Dalam berbagai seminar tentang homoseksualitas yang saya lakukan, pertanyaan ini hampir selalu diutarakan. Ini merupakan sebuah pertanyaan yang wajar. Sebagian orang Kristen memang sungguh-sungguh bergumul dengan dorongan homoseksual di dalam diri mereka.
Untuk menjawab pertanyaan di atas secara memadai, kita pertama-tama perlu memahami bahwa keanggotaan gereja lokal merupakan pengakuan terhadap keanggotaan gereja secara universal. Gereja lokal tidak berhak memberikan keanggotaan, melainkan hanya mengakui hal tersebut. Jika seseorang secara sungguh-sungguh telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, orang itu termasuk anggota gereja universal di mana Kristus merupakan Kepala Gereja (Ef 1:22; 4:15). Sebagai pengakuan terhadap hal itu, dan juga sebagai sarana pertumbuhan rohani orang itu, ia perlu dilekatkan pada gereja lokal tertentu.
Nah, seorang homoseksual perlu mengoreksi diri apakah dia benar-benar sudah mengakui keberdosaannya dan mau bergumul untuk memerangi dorongan seksual yang menyimpang tersebut. Apabila dia tetap bersikukuh pada gaya hidup homoseksualnya, kita perlu mempertanyakan kesungguhan pertobatannya. Sejak semula Allah telah merancangkan relasi heteroseksual monogamis (antara satu laki-laki dan satu perempuan). Dosa telah merusak tatanan ideal ini. Homoseksualitas merupakan salah satu bukti kerusakan tersebut. Homoseksualitas bukanlah persetubuhan yang wajar, dalam arti menyalahi natur manusia sebagaimana dinyatakan dalam kisah penciptaan (Rm 1:26-27). Hidup dalam dosa tertentu – termasuk homoseksualitas – merupakan tanda bahwa seseorang belum mengalami pertobatan yang sejati (1 Yoh 3:9). Jika ini yang terjadi, gereja lokal tidak berhak memberikan pengakuan keanggotaan gereja universal bagi orang itu. Prinsip ini berlaku bagi siapa saja yang hidup di dalam dosa, tidak terbatas pada LGBT.
Bagi LGBT yang menyadari kesalahannya dan mau berbenah, itu merupakan suatu tanda positif. Beberapa kaum homoseksual yang bertobat memang mengalami perubahan dorongan dan perilaku seksual. Mereka benar-benar terbebas dari dorongan homoseksual. Bagi yang lain, mereka masih tetap bergumul dengan orientasi seksual yang menyimpang ini. Perilaku homoseksual sudah ditanggalkan, tetapi dorongan ke arah sana tidak kunjung sirna. Mereka bahkan kadangkala masih jatuh pada perilaku homoseksual.
Terhadap kelompok LGBT yang seperti ini, kita perlu memberikan respons yang berbeda. Memiliki dorongan tertentu pada dirinya sendiri bukanlah dosa. Dosa baru terjadi apabila keinginan itu telah dibuahi (Yak 1:15). Selama dorongan seksual itu tetap dilawan dan dikontrol, hal itu merupakan pergumulan wajar bagi semua orang Kristen. Setiap kita memiliki area kelemahan tertentu yang sukar untuk dipadamkan secara total. Mungkin itu ketamakan, kesombongan, kemarahan, egoisme, atau hawa nafsu yang lain. Dorongan homoseksual hanyalah salah satu hawa nafsu yang menjadi perjuangan terberat bagi sebagian orang. Yang menjadi kunci di sini adalah kesadaran bahwa tubuh kita sudah ditebus oleh Kristus dan patut dipakai untuk kemuliaan-Nya (1 Kor 6:12-20). Oleh anugerah Allah, kita berusaha mematikan tubuh yang lama yang dikuasai oleh dosa (Rm 6:1-14).
Bagi mereka yang mau memerangi dorongan homoseksual dalam diri mereka, gereja harus menyediakan atmosfir yang terbuka dan penuh kasih. Gereja patut menyediakan bimbingan yang tepat dan terarah. Mereka adalah bagian dari tubuh Kristus yang perlu ditopang dan menopang, diterima dan menerima, dikasihi dan mengasihi. Soli Deo Gloria.