Alkitab mencatat tentang kelahiran anak pertama dari Adam dan Hawa yang diberi nama Kain. Salah satu yang menarik dari nama Kain ini adalah Hawa yang langsung memberikan nama bagi anaknya dan memberikan ekspresi ucapan langsung, “Aku telah mendapatkan seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan’. Biasanya pemberian nama diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya, namun pada kasus ini Hawa, ibunya yang memberi nama anaknya. Apakah signifikansi arti nama ’Kain’?
Secara etimologis nama “Kain” (qayin) di Kej. 4:1 ini cukup problematis. Beberapa usulan yang sempat mencuat ke permukaan antara lain dari bahasa Arab qaynun atau bahasa Aramik qênāyā’/qênā’â yang berarti “tukang besi”. Keberadaan salah seorang keturunan Kain sebagai bapa tukang besi (4:22) dan pemunculan nama Kenan (5:12-14) mungkin member dukungan pada dugaan ini. Selain itu, di 2 Samuel 21:16 kata qayin juga muncul dan merujuk pada tombak (yang terbuat dari besi).
Satu-satunya kesulitan dari usulan di atas adalah kesesuaian dengan ucapan Hawa pada saat melahirkan Kain. Para penafsir biasanya meyakini bahwa pemberian nama di dalam Alkitab memiliki keterkaitan secara khusus dengan ucapan tertentu yang disampaikan pada saat pemberian nama dilakukan. Apakah ada keterkaitan arti antara “tukang besi” dan ucapan Hawa di 4:1? Jawaban bagi pertanyaan ini tanpaknya negatif. Nama qayin (Kain) sangat mungkin hanya dimaksudkan sebagai permainan bunyi dengan kata qānîtî (“melahirkan”). Tidak ada keterkaitan dari sisi makna. Ini hanyalah permainan bunyi, sama sekali pemberian nama pada Set (4:25), Nuh (5:29), Lewi (29:34), Yehuda (29:35), dsb.
Isu lain seputar kelahiran Kain yang banyak mengundang perdebatan adalah maksud dari ucapan Hawa. Sebagian penafsir memahami ucapan Hawa secara positif, dalam arti Hawa mengakui bahwa ia mendapatkan seorang laki-laki dengan pertolongan TUHAN (LAI:TB/RSV/NRSV/NIV/NJB/ESV) atau dari TUHAN (KJV). Pertolongan ilahi ini memampukan dia untuk menggenapi janji TUHAN di 3:15 untuk meremukkan kepala ular.
Dewasa ini sebagian penafsir mulai mengritisi pandangan seperti di atas. Yang paling terkenal adalah Martin Luther. Para ahli lain mengikuti jejak Luther dengan menafsirkan ucapan Hawa di 4:1 sebagai bukti arogansi Hawa yang ingin menyamai TUHAN atau, paling tidak, berusaha membantu TUHAN menggenapi rencana-Nya. Sesuai dengan pemilihan kata dan tata bahasa di 4:1b, mereka mengusulkan bahwa ucapan Hawa seharusnya diterjemahkan secara negatif sebagai berikut: “aku telah menciptakan laki-laki [dewasa] setara dengan TUHAN”.
Ada beberapa petunjuk dalam Alkitab yang tampaknya memang mengarah pada hal ini. Pertama, kontras antara ucapan Hawa di 4:1 dan 4:25. Pada bagian akhir pasal ini ucapan Hawa jelas terlihat positif. Ia mengakui bahwa subyek utama adalah TUHAN (4:25 “Allah telah mengaruniakan”), sedangkan ucapan di 4:1 terkesan lebih anthroposentris (“aku telah melahirkan”). Pemunculan kata ’îš (versi Inggris “laki-laki [dewasa]”, kontra LAI:TB “anak laki-laki”) di 4:1 berbeda dengan zera‘ (“keturunan”) di 4:25. Perubahan dari ’îš ke zera‘ ini sangat mungkin menyiratkan pertobatan Hawa. Ia menyadari bahwa ia tidak mampu menghasilkan seorang yang kuat (“laki-laki dewasa”). TUHANlah yang memberikan keturunan untuk menggenapi janji-Nya di 3:15.
Sejauh ini kontras antara 4:1 dan 4:25 merupakan argumen yang sangat kuat. Mereka yang menolaknya pun tidak ada yang berhasil memberikan penjelasan memuaskan mengapa dua ucapan Hawa sangat kontras. Pembunuhan Habel oleh Kain sangat mungkin telah menyadarkan Hawa dari rasa percaya dirinya yang berlebihan.
Bersambung………