‘Babel’ adalah nama dari salah satu kota penting yang didirikan oleh Nimrod di tanah Sinar (Sumer), Babilonia kuno. Babel disebut bersama Erekh dari Akad (Kej. 10:10). Menurut tradisi Babilonia kota itu didirikan oleh dewa Marduk, dan dihancurkan oleh Sargon kr 2350 sM sewaktu ia mengambil tanah dari situ untuk mendirikan ibukotanya yang baru, Agade.
Sejarah pembangunan kota itu dengan menaranya yang tinggi, diceritakan dalam Kejadian 11:11. Di sana nama Babel diterangkan secara etimologi populer, berdasarkan atas akar kata yang mirip buah Ibrani halal, sebagai ‘kekacauan’ atau ‘pencampuran’. Dengan demikian Babel menjadi sinonim dengan kekacauan yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan buah yang merupakan bagian hukuman Tuhan alas kecongkakan manusia yang nyata pada pembangunan itu.
Sampai sekarang belum ada bukti arkeologi yang membenarkan adanya kota di Babel sebelum dinasti pertama (kira-kira 1800 sM). Tapi tradisi Babilonia dan suatu naskah dari Sharkalisharri, menceritakan bahwa raja dari Agade kr 2250 sM membangun kembali menara kuil (ziggurat) di Babel. Informasi itu menyarankan bahwa sebelumnya telah ada kota suci di tempat tsb. Tindakan Sargon mungkin menguatkan ini. Penggunaan tanah liat yang dibakar untuk bata dan penggunaan aspal sebagai lepa (Kej. 11:3) telah diceritakan sejak waktu sebelumnya. Mungkin aspal itu diapungkan di Sungai Efrat dari Het.
‘Menara Babel’, istilah yang tidak terdapat dalam PL, biasanya menunjuk kepada menara (migdol) yang dibangun menjadi tanda tertinggi yang berhubungan dengan kota itu dan pemuja-pemujanya. Pada umumnya dianggap, bahwa sama seperti kota itu, menara tersebut juga belum selesai dibangun (Kej.. 11:8), dan bahwa itulah menara kuil bertingkat atau ziggurat dengan banyak tingkatan. Bentuk ini dikembangkan di Babel pada kr 3000 sM mulai dari temenos atau panggung yang menyangga suatu kuil yang dekat dengan kuil-kuil kota (seperti di Erekh dan ‘Ukair). Setelah singgungan naskah Sharkalisharri ziggurat di Babel, yang dikemukakan kemudian adalah yang berhubungan dengan pemugarannya oleh Esarhadon thn 681-665 sM. Hal ini disebut Etemenanki dalam buah Sumer (’ pembangunan dasar panggung langit dan bumi’) dan dihubungkan
Sangat mungkin bahwa bangunan yang dianggap keramat itu meniru suatu bangunan yang lebih tua. Menara ini mengalami kerusakan besar dalam perang thn 652-648 sM, tapi diperbaiki lagi oleh Nebukadnezar II (605-562 sM). Bangunan inilah yang sebagian ditemukan oleh Koldewey pada thn 1899. Herodotus, sewaktu perkunjungannya kr 460 sM, menceritakan tentang bangunan ini, yang juga dibicarakannya dalam suatu papan (tablet) dengan tulisan Mesir kuno dari thn 229 sM (Louvre, AO 6555). Dengan demikian dimungkinkanlah membuat gambar menara berikutnya.
Lantai dasar menara itu berukuran 90 X 90 m dan tingginya 30 m. Di atas lantai dasar itu dibangun lima lantai, tiap lantai tingginya 6-18 m. Makin ke atas makin kecil ukuran lantai-lantai itu. Sebagai mahkota dari bangunan itu, pada tingkat yang paling atas adalah bangunan kuil, yang dalam anggapan zaman itu menjadi tempat kehadiran sang dewa bila berurusan dengan manusia. Sarana penghubung adalah tangga atau jalan landai. Bagan paling akhir dari suatu ziggurat bertingkat tujuh menunjukkan bahwa tingginya adalah sama dengan lebar dasarnya, dengan suatu kuil berbentuk kubus terletak di puncaknya. Ziggurat-ziggurat yang serupa terdapat di Asyur, Ur, Calah, Erekh dan di Niniwe.
Ziggurat Babel dirusak oleh Xerxes pada tahun 472 sM. Aleksander membersihkan puing-puingnya dengan maksud membangunnya kembali, tapi urung karena ia meninggal. Patok-patok batasnya kemudian dibuang oleh penduduk setempat, dan kini tempat dari apa yang disebut Etemenanki itu adalah suatu lubang (Es-Sahn) yang dalamnya sama dengan tinggi bangunan asli.
Para pelancong pada segala abad selalu berusaha menemukan tempat menara Babel yang telah menjadi puing itu. Ada yang menyamakannya dengan Es-Sahn tadi, yang lain menyamakannya dengan sisa-sisa yang telah menjadi seperti kasa, yakni sisa-sisa dari ziggurat yang masih ada di Borsippa (mod Birs Nimrud), 11 km di sebelah tenggara Babel, kemungkinan dari zaman Neo-Babilonia. Dugaan lain berkata bahwa tempat menara seperti yang disinggung dalam Alkitab, adalah di Dur-Kurigalzu (Aqar Quf), di sebelah barat Bagdad. Tapi kota ini dibangun kira-kira 1400 sM. Yang dapat dikatakan dengan pasti adalah, bahwa cerita Kitab Kej tentang menara adalah bersifat sejarah yang dapat dipercaya mengenai bangunan-bangunan yang tidak bisa ditemui lagi.
Beberapa ahli menghubungkan penglihatan Yakub tentang tangga dan ‘pintu gerbang ke sorga’ (Kej. 28:11-18) dengan suatu ziggurat seperti pernah dibangun di Babel.
Menurut Kejadian 11:9, campur tangan Allah dalam pembangunan Babel mengakibatkan kekacauan buah-buah dan kemudian penyebaran manusia, mungkin pada zaman Peleg (Kej.. 10:25).
Babel telah menjadi lambang kecongkakan manusia dan kejatuhannya yang tidak dapat dihindari.
Sumber: Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Software Sabda 4)
DTS