Siapakah yang mendirikan kota, Kain atau Henokh? (Kejadian 4:17)

Posted on 24/09/2017 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Ev. Nike Pamela | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Siapakah-yang-mendirikan-kota-Kain-atau-Henokh-Kejadian-4-17.jpg Siapakah yang mendirikan kota, Kain atau Henokh? (Kejadian 4:17)

Hampir semua versi mencatat bahwa Kainlah yang mendirikan kota di 4:17, walaupun frase “ia mendirikan suatu kota” (versi Inggris “he built a city/he was building a city”) secara tata bahasa dapat merujuk pada Kain atau Henokh. Hal ini didorong oleh bagian terakhir dari 4:17 “menurut nama anaknya”. Bacaan ini juga diadopsi oleh penerjemah Septuaginta (LXX).

Sebagian penafsir modern, bagaimanapun, mencoba mempertanyakan terjemahan tradisional ini. Ada beberapa poin yang mendorong mereka mengambil langkah ini. Pertama, Kain sebelumnya dihukum sebagai pelarian, sehingga tidak mungkin ia berhasil mendirikan sebuah kota dan menetap di dalamnya. Kedua, sebuah kota biasanya diberi nama sesuai pendirinya (Ul 3:14; 2 Sam 5:9; 12:28). Ketiga, rujukan terdekat dari “ia mendirikan suatu kota” adalah Henokh, bukan Kain (“Kain bersetubuh dengan isterinya…, lalu melahirkan Henokh; kemudian ia mendirikan suatu kota…). Keempat, 4:17 memiliki kesejajaran struktur dengan 4:2. Di 4:2 nama anak-anak Hawa disebutkan dan pekerjaan mereka dinyatakan dalam bentuk partisip. Di 4:17 nama Henokh disebutkan dan diikuti oleh partisip yang menyiratkan pekerjaannya sebagai pendiri kota.

Mereka yang memegang pandangan ini mengakui ada satu persoalan besar yang mengganggu, yaitu bagian terakhir dari 4:17 “menurut nama anaknya, Henokh”. Menurut mereka bagian ini merupakan tambahan para penyalin di kemudian hari yang dulunya tidak ada di naskah asli Alkitab. Sebagian menduga telah terjadi beberapa kemungkinan kesalahan penyalinan, misalnya frase kěšam běnȏ (“menurut nama anaknya”) seharusnya kišěmȏ (“menurut namanya”). Kemungkinan lain adalah nama “Henokh” di akhir ayat ini yang seharusnya ditulis “Irad”. Hal ini dianggap mendapat dukungan dari permainan kata yang ada: ia membangun (bōneh) kota (‘îr) dan anaknya (běnȏ) Irad (‘îrad). Dukungan lain adalah kemiripan nama “Irad” dengan nama kota tertua di dunia menurut tradisi Mesopotamia, yaitu Eridu.

Jika semua penjelasan di atas dicermati, pandangan ini sebenarnya tidak didukung oleh alasan yang kuat. Pertama, pendirian kota oleh Kain. Seandainya ini dianggap, maka hal ini dapat diterangkan melalui beberapa cara. Yang ditekankan dalam hukuman Kain sebagai pelarian bukanlah aktivitas berpindah terus secara terus-menerus, tetapi tidak mendapat perlindungan dari komunitas (lihat pembahasan di 4:12). Pendirian kota ini justru mungkin sebagai upaya Kain untuk mendapatkan perlindungan. Kita bahkan bisa berspekulasi bahwa Kain hanya mendirikan kota ini untuk anaknya, sedangkan ia sendiri tetap sebagai pelarian. Ada banyak kemungkinan yang bisa dipikirkan berkaitan dengan masalah ini.

Kedua, pemberian nama untuk kota. Walaupun nama kota seringkali mengikuti nama pendirinya, tetapi pemberian nama kota sesuai dengan orang yang kepadanya kota itu didirikan bukan tidak pernah terjadi. Herodes Antipas pernah membangun kota Tiberias sebagai persembahan kepada Kaisar Tiberius. Lagipula, 4:17 merupakan kisah pendirian kota yang pertama di dunia, sehingga belum tentu menyiratkan kebiasaan di masa-masa selanjutnya, meskipun kebiasaan di masa selanjutnya bisa saja didasarkan pada kebiasaan yang lebih kuno.

Ketiga, posisi kata ganti dan rujukan. Secara umum tata bahasa Ibrani memang memperhatikan posisi antara sebuah kata ganti dengan benda yang dirujuk. Semakin dekat posisi keduanya semakin besar kemungkinan bahwa keduanya saling terkait. Bagaimanapun, hal ini tidak selalu terjadi. Dalam beberapa kasus posisi kata ganti dan rujukan tidak terlalu dekat. Hanya kontekslah yang menjadi penentu utama dalam kasus-kasus semacam ini. Konteks 4:17, terutama bagian akhir “menurut nama anaknya, Henokh”, tampaknya memberi petunjuk cukup eksplisit bahwa rujukan yang dimaksud adalah Kain, bukan Henokh.

Keempat, kesejajaran antara 4:2 dan 4:17. Kalimat Ibrani dalam dua ayat ini sebenarnya tidak terlalu memiliki kemiripan secara struktural, kecuali pemunculan nama orang dan bentuk partisip yang mengikutinya. Bahkan di 4:2 cara pekerjaan Habel dan Kain diperkenalkan juga berlainan. Pekerjaan Habel mengikuti pola “nama orang + partisip”, sedangkan untuk Kain memakai struktur “nama orang + kata kerja perfek + partisip”. Di 4:17 pola yang digunakan tidak mengikuti keduanya, yaitu “tidak ada nama orang + kata kerja imperfek + partisip”. Variasi penulisan ini seyogyanya menasihatkan kita untuk tidak terlalu menekankan sedikit kesejajaran yang ada dan mengabaikan perbedaannya. Di samping itu, seandainya 4:17 memaksudkan “Henokh” sebagai pendiri kota, maka kemungkinan besar penulisnya akan menuliskan lagi nama Henokh tepat sebelum kata kerja imperfek dan partisip, sama seperti yang kita temukan di 4:2.

Kelima, upaya mengubah teks. Secara umum kesalahan maupun penambahan dalam proses penyalinan Alkitab merupakan fakta yang tidak dapat disangkal. Ketidakadaan mesin cetak pada waktu itu, keterbatasan manusia, dan motivasi untuk memperjelas suatu ayat seringkali membuat seorang penyalin kurang akurat melakukan tugasnya. Walaupun demikian, kita tidak diijinkan untuk mengusulkan suatu rekonstruksi teks tanpa bukti tekstual apapun. Maksudnya, apapun dugaan kita harus didukung oleh salinan kuno yang mengarah pada dugaan tersebut. Mengingat semua salinan dan terjemahan kuno untuk 4:17 mendukung pandangan tradisional, maka kita sebaiknya menerima teks di 4:17 apa adanya. Berspekulasi tentang perubahan teks tetapi tanpa didukung bukti tekstual hanyalah sebuah alasan dari ketidakadaan (argument from silence). Sebagai tambahan, mereka yang mencoba mengubah teks tetap tidak bisa memberikan alasan yang masuk akal mengapa para penyalin secara keliru telah menempatkan nama “Henokh” di akhir ayat ini. “Kesalahan” ini sulit dijelaskan, baik dari sisi kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.

Dengan mengasumsikan Kain sebagai pendiri kota, sekarang kita akan menyelidiki maksud dari pendirian kota ini. Apakah tindakan Kain ini dapat dibenarkan? Sebagian besar penafsir melihat tindakan ini secara negatif. Mereka memandang pendirian kota sebagai simbol dari dua hal: permanensi geografis dan perlindungan.

Dari kaca mata 1:26-28 tindakan mendirikan sebuah kota sebagai tempat tinggal permanen merupakan perlawanan terhadap perintah Allah, karena manusia seharusnya memenuhi bumi. Hal ini akan menjadi lebih jelas pada waktu para pendiri menara Babel berusaha untuk menghalangi persebaran manusia ke seluruh bumi dan Allah menghukum mereka dengan kekacauan bahasa sehingga mereka terpaksa terserak ke mana-mana sesuai dengan rencana awal Allah (11:1-9).

Seandainya hukuman Kain di 4:12 mencakup keterpisahan dari komunitas dan gaya hidup nomadik, maka tindakan ini bertentangan juga dengan hukuman yang sudah diberikan. Bagaimanapun, untuk poin ini kita tidak bisa terlalu yakin. Seperti yang sudah disinggung beberapa kali, penekanan pada hukuman Kain sebagai pelarian adalah keterpisahan dari komunitas, bukan gaya hidup nomadik.

Berdasarkan konteks yang ada, tujuan Kain mendirikan kota kemungkinan besar adalah untuk menyediakan perlindungan bagi dirinya. Dengan memiliki sebuah kota sebagai tempat tinggal bersama-sama dengan seluruh keturunannya, maka Kain sekaligus mendapatkan dua hal: komunitas dan perlindungan. Seandainya ini benar, maka tindakan ini menyiratkan bahwa Kain tidak sepenuhnya percaya pada perlindungan yang diberikan oleh Allah (4:15). Ia ingin “membantu” Allah merealisasikan janji-Nya melalui usahanya sendiri. Beberapa petunjuk yang menguatkan dugaan ini antara lain: (1) isu yang dikuatirkan Kain sebelum ia diusir dari hadapan TUHAN adalah perlindungan untuk dirinya (4:14-15); (2) 4:17-24 diakhiri dengan upaya Lamekh untuk melindungi diri melalui kekuatan dan kesombongannya (4:23-24); (3) di kemudian hari TUHAN memerintahkan Musa untuk mendirikan kota perlindungan bagi mereka yang membunuh sesamanya tanpa kesengajaan (Bil 35:9-12). Ini tidak berlaku dalam kasus pembunuhan yang disengaja, apalagi didasari kebencian (Ul 19:11-13). Pembaca pada jaman Musa tidak akan kesulitan untuk melihat kesalahan di balik upaya Kain mencari perlindungan bagi dirinya dengan cara mendirikan sebuah kota; (4) pola “membantu Allah” untuk merealisasikan janji-Nya merupakan fenomena yang umum dalam kitab Kejadian. Abraham mengambil Hagar sebagai isteri supaya ia mendapatkan keturunan (16:1-3). Yakub memperdayai kakak (25:30-34) dan ayahnya (27:5-29).

Kota itu diberi nama Henokh (ḥanȏk), sesuai nama anaknya. Nama “Henokh” juga muncul digunakan oleh beberapa orang lain di kitab Kejadian (5:18-24; 25:4; 46:9). Para ahli belum bisa memastikan asal-usul (etimologi) dari nama ini. Sebagian meyakini bahwa nama ini berhubungan dengan kata Ibrani ḥānak yang berarti “melatih” atau “mendedikasikan”. Yang lain menduga kata ini berasal dari rumpun Semitik barat ḥnk yang memiliki arti “memulai” atau “merintis”. Jika kita menganggap Kain sebagai pendiri kota, maka makna yang tersirat dari nama kota ini (ḥanȏk) sesuai dengan tindakan Kain yang mendedikasikan (ḥānak) kota itu untuk anaknya.

 NK_P

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Nike Pamela

Reformed Exodus Community