Setiap orang pasti memiliki sesuatu yang dia anggap paling penting dalam kehidupannya, entah orang itu menyadari atau menyangkalinya. Ada beragam cara untuk mendeteksi apa yang paling penting dalam kehidupan seseorang. Yang paling umum adalah melalui fokus dan sudut pandang. Apa yang dilihat terus-menerus (fokus) menyiratkan apa yang paling penting. Bagaimana seseorang melihat (sudut pandang) juga sama pentingnya untuk mendeteksi apa yang terpenting dalam kehidupan orang tersebut. Sebagai contoh, orang yang mata duitan pasti akan menilai segala sesuatu berdasarkan harga dan perhitungan untung-rugi.
Demikian pula dengan orang yang menjadikan Allah sebagai yang terpenting dalam kehidupannya. Dia akan menggunakan lensa ilahi dalam menilai segala sesuatu. Matanya akan selalu terfokus pada Allah. Orang yang meletakkan Allah di pusat kehidupannya pasti tidak akan kehabisan alasan untuk memuji Dia. Segala sesuatu adalah kasih karunia, kasih karunia ada di mana-mana.
Begitulah yang terjadi dengan Paulus. Dalam situasi apapun dia mampu melihat Allah bekerja. Bukan hanya bekerja, Allah juga menjadi pusat yang menggerakkan semuanya. Pandangan Paulus bersifat teosentris (berpusat pada Allah), termasuk pada saat dia mengucapkan terima kasih atas bantuan material yang dikirimkan oleh jemaat Filipi kepadanya melalui Epafroditus. Paulus bersukacita di dalam Tuhan atas perhatian jemaat Filipi (4:10). Dia belajar untuk mencukupkan diri dalam segala hal dengan kekuatan Kristus (4:11-13), bukan mengeksploitasi kemiskinannya atau memanipulasi kebaikan hati jemaat Korintus. Dia lebih berfokus pada buah rohani yang dihasilkan dari persembahan itu (4:14-17). Dia juga melihat pemberian tersebut dalam kaitan dengan Allah dan kemuliaan-Nya. Pendeknya, Paulus memandang bantuan dari jemaat Filipi dari kacamata ilahi. Apa yang dilakukan oleh jemaat Filipi merupakan sebuah persembahan yang teosentris.
Apa saja karakteristik persembahan yang berpusat pada Allah?
Pertama, persembahan yang teosentris adalah persembahan yang menyenangkan Allah (ayat 18). Di bagian ini Paulus menunjukkan rasa cukupnya terhadap pemberian jemaat Filipi. Dia berkata: “Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus.” Ungkapan ini tidak berarti bahwa apa yang dia terima benar-benar banyak sekali sampai berkelimpahan. Sulit dibayangkan bagaimana keadaan seperti itu dapat terjadi di tengah pemenjaraan Paulus. Ini lebih berbicara tentang kepuasan daripada kelimpahan. Tingkat kehidupan yang dipilih oleh Paulus sangat sederhana sekali: asal ada makanan dan pakaian sudah cukup (1Tim. 6:8). Dia juga sudah belajar untuk mencukupkan diri dalam segala keadaan, baik kelimpahan maupun kekurangan (Flp 4:11-13). Ketika dia mengatakan “aku berkelimpahan,” hal itu lebih tentang kepuasan hidupnya di dalam Kristus, bukan jumlah materi yang dia miliki.
Setelah memberitahukan kepuasannya terhadap pemberian dari jemaat Filipi, Paulus menegaskan bahwa pemberian itu merupakan “suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah” (4:18b). Jika direnungkan secara lebih mendalam, pernyataan ini sebenarnya sangat menarik. Pemberian yang ditujukan untuk Paulus ini ternyata merupakan kurban bagi Allah juga. Lebih jauh lagi, Allah yang tidak membutuhkan apapun dari manusia (bdk. Kis. 17:24-25) ternyata menganggap persembahan tersebut sebagai sesuatu yang menyenangkan hati-Nya. Dia tidak membutuhkan, tetapi tetap memberikan penghargaan. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa walaupun Allah tidak pernah terkesan dengan berapa banyak yang kita punya, Dia tetap bergembira dengan apa yang kita berikan kepada-Nya secara sukarela.
Membagikan sesuatu kepada orang lain merupakan sikap yang mencerminkan Injil. Kristus sendiri telah memberikan sebuah teladan yang luar biasa. Dia memberikan nyawa-Nya bagi orang-orang berdosa. Persembahan Kristus ini disebut “persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (Ef. 5:2). Tiga kata Yunani yang muncul di bagian ini juga muncul di Filipi 4:18. Dengan kata lain, mengurbankan diri bagi orang lain merupakan tindakan yang meneladani Kristus.
Kedua, persembahan yang teosentris adalah persembahan yang meyakini pemberian dan pemeliharaan Allah (ayat 19). Di ayat ini Paulus sedang menguatkan hati jemaat Filipi bahwa Allah akan memenuhi segala kebutuhan mereka seturut dengan kekayaan kemuliaan-Nya di dalam Kristus. Pernyataan ini jelas luar biasa. Yang lebih butuh untuk dikuatkan sebenarnya adalah Paulus karena dia sedang di dalam penjara dan dia sendiri sebagai penerima bantuan dari jemaat Filipi. Menariknya, Paulus justru sedang menguatkan jemaat Filipi.
Penguatan ini lahir dari pengalaman pribadi Paulus bersama dengan Allah (4:19a “Allahku akan memenuhi”). Paulus menegaskan bahwa pemberian jemaat Filipi akan direspon oleh Allah dengan pemenuhan semua kebutuhan mereka. Sebagian orang mungkin bergumul dengan pernyataan Paulus di sini. Mereka sudah memberikan kepada Allah tetapi merasa bahwa tidak semua kebutuhan mereka dipenuhi oleh Allah.
Jika situasi di atas terjadi pada diri kita, kita patut memikirkan beberapa pertanyaan berikut ini. Apakah pemberian kita dimotivasi oleh hasrat yang kuat untuk melihat kemajuan Injil. Ingat, pemberian jemaat Filipi di sini merupakan salah satu bentuk partisipasi mereka dalam berita Injil (baca: persekutuan mereka dalam kemajuan Injil, 1:5). Janji Allah di 4:19 tidak berlaku bagi mereka yang memberikan persembahan dengan motivasi yang salah.
Pertanyaan berikutnya yang perlu direnungkan adalah ini: Apakah yang kita doakan merupakan sebuah kebutuhan atau sekadar keinginan? Tidak semua orang pandai membedakan antara dua hal ini. Apa yang dianggap “kebutuhan” ternyata hanyalah keinginan untuk memuaskan kehidupan yang hedonis atau konsumeris. Jika ini yang terjadi, janji di 4:19 juga tidak berlaku. Allah hanya akan memenuhi segala apa yang menjadi keperluan atau kebutuhan kita.
Yang berikutnya kita juga perlu bertanya: Apakah kita sudah dipuaskan dengan kekayaan kemuliaan di dalam Kristus? Yang Paulus maksudkan di sini adalah kekayaan spiritual di dalam Kristus (4:19b “menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus”). Kita sebenarnya sudah dan sedang dipenuhi kebutuhan kita, yaitu kebutuhan terhadap kekayaan rohani. Sayangnya, tidak semua orang mampu menghargai kekayaan jenis ini. Pikirannya terlalu tertuju pada perkara-perkara duniawi sehingga tidak bisa melihat keindahan kekayaan rohani di dalam Kristus. Mereka yang lebih memedulikan perkara duniawi daripada kekayaan rohani jelas akan merasa bahwa janji di 4:19 belum dipenuhi dalam kehidupan mereka.
Semua penjelasan ini menunjukkan bahwa janji di ayat 19 tidak boleh dipahami sebagai sebuah transaksi: kita memberi, Tuhan memberkati. Paulus tidak memaksudkan seperti itu. Sebaliknya, dia sedang meyakinkan jemaat Filipi tentang pemberian dan pemeliharaan Allah bagi mereka. Dengan menyerahkan sebagian dari yang mereka miliki, jemaat Filipi tidak akan mengalami kekurangan. Allah sanggup menyediakan segala keperluan mereka. Allah akan memelihara mereka.
Bukankah salah satu alasan mengapa kita kurang memberi adalah kekuatiran bahwa kita akan mengalami kekurangan? Kita berhemat begitu rupa (cenderung ke arah pelit) karena kita kurang yakin bahwa Allah sanggup menyediakan bagi kita. Dengan meyakini pemberian dan pemeliharaan Allah, kita semakin dimampukan untuk memberi lebih banyak dengan sikap yang lebih baik.
Ketiga, persembahan yang teosentris adalah pemberian yang mengakui keagungan kemuliaan Allah (ayat 20). Fungsi doksologi di bagian ini bukan sebagai penutup surat sebagaimana yang biasa kita temukan dalam surat-surat Paulus. Masih ada deretan salam di 4:21-23. Posisi doksologi di 4:20 sangat mungkin menyiratkan suasana hati Paulus yang tersentuh secara emosional. Ketika dia menyebutkan tentang janji pemeliharaan Allah di 4:19, dia langsung memberikan pujian kepada Allah.
Pentingnya kemuliaan Allah di sini tidak boleh disepelekan. Jika kita benar-benar mengakui keutamaan kemuliaan Allah dalam hidup kita, kita pasti akan rela melakukan apa saja bagi kemuliaan-Nya. Kita pasti mau berkurban perasaan dalam pelayanan karena kemuliaan Allah lebih penting daripada perasaan kita. Kita akan berani melakukan apa saja yang membawa kemuliaan bagi Allah, tidak peduli seberapa besar harga yang harus dibayarkan. Dalam ungkapan yang lain, ketika kita rela menyerahkan sesuatu yang kita punya demi kepentingan Allah, kita sedang mengakui keberhargaan kemuliaan-Nya di dalam kehidupan kita. Tidak ada pengurbanan yang terlalu besar bagi kemuliaan Allah.
Sebagai penutup khotbah hari ini saya ingin mengutip perkataan John Piper yang sangat terkenal: Allah paling dimuliakan di dalam kita ketika kita paling dipuaskan di dalam Dia. Maksudnya, ketika kita meyakini bahwa memiliki Allah saja sudah cukup bagi kita, sikap ini sangat memuliakan Dia. Kita mengakui keberhargaan diri Allah di atas segala-galanya, bahkan di atas berkat-berkat-Nya dalam hidup kita. Soli Deo Gloria.
Photo by Paz Arando on Unsplash