Jika dalam kisah Perjanjian Baru, garam diidentikkan dengan sesuatu yang baik, seperti ucapan “Kamulah garam dunia” (Matius 5:13), lain halnya dengan gambaran tentang garam dalam Perjanjian Lama. Garam dapat dilambangkan dengan berkat atau juga kutuk.
Dalam kisah Alkitab, garam berfungsi baik sebagai perasa makanan atau pengawetnya. Sebagai pengawet, garam melambangkan sebuah permanensi. Dalam budaya Alkitab maupun dunia Timur Dekat kuno, garam dimakan oleh pihak-pihak yang akan melakukan perjanjian di hadapan para saksi sebagai simbol natur kekal dari perjanjian yang disepakati. Alkitab mencatat istilah “perjanjian garam” untuk perjanjian yang diadakan antara Tuhan Allah dengan umat Israel (Bil. 18:19; Ima 2:13), antara Tuhan Allah dengan dengan keturunan Daud (2 Taw 13:5). Tidak mengherankan jika selanjutnya tindakan memakan garam bersama melambangkan persahabatan. Selain itu, garam juga melambangkan penyucian. Ketika penduduk Yerikho mendatangi nabi Elisa dan melaporkan bahwa air di kota itu tidak baik serta mengakibatkan keguguran bayi, Elisa menaburkan garam sehingga dikatakan “Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa” (2 Raja 2:18-22). Ketika seorang bayi baru lahir, ada juga tindakan yang berhubungan dengan garam yang dikenakan pada bayi itu, yaitu menggosok bayi yang baru lahir dengan garam (Yeh. 16:4). Tindakan menggosok bayi yang baru lahir dengan garam dipahami sebagai tindakan medis yang bertujuan membersihkan dan menguatkan kulit bayi. Namun ada juga yang menafsirkan tindakan menggosok bayi dengan garam sebagai simbol mengusir roh-rph jahat dan setan dari diri bayi yang baru lahir. Tindakan ini terus dilakukan di Timur Tengah modern sekarang, utamanya oleh ibu-ibu Arab.
Di bagian lain Alkitab, seperti dalam Hakim-hakim 9:45 diceritakan tentang pertempuran Abimelekh melawan penduduk kota Sikhem. Abimelekh menduduki kota Sikhem, membunuh seluruh penduduknya, merobohkan kota itu dan selanjutnya dia menaburi kota itu dengan garam. Apa maksud tindakan Abimelekh yang menaburi puing-puing kota yang sudah tak berpenghuni lagi itu dengan garam? Ada beberapa penafsiran sehubungan dengan tindakan seseorang yang menaburi garam: pertama, ada yang mengatakan bahwa tindakan ini adalah lambang “membuang sial” untuk kehancuran kota yang akan berlangsung terus menerus; kedua, menabur garam berarti tindakan melarang masuk ke kota; ketiga, tindakan membuang garam adalah untuk mencegah akibat kesalahan karena terjadinya penumpahan darah.
Di beberapa bagian lainnya di Alkitab, garam seringkali dihubungkan dengan masalah ketidaksuburan. Dalam Ul. 29:23 ketidaksuburan tanah karena garam dihubungkan dengan peristiwa Sodom dan Gomora. Dan hal yang paling penting adalah bahwa ketidaksuburan ini merupakan kutukan karena ketidaktaatan orang-orang yang melanggar perjanjian Allah (ay. 25). Ketidaksuburan yang dihubungkan dengan garam ini juga muncul dalam Ayub 39:6; Yer. 17:6 dan Zef. 2:9. Garam seringkali diidentikkan dengan ketidaksuburan karena garam itu tidak memiliki benih.
Terlepas dari banyaknya penafsiran, setidaknya kemunculan garam memberikan berbagai gambaran tentang keberadaan dan fungsinya dalam sebuah tindakan yang dicatat oleh Alkitab.
NK_P