I. Baptisan dan Perjanjian
Untuk mengerti jelas doktrin baptisan, maka baptisan harus dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari satu-satunya rencana penyelamatan Ilahi. Justru baptisan harus ditempatkan lebih dahulu dalam kerangka perjanjian. Dalam hubungan itu terlihat bagaimana PB mendapati dalam baptisan kesejajaran yang hakiki dengan ke-3 perjanjian agung dalam PL.
a. Kesejajaran baptisan dengan Perjanjian Nuh seperti dicatat dalam 1 Petrus 3:18-22.
Kesulitan-kesulitan utama dalam ayat-ayat yang sukar ini tidak menutupi inti artinya. Nuh dan keluarganya aman dalam bahtera, dibawa ke dunia baru oleh air bah yang menenggelamkan orang-orang yang tidak percaya. Mereka melalui penghakiman tanpa cidera dan justru cara penghakiman demikian atas dosa menjamin keselamatan mereka. Dalam cara demikianlah orang Kristen melalui pengadilan atas dosa, aman dalam Kristus. Apabila air bah menghantam bahtera tapi tidak dapat mencelakakan mereka yang ada di dalamnya, demikian pulalah pengadilan Allah menghantam Tuhan Yesus Kristus, yang mati, Ia yang benar, menggantikan dan melindungi orang-orang yang kendati berdosa tapi mau pasrah berlindung kepada-Nya.
Setelah dibawa “kepada Allah” dengan jalan tadi, sekarang orang Kristen hidup dalam suasana di mana Kristus yang telah bangkit memerintah. Air bah adalah lambang, baptisan adalah pemenuhan. Di sinilah orang Kristen datang di dunia baru. Tapi, seperti diingatkan Petrus, bukan melulu karena baptisan. Baptisan tidak mempunyai kekuatan untuk membersihkan kekotoran daging. Kekuatan itu ada dalam kematian dan kebangkitan Kristus, yang diterima orang melalui seruan pribadi kepada Allah. Karena itu baptisan bagi kita menyajikan keberlakuan perjanjian baru dan penerimaan karunia-karunia di dalamnya secara pribadi.
b. Kesejajaran baptisan dengan Perjanjian Abraham yang berpusat pada sunat.
Dalam ajaran PB ada dua garis. Pertama, makna rohani sunat yang menghunjuk pada kebutuhan orang yang senantiasa dan tetap ada. Paulus (Kol. 2:13) menyamakan kematian dalam pelanggaran-pelanggaran dengan keadaan tidak bersunat, yaitu tanpa pengetahuan akan karya pembaharuan Allah. Hal ini juga mengatakan, bahwa kalau orang mengenal kenyataan yang ditandai oleh sunat, maka ia akan mengenal kuasa Ilahi yang “menghidupkan”. Halnya sama seperti Abram telah dihidupkan masuk ke dalam hidup baru dan menjadi manusia baru, Abraham (Kej. 17). Justru Paulus berkata, bahwa orang Kristen yang mengenal karya Allah yang menghidupkan oleh Roh Kudus, adalah sunat itu sendiri — intinya terpenuhi dalam dia.
Kedua, apa makna sunat dalam perjanjian Abraham, demikianlah makna baptisan bagi orang Kristen. Hal itu tersirat dalam penggunaan kata “meterai”. Dalam Rom 4:11 sunat disebut meterai, dan dalam 2Kor. 1:21,22 dan Ef. 1:13 kata yang sama mungkin menghunjuk pada baptisan, suatu tafsiran berdasarkan kata “diurapi” dalam 2 Korintus 1:21 (bdk. Kis. 10:38 yang menceritakan baptisan Yesus) dan atas urutan kata “mendengarkan … percaya … dimeteraikan” dalam Efesus 1:13 (bdk. Kis. 18:8 “mendengarkan … menjadi percaya dan dibaptis”). Tapi hubungan antara sunat dan baptisan diterangkan secara khusus dalam Kolose 2:11, 12. Orang Kristen menerima kenyataan yang digambarkan oleh sunat. Kenyataan ini disebut “sunat dalam Dia”; bersifat rohani, “bukan dilakukan dengan tangan”; buahnya menyeluruh, mengenai “tubuh daging”; dan itu terjadi dengan baptisan yang membawa mereka ke dalam hubungan yang hidup dengan kematian dan kebangkitan Kristus, yang diterima “oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah”. Dengan demikian, diulangi lagi, baptisan adalah pintu masuk ke dalam perjanjian, dan diajarkan demikian untuk menyatakan kesatuan perbuatan-perbuatan Allah dalam perjanjian-Nya.
c. Kesejajaran baptisan dengan Perjanjian Musa muncul dalam 1 Korintus 10.
Dasar sajian Paulus ialah, bahwa perjanjian yang lama mempunyai sakramen yang mirip dengan sakramen dalam perjanjian yang baru. Perjamuan Kudus digambarkan sebagai minum dari batu karang rohani (ay 1Kor 10:4), dan baptisan dengan dibaptis dalam awan dan dalam laut (ay 1Kor 10:2). Petrus menyatakan baptisan sebagai kelepasan orang Kristen dari penghakiman dan masuknya ke dalam Kerajaan Allah” Paulus menghubungkan baptisan dengan sunat dan menunjukkan baptisan sebagai jalan masuk ke dalam pemilikan kekuasaan zaman baru; dan sekarang ia memberi peringatan keras terhadap berhenti pada tanda lahiriah. Harus dibarengi hidup yang taat.
Baptisan orang Israel menggambarkan perpisahan; perjalanan menyeberangi laut memisahkan mereka dari bangsa Mesir; awan memisahkan mereka untuk dan bagi Allah. Tapi kedua pemisahan itu tidak tertera dalam hidup mereka selanjutnya; mereka membangkitkan murka Allah karena mereka tidak taat dan menduniawi. Jelas betapa tanda-tanda lahiriah tidak dapat menyelamatkan mereka, dan mereka binasa di padang pasir. Ini peringatan bagi kita, demikian Paulus. Betapapun indahnya kebenaran baptisan, atau bagaimanapun PB menghubungkan tanda dan yang ditandai seakan-akan satu kesatuan yang senyawa, orang tidak boleh menyandarkan diri pada tanda belaka. Tanda ini menunjuk ke belakang kepada perbuatan-perbuatan penyelamatan yang penuh kuasa dari Allah, dan ke depan kepada hidup percaya yang taat. PB mengatakan tentang gambar dan kenyataan hanya berhubungan dengan air bah (1Pet 3:21), tapi pembicaraan tentang kedua kesamaan yang lain, pasti menuntut pernyataan yang sama. Dalam perjanjian Allah yang satu, sekarang nyata dan sempurna, baptisan menggenapi segala hal yang telah dinyatakan dalam upacara penerimaan yang dahulu.
II.Berkat-berkat Berkaitan Dengan Baptisan
Yohanes Pembaptis menuntut orang bertobat, “menjanjikan penghapusan dosa”, dan memeteraikan janji itu dengan “baptisan pertobatan untuk penghapusan dosa” (Mat. 3:2, 6; Mrk. 1:4). Ia menunjuk ke depan kepada Dia yang akan membaptis dengan Roh Kudus. Tanda kedatangan Roh Kudus adalah turunnya Roh (Yoh. 1:30-34). Pada pembaptisan Yesus baptisan dengan air dan baptisan dengan Roh adalah satu, dan inilah pola dari berkat-berkat baptisan dalam PB. Roh Kudus dihubungkan dengan baptisan dalam Yohanes 3:5; Kisah Para Rasul 2:38; 10:47; 1 Korintus 1:22; Efesus 1:13; Titus 3:5. Roh Kudus Nadir pada baptisan dan Dia-lah yang mengerjakan perbuatan-perbuatan rohani yang ditandai dan dimeteraikan oleh air (mis 1Kor. 12:13; Tit. 3:5); demikian juga Ia adalah karunia yang dijanjikan (mis. Kis. 2:38). Gagasan lain dalam baptisan Tuhan Yesus adalah kedudukan sebagai anak. Bukan hanya kedudukan sebagai anak (Gal 3:26,27) tapi juga berkat-berkat rohani yang perlu bagi pangkat sebagai anak dikaitkan dengan baptisan: pengampunan dosa (Kis. 2:38; Ibr. 10:22; Tit. 3:5); kelahiran baru dan masuk ke dalam Kerajaan (Yoh. 3:3,5; Tit. 3:5); pengangkatan untuk kesatuan dengan Allah, mengambil bagian dalam karya Kristus dan dimasukkan dalam tubuh-Nya (Mat. 28:19; Kis. 8:16; 19:5; Rm. 6:1-11; 1Kor. 12:13; Gal. 3:27).
Tapi itu semua adalah juga berkat-berkat perjanjian, buah kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus; kedua peristiwa ini selalu mendampingi pernyataan-pernyataan PB tentang baptisan. Pada hari Tuhan Yesus dibaptiskan, Ia secara terbuka dinyatakan sebagai pembuat janji: kata-kata “Inilah Anak yang Ku-kasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan” menunjuk ke belakang kepada Raja dan Hamba yang telah dinubuatkan (Mzm. 2:7; Yes. 42:1). Karunia Roh mengingatkan lagi kepada Sang Pembuat perjanjian dari Yesaya 59:21. Waktu Tuhan Yesus membuat perjanjian la memeteraikan hasil gunanya bagi pengikut-pengikut-Nya dengan baptisan.
Tapi berkat-berkatnya jangan dianggap datang dari baptisan itu, melainkan dari Tuhan Yesus sendiri. Karena itu meskipun berkat-berkatnya nampak dihubungkan dengan upacaranya, namun berkat-berkat hanya dapat diterima melalui aktivitas iman yang taat, yang terjadi kemudian sesudah upacara. Ini ternyata dalam Roma 6:1-11. Pokok utamanya adalah keharusan hidup dalam kesucian yang praktis. Rasul Paulus pertama-tama mengatakan bahwa baptisan telah mendatangkan persekutuan dengan Kristus dan kematian-Nya serta kebangkitan-Nya, sehingga bagi orang Kristen telah terjadi kematian terhadap dosa, dan hidup baru dalam kebenaran (Rm. 6:4). Kemudian ia mengatakan bagaimana kematian dan hidup dapat dialami secara praktisnya, yaitu: dengan tiap hari menganggap diri sendiri mati dan hidup — dengan suatu iman yang taat dan mahal (Rm. 6:11). Berkat-berkat tidak serta merta berlaku bagi orang Kristen karena baptisan. Tapi baptisan adalah kesaksian terbuka dari Allah, bahwa berkat-berkat ini telah dijadikan pasti bagi orang percaya. Jadi baptisan menunjuk ke belakang kepada karya Allah, dan ke depan kepada kehidupan iman.
III. Calon untuk Baptisan
Semua orang yang dibaptiskan tidak memiliki hal yang dilambangkannya seperti memiliki lambangnya (Kis. 8:21-23; bdk. Yoh. 13:10,11; 15:1-6). Timbul pertanyaan, kepada siapa baptisan dapat dilayankan? Dalam PB jelas, bahwa tidak semua talon baptis dinyatakan dan dibenarkan secara terang-terangan oleh Allah seperti Kornelius (Kis. 10:47); dan peristiwa Simon (Kis. 8:13; dst) menunjukkan asas yang lazim mendasari perbuatan gereja. Biasanya Allah tidak memimpin gereja dengan pernyataan tentang rencana-Nya yang rahasia itu, tapi la telah menyerahkan penataan upacara perjanjian-Nya kepada penilaian manusia yang dapat keliru. Seseorang tidak dapat membaca hati orang lain dan tidak boleh memberanikan diri untuk menghakiminya. Baptisan dilayankan kepada orang-orang yang baru bertobat, yang mau mengikrarkan pengakuan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri memerintahkan hal ini dalam perintah-Nya untuk mengabarkan Injil (Mrk.16:16 kalau bukti ini diperbolehkan, dan bdk. Mat. 28:19).
Ada orang yang mengartikan tindak pengakuan percaya ini sebagai hukum mutlak: baptisan boleh dilayankan hanya kepada mereka yang dapat memberikan kesaksiannya pribadi, apa pun pangkatnya. Pendapat lain menekankan bahwa segala catatan tentang baptisan dalam PB adalah mengenai orang-orang dewasa, hal mana sama sekali tidak tumbuh dalam gereja yang kelihatan; mereka semua adalah orang-orang luar yang bertobat. Sikap gereja terhadap mereka yang telah lahir dalam lingkungannya harus ditentukan dengan dasar-dasar alkitabiah yang umum, yang berhubungan dengan keluarga-keluarga orang percaya. Dalam hal ini — demikian ditekankan — kita harus mengecualikan catatan-catatan tentang baptisan perseorangan dalam PB, karena itu tidak meliputi soal yang dipikirkan; kita harus memikirkan asas-asas sakramen dan perjanjian yang bersangkutan. Gereja yang membaptiskan anak-anak percaya, bahwa tanda-tanda perjanjianlah yang berubah, tapi bukan pelayanan perjanjian dan bahwa baptisan adalah bagi anak-anak perjanjian, persis seperti sunat. Ia melihat anggapan ini dibenarkan oleh sikap Kristus (Mrk.10:13dst), oleh kata-kata Petrus (Kis. 2:39) dan Paulus (1Kor. 7:14). Gereja yang membaptiskan orang dewasa yang percaya, membaptiskan mereka berdasarkan pengakuan mereka; gereja yang membaptiskan orang-orang percaya dan kanak-kanak orang percaya berdasarkan (menurut anggapannya) perintah langsung dari Allah meliputi kedua hal ini.
IV. Cara Baptisan
Mengenai cara baptisan ada beberapa pandangan yang berbeda. Di antaranya pandangan yang menerapkan pencelupan ke dalam air, dengan alasan etimologi kata baptizo; cocok dengan praktik PB (mis Kis. 8:38,39) dan menunjukkan kenyataan dikuburkan bersama Kristus (Rm. 6:4). Pandangan lain berpendapat, betapapun etimologi baptizo seperti dipakai dalam PB, tidaklah mengharuskan pencelupan, misal baptisan dengan Roh dilukiskan sebagai “pencurahan” (Kis. 2:33; bdk. Yes. 32:15; Yeh. 36:25,26); kalau peristiwa seperti Kisah Para Rasul 8:38, 39 dipaksakan harus berarti “mencelupkan”, maka yang membaptiskan harus dicelupkan juga; dan sebagai akibatnya, maka untuk memegang lambang penguburan berarti melupakan beberapa segi lainnya dari persekutuan dengan Kristus yang dinyatakan oleh baptisan, misal: “ditanamkan ke dalam” (Rm. 6:5) atau "mengenakan Kristus" (Gal. 3:27).
Sumber: Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Software Sabda 4)