(Lanjutan tgl 4 November 2018)
Kedua, keengganan Musa melakukan misi Allah untuk pembebasan Israel dari Mesir nampak ketika Harun, bukan Musa yang pertama-tama datang mengumpulkan bangsa Israel dan menyampaikan pesan Allah (4:30).
Ketiga, keengganan Musa untuk melakukan misi Allah tidak berhenti begitu saja. Ketika dia mulai menghadapi berbagai rintangan di Mesir seperti orang Israel yang marah kepada Musa (5:20-21), orang Israel yang tidak percaya pada Musa dan Harun (6:8), Musa tetap menyatakan keengganannya pada Tuhan:
- Lalu Musa kembali menghadap TUHAN, katanya: "Tuhan, mengapakah Kauperlakukan umat ini begitu bengis? Mengapa pula aku yang Kauutus? (5:22)
- Tetapi Musa berkata di hadapan TUHAN: "Orang Israel sendiri tidak mendengarkan aku, bagaimanakah mungkin Firaun akan mendengarkan aku, aku seorang yang tidak petah lidahnya!" (6:11)
- Tetapi Musa berkata di hadapan TUHAN: "Bukankah aku ini seorang yang tidak petah lidahnya, bagaimanakah mungkin Firaun akan mendengarkan aku?" (6:29)
Keengganan Musa untuk melakukan misi Allah inilah yang menjadi alasan Tuhan ingin membunuh Musa dalam perjalanannya dari Midian menuju ke Mesir. Keengganan ini bukan berarti Musa tidak mau pergi ke Mesir; keengganan ini lebih ke arah hati Musa yang menolak melakukan perintah Allah walaupun dia tetap berjalan ke arah Mesir dengan membawa keluarganya.
Rencana Allah yang ingin membunuh Musa karena keengganannya melaksanakan misi Allah bukanlah sesuatu yang asing dalam Alkitab. Walaupun bentuknya tidak selalu rencana pembunuhan, Allah beberapa kali ‘menghukum’ utusannya saat mereka sedang enggan dan takut melakukan misiNya. Contohnya, Yakub dan Yunus. Allah memerintahkan Yakub untuk kembali pulang ke Kanaan dan Allah berjanji akan menyertai Yakub (Kej. 31:3). Dalam perjalanan kembali ke tanah Kanaan, Yakub akan bertemu dengan Esau kakaknya yang pernah ditipunya. Dia gentar kepada Esau dan mempertanyakan janji penyertaan Tuhan (Kej. 32:9-13). Keengganan Yakub melaksanakan misi Allah kembali ke tanah Kanaan yang disebabkan karena takut terhadap Esau berbuahkan penghukuman. Semalam-malaman Yakub bergumul dengan Allah via pergulatan namun akhirnya dia menang (Kej. 32:). Begitu pula yang terjadi pada Yunus. Ketika dia enggan melakukan misi Allah untuk Niniwe, Allah menghukum Yunus hingga akhirnya dia harus tinggal di perut ikan 3 hari 3 malam lamanya. Jadi konsep ‘Allah yang menghukum utusanNya ketika utusanNya tersebut hendak sekaligus enggan menjalankan misiNya’ bukanlah sesuatu yang janggal di PL. Dengan demikian alasan Tuhan yang hendak membunuh Musa ketika Musa dalam perjalanan menjalankan misiNya, juga bukan sesuatu yang tidak masuk akal sehingga kata ganti orang ksetiga tunggal maskulin perlu digantikan merujuk pada salah satu anak Musa (Kel. 4:24).
Memahami Reaksi Tindakan dan Perkataan Zipora
Ketika ada penyataan bahwa Tuhan hendak membunuh Musa, Zipora, sang istri dikatakan ‘mengambil pisau batu, memotong kulit khatan anaknya dan menyentuhkan kulit khatan itu ke kaki Musa’ (4:25). Tindakan Zipora ini dikatakan sebagai ‘penyunatan’ (ay. 26).
Kata untuk ‘penyunatan’ lammuloth merupakan gabungan kata depan le dengan kata benda muloth yang jika digabungkan dapat berarti ‘karena penyunatan itu’ atau ‘merujuk pada penyunatan itu’ ataupun ‘ melalui penyunatan itu’. Kata benda ‘penyunatan’ mulot muncul dalam bentuk kata benda plural. Banyak yang menjadikan bentuk plural dari kata ‘penyunatan’ ini menjadi indikasi bahwa kedua anak Musa disunat saat itu juga. Yang menarik, kata benda yang biasanya ditujukan kepada bentuk maskulin (lammulim), justru diakhiri dengan akhiran feminin plural (lammuloth). ). Ada yang menyebut penggunaan lammuloth merupakan bentuk plural abstrak, yaitu kata benda yang secara bentuknya merupakan bentuk plural namun artinya merujuk pada bentuk singular.
Yang lebih menarik lagi, kata lammuloth ini banyak kali dituduhkan oleh para penafsir sebagai sebuah hapax legomena, yaitu kata, frase, dll yang muncul hanya sekali di sebuah bagian, di sebuah tulisan ataupun di keseluruhan Alkitab.
Bersambung…………..