Firman Allah dalam Kej. 6:3 "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja" ini muncul setelah terjadi peristiwa anak-anak Allah (malaikat) kawin mengawin dengan anak-anak manusia (ay. 2). Dan pada saat yang sama juga hasil perkawinan itu dikatakan menghasilkan anak-anak (ay. 4). Firman yang dilontarkan Allah itu mengandung makna tentang adanya sesuatu ‘perubahan’ sebagai konsekuensi logis dari apa yang terjadi di ayat sebelumnya, yaitu ay. 2. Atau dengan kata lain, ucapan Tuhan itu merupakan suatu penghukuman atas perkawinan anak-anak manusia dengan anak-anak Allah.
ROH ALLAH atau ROH KEHIDUPAN?
Apakah yang dimaksud Roh pada kalimat Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia … dalam Kej. 6:3? Ada yang menafsirkan bahwa adanya hubungan antara dosa yang dilakukan manusia di ay. 2 mengakibatkan keputusan Tuhan untuk menarik Roh Kudus-Nya dalam diri umat manusia. Ada pula yang menafsirkan roh yang dimaksud merujuk pada kehadiran pribadi Allah seperti yang ada di Kej. 1:2 (Roh Allah melayang-layang di permukaan air). Namun penafsiran ini sangat membingungkan mengingat bagian selanjutnya justru menghubungkan antara roh dengan kondisi manusia yang adalah daging sekaligus terhubung dengan umur manusia. Jika memang berkaitan dengan umur manusia, maka ada kemungkinan roh yang dimaksud adalah nafas hidup.
Dalam dunia kuno, merupakan sebuah anggapan umum jika vitalitas hidup manusia berkaitan sangat bergantung pada hembusan dari nafas ilahi. Anggapan ini terus berlangsung bukan hanya di dunia Timur Dekat Kuno, tetapi juga di berlangsung di lingkaran masyarakat tertentu di dunia Yunani-Romawi. Dalam Alkitab, terutama dalam Kej. 2:7, dikatakan “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup nismat hayyim ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup nepes hayya.” Namun mungkin pembaca akan mempertanyakan, dalam Kej. 6:3, kata untuk ‘roh’ bukanlah memakai nismat maupun nepes, melainkan ruah. Jadi terjadi semacam perpindahan dari kata nismat dalam Kej. 2:7 menjadi ruah dalam Kej. 6:3. Dalam teks-teks Ibrani Alkitab, kata ‘nafas’ dan ‘roh’ seringkali dipakai secara bergantian.Ada beberapa contoh:
Kej. 6:17 Sebab sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa (ruah hayyim) di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa.
Kej. 7:15 dari segala yang hidup dan bernyawa (ruah hayyim) datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu.
Penggunaan ruah hayyim pada 2 ayat di atas merupakan kombinasi dari penggunaan ruah di Kej. 6:3 dan hayyim di Kej. 2:7.
Yang paling menarik adalah kemunculan 3 kata dalam Kej. 7:22 “matilah segala yang ada nafas hidup dalam hidungnya (nismat ruah hayyim), segala yang ada di darat.” Kej. 7:22 memakai semua kata baik yang ada di Kej. 6:3 (ruah) dan Kej. 2:7 (nismat hayyim).
Bagaimana dengan kata nepes yang muncul di Kej. 2:7? Dalam Ayub 12:10 dan Yes. 26:9, kata nepes dipakai secara paralel dengan ruah.
Ayub 12:10 bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa (nepes) segala yang hidup dan nafas (ruah) setiap manusia?
Yes. 26:9a Dengan segenap jiwa (nepes) aku merindukan Engkau pada waktu malam, juga dengan sepenuh hati (ruah) aku mencari Engkau pada waktu pagi;
Dengan semua pemaparan di atas, roh yang dimaksud dalam Kej. 6:3 merujuk pada nafas kehidupan yang diberikan kepada manusia selama manusia itu hidup.
NK_P