(Lanjutan tgl 14 Juni 2020)
- Hal menarik selanjutnya adalah di tengah berbagai upaya yang dilakukan Daniel dan kawan - kawan Yahudinya untuk mempertahankan status Yahudi mereka di pembuangan, Allah memberikan pertolongan melalui hal-hal yang supranatural
- Dalam kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang menolak menyembah patung Nebukadnezar (Daniel 3), mereka bertiga dikenakan hukuman masuk ke perapian api yang menyala-nyala. Seharusnya mereka bertiga akan mati terbakar dilahap api yang dipanaskan 7 kali lipat. Namun yang terjadi adalah mereka keluar dari perapian itu dalam kondisi sehat tanpa adanya bekas pembakaran sama sekali.
- Demikian pula yang terjadi dengan kisah Daniel yang tetap beribadah kepada Allah Israel (Daniel 6). Seharusnya Daniel mati dimakan oleh singa-singa kelaparan, namun justru Daniel keluar dari gua singa itu dalam kondisi tubuh sehat tanpa diganggu oleh singa-singa itu.
Hal itulah yang seharusnya kita lihat ketika Daniel memilih untuk hanya makan sayur dan minum air putih ketimbang santapan raja. Santapan raja dipastikan bukanlah makanan biasa, namun merupakan santapan yang lezat dan bergizi. Tetapi yang mengagetkan adalah ketika Daniel dan kawan-kawan Yahudinya diijinkan oleh kepada pegawai istana untuk hanya makan sayur dan minum air putih dalam jangka waktu 10 hari; mereka kelihatan lebih gemuk, bahkan lebih gemuk dibandingkan dengan kawan-kawan lainnya yang makan dari santapan raja (1:15). Bukankah hal ini merupakan hal yang supranatural yang juga terjadi? Intinya adalah ketika Daniel dan kawan-kawan Yahudinya berusaha dan mendapatkan kesempatan untuk tetap mempertahankan relasi mereka dengan Allah Israel walaupun dengan ancaman nyawa mereka sendiri, Allah justru memperkenalkan diriNya kepada bangsa-bangsa lain di Babel melalui perbuatan supranaturalNya itu. Dengan kata lain, Daniel dan kawan-kawannya berusaha untuk memanfaatkan kesempatan di tengah-tengan tantangan ancaman yang mereka hadapi.
- Jadi pada intinya, apa alasan Daniel dan kawan-kawannya menolak makanan raja? Telah dijelaskan di bagian sebelumnya bahwa intinya bukan terletak pada makanan dan minumannya secara fisik. Inti penolakannnya adalah karena itu adalah makanan raja. Apa yang salah dengan makanan raja ini? Penekanan bahwa santapan itu sangat berhubungan dengan raja ditekankan dengan 2 kali pernyataan bahwa ‘rajalah yang menetapkan makanan dan minuman’ bagi orang-orang yang terlibat dalam pendidikan 3 tahun itu (Dan 1:5,10). Bagi orang kuno saat itu, makanan dan minuman bukan sekedar sesuatu asupan yang akan membantu keberlangsungan hidup mereka; makanan dan minuman adalah simbol kultur dan religi dari sebuah bangsa. Ketika santapan yang diperuntukkan kepada Daniel dan kawan-kawan Yahudinya ditetapkan oleh raja Nebukadnezar, maka santapan itu bukan sekedar hanya sebuah santapan. Kesediaan untuk ambil bagian dalam santapan raja menjadi tanda bahwa orang yang menyantapnya menjalin hubungan atau ikatan dengan raja tersebut, entah secara kultur atau religius. Atau karena hubungan antara Daniel dan kawan-kawannya dengan raja Babel tidak bersifat satu level, melainkan raja lebih tinggi daripada mereka, maka keikutsertaam mereka dalam hidangan raja lebih ke arah ketertundukan pada otoritas raja Babel. Inilah yang menjadi tekad (1:8) dan kesempatan Daniel dan kawan-kawannya untuk dapat melawan otoritas raja Babel atas diri mereka. Kali ini raja Babel tidak mengetahui hal itu tetapi pegawai istana mengetahuinya dan menyetujuinya (1:9) dengan pertolongan Allah. Daniel dan teman-teman tetap dberikan makanan dan minuman oleh kepala pegawai istana (1:16); mereka bukanlah menyediakan santapan buat diri mereka sendiri (melawan teori makanan halal). Secara fisik, menyantap hidangan raja mungkin tidak memberikan efek langsung pada mereka. Tetapi melalui tindakan menolak santapan raja Babel dan memilih serta mengkonsumsi makanan pilihan mereka sendiri, menjadi cara Daniel dan kawan-kawannya untuk memisahkan diri dari otoritas raja Babel dan terus berkomitmen untuk mengabdi pada Allah Israel.