Ibrani “ba’al” berarti tuan, pemilik atau suami. Dalam bentuk jamak, misal Baal-Peor, Baal-Berit, arti pertama ‘tuan’ mungkin masih terkandung. Tapi umumnya dalam PL Baal adalah nama suatu ilah, yaitu Hadad ilah badai, ilah paling penting yg disembah oleh orang Kanaan. Tidak jelas sampai berapa jauh Baal-baal lokal disamakan atau dibedakan dari Hadad. Baal yg dihadapi Elia di Karmel mungkin Melgart, ilah dari Tirus (1Raj. 18). Pemakaian bentuk jamak (be’alim) dalam PL (mis. 1Raj. 18:18) memberi kesan bahwa lebih dari satu Baal dibeda-bedakan, tapi konsep keilahian antara orang kafir memang kabur.
Penyembahan kepada Baal mempengaruhi dan sekaligus mempertentangkan penyembahan Yahweh sepanjang sejarah Israel. Apa yg dikatakan PL mengenai Baal, bisa kita lengkapi dengan informasi dari Ras Syamra. Istri Baal, Astarte (asyera), disebut anak Dagon: ilah-ilah alam, yg dalam dongeng dikatakan melawan maut, ketidaksuburan dan air bah, sampai menang dan menjadi raja para dewa.
Tuhan (Yahweh) adalah ‘Tuan’ dan ‘Suami’ bagi bangsa Israel. Dalam makna itu orang Israel kadang-kadang menyebut Allah ‘Baal’, tapi sama sekali tidak mengandung maksud yg jelek. Namun demikian, penyebutan itu jelas mengacaukan pemujaan kepada Yahweh dengan upacara-upacara Baal. Dengan demikian menjadi penting sekali untuk menyebut Allah dengan sebutan yg lain, dan ‘isy suatu kata yg berarti suami, diusulkan (Hos. 2:16-17). Setelah sebutan ‘Baal’ tidak lagi dipakai bagi Yahweh, maka nama-nama khusus yg memuat kata itu agaknya disalahartikan. Jadi bosyet (‘malu’) cenderung menggantikan ba’al dalam nama-nama khusus yg demikian itu. Justru Esybaal dan Meribaal (1Taw. 8:33-34) lebih dikenal sebagai Isyboset (2Sam. 2:8) dan Mefiboset (2Sam. 9:6).
Kata Baal satu dua kali juga dipakai sebagai nama orang dan nama tempat (bdk. 1Taw. 5:5; 4:33).
Sumber: Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Software Sabda 4)