Nama Pasangan Adam : Perempuan atau Hawa? (Bagian 2)

Posted on 02/08/2020 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Ev. Nike Pamela | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Nama-Pasangan-Adam-Perempuan-atau-Hawa.jpg Nama Pasangan Adam : Perempuan atau Hawa? (Bagian 2)

(Lanjutan tgl 26 Juli 2020)

Adam menamakan isterinya ḥawwâ (3:20a). Di ayat ini nama ḥawwâ memang dikaitkan dengan hidup (ḥay), tetapi bagaimana keterkaitan ini terbangun tidak terlalu jelas. Akar kata keduanya sedikit berbeda (satu memakai “w”, satu lagi “y”). Perbedaan inilah yang memicu para ahli untuk mengusulkan beragam asal-usul dari kata ḥawwâ.

Salah satu usulan yang menarik adalah yang menghubungkan nama ḥawwâ dengan kata Aramik ḣiwyā’ yang berarti “ular”. Usulan ini dinilai mampu menjelaskan keberadaan huruf “w” maupun “y” pada kata ḥawwâ dan ḥay. Lagipula, konteks Kejadian 3 memang berhubungan dengan ular. Mereka yang mengusulkan hal ini memahami tindakan Adam di 3:20 sebagai bentuk teguran kepada isterinya yang telah menipu dia, seperti tindakan ular yang suka menipu. Jika penafsiran ini diterima, maka frase “ia menjadi ibu dari semua yang hidup” (3:20b) merupakan sebuah permainan bunyi belaka. Pendeknya, 3:20 bukan tentang pemberian nama, namun teguran dan sindiran.

Terlepas dari aspek kreativitas yang tinggi dalam pendapat tersebut, beberapa sanggahan berikut ini cukup untuk menunjukkan kelemahannya. Yang terutama, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa kata Ibrani ḥawwâ memiliki keterkaitan dengan kata Aramik ḣiwyā’. Nuansa sindiran dalam teks ini juga tidak terasa sama sekali. Sanggahan lain yang kuat adalah bentuk lampau dari kata hāyeÅ£â (LAI:TB “ia menjadi ibu”; versi Inggris “she was the mother”). Seandainya Adam sedang menyamakan isterinya dengan ular, ia kemungkinan besar akan memakai bentuk kekinian (“she is the mother”). Kita sebaiknya memahami ḥawwâ sebagai kata Ibrani kuno yang pada saat Kita Kejadian ditulis sudah berganti dengan ḥāyâ. Dugaan ini mendapat dukungan dari tulisan Ugarit kuno yang memakai ḥwy/ḥyy untuk kata “hidup”. Penafsiran ini lebih sesuai dengan 3:20 yang mengaitkan kata ḥawwâ dengan ḥay. Di samping itu, penerjemah LXX memilih menerjemahkan kata ḥawwâ di 3:20 dengan Zōē (“hidup”), padahal di tempat lain ia dipanggil Heua (4:1; 2 Kor 11:3). Pilihan ini menyiratkan keyakinan mereka bahwa kata ḥawwâ di 3:20 memang berarti “hidup”.

 Mengapa Adam memberi nama yang berhubungan dengan kehidupan, padahal isterinya belum memiliki keturunan apa pun dan 3:19 justru berbicara tentang kematian? Salah satu kunci untuk memahami persoalan ini adalah bentuk perfek hāyeÅ£â (LAI:TB “menjadi”). Versi Inggris mencoba mengekspresikan keterangan waktu ini melalui beragam cara (NIV “she would become”; NLT “she woul be”; ASV/KJV/NASB/RSV/NRSV “she was the mother”). Bentuk lampau ini paling tepat diterima sebagai perfek profetis. Bentuk ini biasanya dipakai untuk menyatakan kepastian dari suatu tindakan, walaupun tindakan itu baru akan terjadi di masa datang. Contoh yang cukup jelas adalah janji TUHAN kepada Abraham di 17:16. Walaupun hampir semua versi menerjemahkan dalam bentuk futuris (LAI:TB “Aku akan…”, versi Inggris “I will…”), tetapi kata kerja yang digunakan dalam teks Ibrani adalah lampau (YLT “I have blessed/given…”).

Jika penjelasan di atas benar, maka tindakan Adam menamakan isterinya merupakan tindakan iman kepada janji Allah. Pada bagian sebelumnya sudah diceritakan bahwa Allah menjanjikan masa depan melalui keturunan Hawa (3:16) dan Ia pun tidak menghilangkan kemampuan Hawa dalam melahirkan anak (3:16). Janji inilah yang dipegang oleh Adam, terlepas dari fakta bahwa ia pasti mengalami kematian (3:19). Melalui bentuk lampau ini Adam seolah-olah ingin mengatakan, “aku tidak akan mati sebelum memiliki aku banyak keturunan”. Hukuman serius yang ia terima mungkin telah memberi pelajaran sangat berharga bagi Adam bagaimana seharusnya mempercayai perkataan TUHAN secara mutlak.

Seperti sudah sempat disinggung di awal, tindakan memberikan nama yang dilakukan Adam di 3:20 bukanlah yang pertama. Sebelumnya ia sudah menamai isterinya “perempuan” (’iššâ). Kini ia disebut “Hawa” (ḥawwâ). Nama pertama menampilkan Adam sebagai sumber keberadaan Hawa (2:23b “sebab ia diambil dari laki-laki”), sedangkan nama kedua menyiratkan posisi Hawa sebagai sumber keberadaan semua keturunan Adam (3:20 “ibu dari semua yang hidup”). Saling keterkaitan dan ketergantungan ini dengan tepat dingkapkan Paulus di 1 Korintus 11:11-12 “Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah”.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Nike Pamela

Reformed Exodus Community