Apakah yang dimaksud dengan penolong yang sepadan? (Kejadian 2:18)

Posted on 30/04/2017 | In Do You Know ? | Leave a comment

Dalam Kej. 2:8-14 diceritakan bahwa Allah menyediakan taman yang indah dengan segala buah yang melimpah di dalamnya. Dalam bagian selanjutnya Allah juga mempersiapkan penolong yang sepadan bagi Adam (2:18, 20). Jelas dipahami bahwa ide memberikan ‘penolong yang sepadan’ buat Adam merupakan inisiatif Allah. Beberapa petunjuk mengarah pada hal ini: “Allah berkata” (2:18), “Allah membentuk” (2:19), “Allah membuat manusia tertidur” (2:20), “Allah membangun seorang perempuan” (2:22).

Pernyataan Allah yang menyatakan bahwa ‘penolong yang sepadan’ itu adalah seorang perempuan atau wanita, merupakan sebuah konsep yang unik. Hal ini akan semakin nampak sangat unik jika kita membandingkannya dengan sikap paternalistik Yahudi yang seringkali sangat merendahkan dan mengeksploitasi perempuan (bdk. Ul 24:1-4). Kisah ini juga menarik jika dikontraskan dengan kosmologi kuno. Dalam berbagai mitos kuno, pemunculan figur perempuan dalam kisah penciptaan bisa dikatakan hampir tidak ada. Kalau pun perempuan pernah disinggung, tetapi penciptaan perempuan secara khusus tidak pernah dibahas sama sekali.

Dengan demikian apakah yang dimaksud Allah dengan mengatakan ‘penolong yang sepadan’ buat Adam dalam Kej. 2:18?

Ada yang menarik dalam bagian ini: untuk pertama kali Allah melihat hasil ciptaan-Nya dan mengatakan “tidak baik” (2:18). Sebelumnya, setiap ciptaan pasti baik (1:4, 10, 12, 18, 21, 25), bahkan keseluruhan ciptaan adalah sungguh amat baik (1:31). Penilaian “tidak baik” di sini tampaknya mendapat penekanan khusus, yang terlihat dari posisi frase ini di bagian awal perkataan TUHAN Allah.

Penilaian ini mengajarkan beberapa hal yang penting. Pertama, kebaikan adalah kesempurnaan. Laut tanpa ikan, cakrawala tanpa burung dan benda penerang, darat tanpa tanaman, binatang darat, dan manusia adalah tidak sempurna. Begitu pula laki-laki tanpa perempuan juga tidak sempurna. Kesempurnaan ini tentu saja diukur dari rencana penciptaan. Apa saja yang tidak sesuai rencana Allah adalah tidak sempurna. Karena dari awal Allah sudah merencanakan agar manusia berkembang biak dan memenuhi bumi serta menguasainya (1:26, 28), maka keberadaan perempuan merupakan sebuah keharusan dalam rencana tersebut. Ketidakadaan perempuan menyebabkan ketidakbaikan.

Kedua, penilaian adalah hak prerogatif Allah. Teks tidak memberi petunjuk apa pun bahwa Adamlah yang pertama kali merasakan kesepian, lalu ia menyampaikan hal itu kepada Allah. Allah tidak meminta pertimbangan Adam. Yang disorot justru adalah inisiatif Allah dalam menilai sesuatu, entah hasil penilaian itu baik atau tidak baik. Manusia tidak berhak mengambil alih tugas ini (bdk. 3:6). Dalam kisah ini Adam berperan sangat pasif. Kalau pun ia menamai binatang-binatang (2:19), tetapi hal itu pun merupakan inisiatif dari Allah (2:19 “Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya”).

Penggunaan kata ganti orang ke-1 tunggal di 2:18b (“Aku akan menjadikan...”) merupakan catatan yang menarik untuk diperhatikan. Pada kisah penciptaan manusia di 2:5-7 dan binatang di 2:19-20 kata ganti yang dipakai adalah kata ganti orang ke-3. Penggunaan kata “Aku” dalam cerita ini jelas dimaksudkan sebagai penegasan terhadap keunikan dan kehormatan perempuan di mata Allah.

Kata ganti tersebut juga menarik jika dibandingkan dengan kata ganti jamak (“Kita”) di 1:26. Bentuk jamak di 1:26 dipakai karena berkaitan dengan laki-laki dan perempuan (1:26-27). Bentuk tunggal di 2:18b sengaja digunakan di sini karena hanya berkaitan dengan penciptaan perempuan dan untuk menyesuaikan dengan kesendirian Adam di 2:18a. Cara pencatatan seperti ini sekali lagi mempertajam ide tentang manusia sebagai gambar Allah yang dalam banyak hal pasti merefleksikan Allah.

Allah ditampilkan bukan sekadar sebagai penilai, tetapi juga pemberi solusi. Ketika Ia menemukan sesuatu yang tidak baik, Ia langsung merespon dengan melakukan sesuatu. Sama seperti ketika bumi dalam keadaan kacau dan tidak siap didiami manusia (1:2) Allah segera mengatur segala sesuatu (1:3-25), kali ini pun Allah segera menyediakan penolong sepadan bagi Adam (2:18b) supaya ketidakbaikan berubah menjadi kebaikan.

Posisi Hawa sebagai “penolong” (‘ēzer) telah menimbulkan banyak perdebatan. Dalam hal apa Hawa akan menjadi penolong? Beberapa penafsir menduga Hawa adalah penolong dalam menjaga dan memelihara taman (2:15). Yang lain mengusulkan penolong dalam hal melahirkan keturunan (1:28). Yang lain lagi memilih untuk tidak membatasi bentuk pertolongan yang bisa diberikan oleh Hawa (bdk. Pkt 4:9-10; Ams 31:10-31).

Walaupun dalam perkembangan selanjutnya dan dalam realitas sehari-hari perempuan memberikan banyak pertolongan kepada laki-laki, tetapi makna utama yang ingin disampaikan di 2:18b tampaknya berhubungan dengan tugas perempuan dalam menghasilkan keturunan. Hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan laki-laki dan perempuan di 1:26-28. Dukungan lain didapat dari kisah selanjutnya di pasal 3. Allah menjanjikan bahwa keturunan perempuan akan menghancurkan kepala ular. Dari sisi bahasa Ibrani yang dipakai terdapat permainan kata yang jelas antara zera’ (“keturunan”) dan ‘ēzer (“penolong”).

Posisi Hawa sebagai ‘ēzer harus dibedakan dengan pembantu. Dari sisi arti kata ‘ēzer maupun konteks Kejadian 1-2 tidak ada petunjuk yang mengarah pada inferioritas Hawa atas Adam. Kenyataannya, kata ‘ēzer dalam Alkitab justru seringkali dipakai untuk pihak yang lebih kuat. Dari 19 kali pemunculan kata ini, 16 di antaranya ditujukan pada TUHAN sebagai penolong umat-Nya (Kel 18:4; Ul 33:7, 26, 29; Mzm 33:20; 70:6; 115:9-11; 124:8; 146:5) atau pada suatu bangsa yang lebih kuat dari bangsa lain (Yes 30:5; Yeh 12:14; Hos 13:9). Penyelidikan yang obyektif dan komprehensif menunjukkan bahwa kata ‘ēzer pada dirinya sendiri tidak menyiratkan bahwa yang menolong adalah lebih kuat daripada yang ditolong. Kata ini hanya menunjukkan bahwa yang ditolong tidak memiliki kekuatan yang cukup, sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain (Yos 1:14; 10:4, 6; 1 Taw 12:17, 19, 21, 22).

Penjelasan di atas juga mendapatkan dukungan dari kata kěnegdô (“sepadan”) yang menerangkan ‘ēzer. Secara hurufiah kata ini berarti “seperti apa yang di hadapannya”. Kata yang hanya muncul dua kali (2:18, 20) ini menyiratkan makna kesejajaran. Perempuan tidak lebih rendah (inferior) atau lebih tinggi (superior) daripada laki-laki.

Kesejajaran tersebut tidak meniadakan perbedaan yang ada di antara mereka. Jenis kelamin mereka tetap berbeda. Dalam relasi keduanya pun Adam ditentukan sebagai kepala. Adam memberi nama kepada Hawa (3:20), sama seperti ia menamai binatang (2:19-20). Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah meminta pertanggungjawaban dari Adam lebih dahulu (3:9). Bagian Alkitab yang lain pun menegaskan bahwa laki-laki adalah kepala perempuan, karena Adam diciptakan lebih dahulu (1 Tim 2:13), Hawa berasal dari laki-laki (1 Kor 11:8), Hawa diciptakan untuk Adam, bukan sebaliknya (1 Kor 11:9).               

NK_P

Nike Pamela