Sumpah Yefta (Hak 11:30-31) (Bagian 1)

Posted on 28/06/2020 | In Do You Know ? | Leave a comment

Yefta adalah salah satu dari beberapa hakim yang memerintah di era hakim-hakim Israel setelah kematian Yosua. Latar belakang kehidupan Yefta bukanlah latar belakang yang baik menurut pandangan sosial di masa itu. Bapak Yefta adalah Gilead yang telah mempunyai istri dan anak-anak; sedangkan Yefta adalah anak Gilead dengan perempuan sundal. Saudara-saudara tirinya mengusir Yefta tanpa memberikan milik pusaka karena dia adalah anak hasil persundalan.

Ketika bangsa Amon datang menyerang dan menindas bangsa Israel, orang-orang Gilead mendatangi Yefta, memintanya untuk menjadi kepala panglima yang akan memimpin mereka melawan bangsa Amon. Yefta menyanggupinya dengan persyaratan tertentu. Singkat cerita, Yefta berusaha mencari celah menyerang raja dan bangsa Amon. Di tengah usahanya menyerang bangsa Amon, Yefta bernazar kepada Tuhan, “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran” (Hak. 11:30-31).

Tuhan memberikan kemenangan kepada bangsa Israel melawan bangsa Amon di bawah kepemimpinan Yefta. Ironisnya, seperti nazarnya kepada Allah, orang pertama yang menemuinya di pintu rumahnya adalah anak perempuannya. Alkitab memberikan penjelasan terhadap anak perempuan Yefta ini : Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan (ay. 34). Alkitab menyatakan bahwa Yefta melakukan kepadanya apa yang telah dinazarkannya itu (ay. 39).

Kisah tentang Yefta yang mengorbankan anak perempuannya nerupakan salah satu narasi dalam Alkitab yang cukup membingungkan untuk dipahami. Paling sedikit ada dua masalah yang saling berkaitan sehubungan dengan teks ini. Pertama, apakah Yefta benar-benar mempersembahkan anak perempuannya sebagai kurban bakaran? Ataukah istilah ‘mempersembahkan anaknya sebagai kurban bakaran’ hanya merujuk pada kondisi lain; dengan kata lain istilah itu hanya merupakan idiom atau kiasan? Kedua, seandainya memang ia melakukannya, bagaimana Allah bisa menerima persembahan tersebut, bahkan memuji dan menempatkan Yefta di anatara tokoh-tokoh iman lainnya (Ibr 11:32), padahal isi sumpah tersebut tidak sesuai dengan Firman Tuhan? Isu ini telah lama diperbincangkan di antara orang Kristen awam ataupun menjadi bahan perdebatan para sarjana  Alkitab.

 

Apakah Yefta benar-benar mempersembahkan anaknya sebagai korban bakaran?

 Ada beberapa argumentasi yang menolak pandangan bahwa Yefta tidak mungkin mempersembahkan anaknya sebakai korban bakaran.

  1. Yefta pasti sudah mengenal larangan Taurat untuk tidak mempersembahkan orang sebagai kurban bakaran. Dalam suratnya kepada raja Amon terlihat bahwa Yefta cukup mengenal sejarah bangsanya (ay. 13-27).
  • Janganlah kauserahkan seorang dari anak-anakmu untuk dipersembahkan kepada Molokh, supaya jangan engkau melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN (Ima 18:21)
  • "Engkau harus berkata kepada orang Israel: Setiap orang, baik dari antara orang Israel maupun dari antara orang asing yang tinggal di tengah-tengah orang Israel, yang menyerahkan seorang dari anak-anaknya kepada Molokh, pastilah ia dihukum mati, yakni rakyat negeri harus melontari dia dengan batu. Aku sendiri akan menentang orang itu dan akan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya, karena ia menyerahkan seorang dari anak-anaknya kepada Molokh, dengan maksud menajiskan tempat kudus-Ku dan melanggar kekudusan nama-Ku yang kudus. Tetapi jikalau rakyat negeri menutup mata terhadap orang itu, ketika ia menyerahkan seorang dari anak-anaknya kepada Molokh, dan tidak menghukum dia mati, maka Aku sendiri akan menentang orang itu serta kaumnya dan akan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya dan semua orang yang turut berzinah mengikuti dia, yakni berzinah dengan menyembah Molokh (Ima. 20:2-5)
  • Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi TUHAN, apa yang dibenci-Nya, itulah yang dilakukan mereka bagi allah mereka; bahkan anak-anaknya lelaki dan anak-anaknya perempuan dibakar mereka dengan api bagi allah mereka (Ul. 12:31)
  • Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, (Ima. 18:10)

Yakub Tri Handoko