Supaya hal ini menjadi lebih jelas, marilah kita meneliti bagaiman kiranya kebenaran manusia selama hidupnya. Kita bisa membagi manusia itu menjadi empat gelombang. Sebab manusia : a) karna tidak di perlengkapi dengan pengetahuan akan Allah, terbenam dalam penyembahan berhala; atau b) memang diberi tahu mengenai rahasia-rahasia iman tetapi karena kehidupannya penuh kecemaran, dengan perbuatannya mengingkar Allah yang dia akui dengan bibir, dan hanya oleh namanya saja orang Kristen; atau c) adalah orang munafik yang menutupi kejahatan hatinya dengan berpura-pura; atau d) dilahirkan kembali oleh Roh Allah dan menjalani kesalehan hidup yang benar.
Dalam golongan pertama, bila harus dinilai menurut bakat-bakat mereka yang kodrati, tak akan terdapat sepercik pun kebaikan dari ubun-ubun kepala sampai ujung kaki. Tetapi kalau ada di antara mereka yang menonjol kerena kesopanan tingkah lakunya, maka perlu diamati baik-baik dari sikap hati yang bagaimana perbuatan-perbuatan itu timbul. Saya tidak mengingkari bahwa semua bakat yang unggul yang tampak pada orang tidak percaya adalah pemberian Allah pula. Sebab saya tidak sedemikian jauh menyimpang dari pendapat umum hingga saya berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara sikap adil, sederhana, dan bijaksana seorang Titus dengan watak Kaisar Nero yang gila tak terkendali serta kejam. Atau antara sikap yang menaati dengan sikap yang meremehkan undng-undang. Sebab tidak ada ketertiban di dunia ini kalau kita mencampurkan hal-hal itu? Semua kebajikan atau lebih tepat, rupa lahir dari kebajikan (kebajikan sejak lahir) adalah pemberian Allah. Sebab memang tak ada yang pantas dipuji, yang tidak datang dari dia.
Meskipun begitu, benar juga apa yang di tulis oleh Augustinus, yaitu bahwa semua orang yang terasing dari ibadah kepada Allah yang Esa, sekalipun dianggap pantas dikagumi karena harumnya kebajikan mereka, tidak layak mendapat imbalan, bahkan harus mendapat hukuman, oleh karena mereka mengotori pemberian-pemberian Allah yang suci dengan kecemaran hati mereka. Hal-hal yang benar senantiasa bertujuan supaya Allah dilayani; segala sesuatu yang diarahkan ke tujuan lain, sudah sewajarnya kehilangan nama kebenaran. Dan karena mereka tidak memperhatikan tujuan yang ditetapkan oleh hikmat Allah, maka karya mereka meskipun tampaknya dilaksanakan dengan baik, adalah dosa, sebab maksudnya jahat. Sebab kesetiaan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tidaklah diukur menurut perbuatan-perbuatan, tetapi menurut maksud Allah. Augustinus berkata: agama kita membedakan yang benar dari yang tidak benar bukan menurut patokan perbuatan, melainkan menurut patokan iman.
Dari hal ini dengan mudah kita lihat bahwa terkutuklah segala sesuatu yang dipikirkan manusia, dipertimbangkan dan dilaksanakannya sebelum ia diperdamaikan dengan Allah oleh iman. Semuanya itu tidak mempunyai nilai bagi kebenaran, bahkan tentu patut dihukum.
Di mana-mana Alkitab menyatakan bhawa Allah tidak mendapati apa-apa di dalam manusia yang mendorong Dia untuk berbuat baik kepadanya. Bagaimana orang mati punya kuasa untuk hidup kembali? Sebab kodrat kita sedemikian rupa hingga lebih gampang memeras minyak dari batu dari pada memeras perbuatan baik dari kita.
Hal ini berlaku juga bagi golongan manusia yang kedua dan yang ketiga seperti yang disebut dalam bagian sebelumnya. Sebab tidak murninya hati sanubari mereka membuktikan bahwa kedua golongan itu belum dilahirkan kembali oleh roh Allah. Bahwasanya dalam diri mereka tidak ada kelahiran kembali, memperlihatkan lagi tak ada iman. Dari hal itu ternyata mereka belum diperdamaikan oleh Allah, dan belum dibenarkan di hadirat-Nya; sebab hal-hal ini hanya diperoleh melalui iman. Begitu orang yang paling jahat pun memenuhi satu dua kewajiban Hukum Allah, maka segera ia yakin bahwa hal itu akan diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Akan tetapi, Tuhan mengingkarinya dan berkata bahwa dari hal itu tak akan diperolehnya penyucian kecuali jika sebelumnya hatinya benar-benar disucikan.
Maka biarlah orang-orang munafik pergi saja dan, dengan tetap menyimpan kejahatan mereka di dalam hati, berusaha menyenangkan Allah dengan perbuatan-perbuatan mereka. Tetapi dengan cara ini, mereka akan makin menjengkelkan Dia. Sebab kurban orang fasik adalah kekejian bagi Tuhan, tetapi orang jujur dikenang-Nya (Ams 15:8). Jadi kita menetapkan sebagai sesuatu yang tak perlu diragukan, apa yang sepatutnya diketahui oleh orang yang tidak banyak pengetahuannya tentang Alkitab sekalipun: walaupun perbuatan-perbuatan pada orang-orang yang belum benar-benar disucikan itu cemerlang dengan kilauan yang paling indah sekalipun, namun perbuatan itu begitu jauh terpisah dari kebenaran di hadirat Tuhan, sehingga dianggap dosa. Orang tidak akan memperoleh anugerah Allah melalui perbuatan; sebaliknya perbuatan itu baru berkenan kepada Allah bila sebelumnya orangnya sudah mendapat anugerah dalam pandangannya.
Sumber: Institutio (Yohanes Calvin)