ini, kaitan terhadap penyembahan berhala sangat jauh (Im. 20:2-5). Sebaliknya, larangan tadi diletakkan di antara deretan kecaman serius terhadap penyimpangan seksual (Im. 20:10-22). Seandainya para pendukung LGBTQ mau konsisten, mereka seharusnya berani mengatakan bahwa larangan terhadap perkawinan antara anggota keluarga (Im. 18:6-18), perselingkuhan (Im. 18:20) maupun persetubuhan dengan binatang (Im. 18:23) sudah tidak berlaku lagi karena termasuk dalam Kode Kekudusan. Mereka tentu saja tidak berani melangkah sampai ke sana.

Kode Kekudusan perlu diletakkan pada konteks yang seharusnya. Tidak semua aturan di dalamnya masih relevan. Beberapa jelas sudah tidak mengikat, entah atas dasar penebusan Kristus maupun perubahan konteks historis. Cara terbaik untuk memahami bagian mana yang masih relevan dan mana yang sudah tidak mengikat adalah dengan melihat Perjanjian Baru. Jika kita membandingkannya dengan perjanjian Baru kita akan menemukan bahwa dalam beberapa hal larangan di Kode Kekudusan memang masih mengikat orang-orang Kristen. Paulus melarang perkawinan antar anggota keluarga (incest) di antara jemaat Korintus (1Kor. 5:1-8) atas dasar aturan detil di Kode Kekudusan (Im. 18:7-8; 20:11).

Sehubungan dengan homoseksualitas, Paulus tetap melarang praktek ini (misalnya Roma 1:26-27). Dia menyebut homoseksualitas sebagai persetubuhan yang tidak wajar (lit. “bertabrakan dengan hakikat”). Jika inti larangan terletak pada ketidaksesuaian dengan natur, praktek homoseksualitas tetaplah salah dalam konteks apapun. Penebusan Kristus maupun perubahan zaman tidak membuat larangan terhadap LGBTQ dibatalkan. Soli Deo Gloria.

Photo by DocuSign on Unsplash

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *