Iman. Gadis budak kecil yang tinggal dan bekerja di rumah Naaman itu tidak memiliki latar belakang yang jelas digambarkan dalam 2 Raja 5 ini. Dia hanyalah merupakan salah satu hasil tawanan ketika Aram menyerang Israel. Alkitab juga tidak memberikan detil peristiwa kapan persisnya Aram menyerang Israel. Dari hasil penyerangan Aram ke Israel, gadis kecil ini dibawa. Tidak dijelaskan pula apakah orang tua gadis kecil ini juga diangkut sebagai budak dan tinggal bekerja dengan Naaman ataupun sebaliknya. Yg pasti gadis ini dikatakan menjadi ‘pelayan pada istri Naaman’ (ay. 2).
Walaupun gadis kecil ini tinggal bukan di kampung halamannya di Israel, melainkan di negeri asing yaitu Aram, gadis ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan bangsanya sendiri. Ketika dia mengetahui Naaman yang sedang sakit, ingatannya hanyalah ‘ada seorang nabi di Israel yang pasti bisa menyembuhkan Naaman’. Rupanya gadis ini cukup dibekali dengan pengetahuan tentang Allah dan nabiNya sehingga walaupun dia berada di daerah di luar Israel, ingatannya hanya bersumber pada negerinya. Gadis kecil ini pun memiliki keberanian dan iman yang luar biasa. Dengan statusnya yang hanyalah seorang budak, gadis kecil, akan terjadi kemungkinan yang sangat besar bahwa Naaman tidak akan mempercayai ucapannya. Gadis inipun tidak ragu dengan kemungkinan bahwa untuk kasus penyakit Naaman, kemungkinan Elisa (nabi di Israel yang dimaksud), akan tidak dapat menyembuhkan. Pastinya, pengobatan yang dilakukan Naaman ke Elisa di Israel, bukanlah pengobatan pertama yang dilakukan. Mungkin dia telah mencoba berbagai pengobatan namun gagal.
Iman gadis kecil ini sangat besar untuk dimiliki oleh seorang gadis kecil. Dia menyatakan “kepastian” (LAI: tentulah, ay.3) kesembuhan Naaman dari penyakitnya jika Naaman bertemu dengan Elisa. Gadis kecil ini tidak memiliki alternatif lain ‘seandainya Naaman tidak sembuh’ apa yang akan dilakukan Naaman kepadanya? Apakah Naaman akan menghukum dia? Membunuh dia dengan tuduhan berbohong? Tidak, gadis kecil ini justru memberikan jaminan kesembuhan bagi Naaman. Dia tidak sedang memberikan “kemungkinan sembuh” kepada Naaman; dia juga tidak berkata “siapa tahu Naaman sembuh jika bertemu dengan Elisa”. Iman besar gadis kecil ini cukup terbukti sehingga istri Naaman bercerita kepada Naaman dan setelah berhasil diyakinkan oleh istrinya, Naaman meminta ijin kepada raja Aram. Ketika peristiwa “bercerita” dari mulut seorang gadis budak kecil terjadi, gadis ini sedang berapologetika, meyakinkan kepada orang lain tentang suatu kebenaran, bukan sebuah alternatif kebenaran. Dan gadis kecil itu berhasil mempengaruhi istri Naaman yang pada akhirnya berhasil pula mempengaruhi Naaman.
Kasih. Apa yang dilakukan gadis kecil ini juga mengajarkan sisi lain dari sebuah bentuk kasih. Gadis budak ini merupakan hasil tawanan perang Aram terhadap Israel. Peristiwa ini dipimpin oleh seorang panglima yang tidak lain adalah tuannya sendiri, Naaman. Pastilah peristiwa tawanan itu membekas bagi seorang gadis kecil seperti dia. Namun ketika Naaman sakit lepra, dia yang memiliki informasi tentang penyembuhan Naaman, tidak melewatkan informasi tersebut begitu saja. Bisa saja, karena benci dan dendamnya terhadap Naaman yang menjadikannya seorang budak, dia justru mengharapkan kematian Naaman. Namun tidak, gadis ini justru mengharapkan kesembuhan Naaman. Dia tidak menempatkan dirinya sebagai “korban” tawanan perang yang menggiringnya menjadi seorang budak. Gadis ini memiliki kebesaran hati di tengah kondisinya yang tidak mengenakkan: sebagai budak dan tinggal jauh dari negerinya. Dan ketika Naaman benar-benar sembuh, tidak diceritakan kembali bagaimana kelanjutan nasib gadis kecil ini. Apakah dia mendapatkan hadiah? Apakah dia dibebaskan dari statusnya sebagai budak dan dikembalikan ke negerinya? Segala kemungkinan itu ada, namun Alkitab tidak merasa perlu menceritakan hal itu. Yang jelas gadis budak kecil ini telah menjadi instrumen untuk memperkenalkan Allah di negeri asing. Allah bekerja dengan cara yang kreatif, dalam hal ini dengan cara menempatkan gadis kecil ini dalam posisi yang sangat berpengaruh walaupun dia berada di tengah-2 orang yang notabene adalah musuh bangsanya.
Nama “Atalya” tidak terlalu familiar di telinga orang Kristen modern. Padahal dalam sejarah kerajaan Israel maupun Yehuda, dia adalah satu-satunya ratu yang pernah memerintah. Selain penyebutan namanya secara jelas (berbeda dengan tokoh-tokoh yang dibahas di bagian sebelumnya), peran yang dijalani Atalya, dinyatakan juga secara jelas. Atalya adalah anak perempuan Omri, raja Israel (2 Raja 8:26; 2 Taw. 22:2; LAI sama-sama menerjemahkannya dengan ‘cucu’ karena dalam 2 Taw. 21:6 Atalya dikatakan sebagai anak Ahab; perbedaan ini bukan merupakan bagian pembahasan bagian ini). Asal usulnya yang berasal dari kerajaan Israel tidak menghalangi perkawinannya yang lebih bernuansa politik dengan salah satu raja Yehuda, Yoram (2 Raja 8:25; 2 Taw. 22:1). Atalya juga adalah ibu Ahazia, raja Yehuda (2 Raja 11:1; 2 Taw. 22:10). Dia juga adalah ratu yang memerintah di Yehuda selama kurang lebih 6 tahun (2 Raja. 11:3; 2 Taw. 22:12).
ATALYA SEBAGAI IBU
Ketika suami Atalya, yaitu raja Yoram dari Yehuda mati, maka anak mereka, Ahazia, menggantikannya menjadi raja yang meneruskan memerintah kerajaan Yehuda. Ahazia yang hanya memerintah 1 tahun di Yehuda dikatakan bukanlah taja yang takut Tuhan. Dia sangat dipengaruhi ibunya, Atalya, untuk melakukan kejahatan (2 Taw. 22:3). Sebagai seorang ibu, Atalya telah berperan besar membentuk anaknya menjadi pribadi yang tidak takut Tuhan.
ATALYA SEBAGAI ISTRI
Jika melihat garis keturunan Yoram, suami, Atalya, maka seharusnya dia berasal dari keluarga Yosafat, raja yang takut akan Tuhan. Namun Alkitab sendiri menyebutkan bahwa karena pengaruh istrinya, Atalya, Yoram menjadi raja yang jahat (2 Raja 21:6)
ATALYA SEBAGAI RATU
Sebagai seorang ratu yang memerintah di Yehuda, ketika akhirnya Atalya mati terbunuh, apa yang menjadi reaksi rakyat Yehuda? 2 Raja 11:20 dan 2 Taw 23:21 memberikan gambaran yang sama tentang reaksi terhadap kematian Atalya, yaitu seluruh rakyat bergirang dan negeri itu menjadi aman. Betapa menyakitkan hidup sebagai seorang ratu yang selama masa pemerintahannya tidak dikehendaki rakyat, justru kematiannya merupakan kegirangan bagi rakyat.
Setidaknya 3 gambaran dari peranan singkat seorang Atalya justru memeberikan ironi dibandingkan dengan kisah-kisah wanita-wanita sebelumnya. Mereka tak bernama, tak memiliki asal usul yang lebih lengkap dari seorang Atalya, namun apa yang mereka lakukan memberikan dampak yang luar biasa. Sedangkan Atalya, dengan asal usul yang sangat lengkap, bahkan 2 kali dicatat kisahnya di kitab 2 Raja maupun 2 Taw., yang juga berasal dari garis keturunan darah biru telah menjadi semacam ragi yang merusak orang-orang di sekelilingnya, baik suami, anaknya maupun rakyat Yehuda sendiri. Kisah-kisah itu semua justru mengajarkan bahwa Allah sangat peduli dengan kaum wanita, bahkan di dunia yang patrialistis. Minoritas, tidak adanya identitas, non Israel, bukanlah rintangan bagi Allah untuk memakai kau wanita sebagai alat di tangan-Nya.