The Path to the Cross 2: His Anointing (Yohanes 12:1-8)

Posted on 06/04/2014 | In Teaching | Leave a comment

Apa yang dilakukan Maria kepada Yesus dalam peristiwa ini pasti mengingatkan kita pada kisah yang mirip di kitab injil yang lain di Lukas Matius 26:6-13, Markus 14:3-9, dan Lukas 7:36-50. Sebagian penafsir meyakini bahwa empat catatan ini berbicara tentang peristiwa yang sama: pemilik rumah sama-sama bernama ‘Simon’ (Luk 7:40; Mat 26:6; Mar 14:3); sama-sama terjadi pada saat perjamuan makan; pengurapan oleh seorang perempuan di depan publik merupakan hal yang tidak biasa menurut budaya waktu itu; sama-sama menyeka kaki Tuhan dengan rambutnya, sesuatu yang juga tidak biasa secara kultural.

Argumen di atas sebenarnya tidak terlalu meyakinkan. Nama ‘Simon’ adalah sangat populer (nama pasaran), sehingga mudah menemukan banyak orang dengan nama seperti itu. Situasi pada saat perjamuan makan juga tidak unik, karena Yesus memang sering bersosialisasi melalui perjamuan makan, bahkan Ia dituduh sebagai pelahap dan peminum (Mat 11:19; Luk 7:34). Sehubungan dengan tindakan yang aneh secara kultural, orang kadangkala berani mengekspresikan diri perasaan mereka yang terdalam melalui cara-cara yang tidak biasa. Di samping itu, penyelidikan yang lebih seksama juga menunjukkan bahwa pengurapan oleh perempuan berdosa di Lukas 7:36-50 sangat berbeda dengan catatan-catatan lain yang memang paralel. Perhatikan tabel berikut ini:

Lukas

Matius, Markus, Yohanes

Di rumah seorang Farisi (Luk 7:40)

Di rumah Simon (Mat 26:6; Mar 14:3)

Nama kota tidak disebutkan

Betania (Mat 26:6; Mar 14:3; Yoh 12:1)

Kualitas minyak wangi tidak disebutkan (Luk 7:37)

Kualitas minyak disebutkan (Mat 26:7; Mar 14:3; Yoh 12:3)

Harga minyak wangi tidak disebutkan (Luk 7:37)

Harganya mahal (Mat 26:9), sekitar 300 dinar (Mar 14:5; Yoh 12:5)

Terjadi di awal pelayanan Yesus

Terjadi di akhir pelayanan Yesus

Kritikan terhadap pengurapan dikaitkan dengan kredibilitas Yesus sebagai nabi (Luk 7:39)

Kritikan dikaitkan dengan pemborosan (Mat 26:8-9; Mar 14:4-5)

Respon Yesus terhadap kritikan tidak dikaitkan dengan orang miskin maupun kematian-Nya (Luk 7:41-50)

Respon Yesus berhubungan dengan orang miskin dan kematian-Nya (Mat 26:11-12; Mar 14:7-8; Yoh 12:6-7)

 

Latar belakang cerita (ayat 1-2)

Penulis Injil Yohanes tampaknya ingin menekankan bahwa kisah pengurapan Yesus oleh Maria sangat berhubungan dengan apa yang dialami oleh Lazarus. Kalau sebelumnya Betania diterangkan sebagai ‘kampung Maria dan adiknya Marta’ (11:1), sekarang Betania disebut ‘tempat tinggal Lazarus’ (12:1). Lazarus dijelaskan sebagai orang yang dibangkitkan oleh Yesus (12:1b), padahal peristiwa kebangkitan itu sendiri baru saja dikisahkan di pasal 11. Lazarus perlu disebutkan namanya sebagai salah seorang yang turut dalam perjamuan makan (12:2), padahal perjamuan ini memang diadakan dalam kaitan dengan kebangkitannya. Lazarus sudah pasti ada dalam perjamuan itu! Jika kita ikut memperhitungkan catatan di Injil Matius dan Markus bahwa perjamuan ini diadakan di rumah Simon (mantan penderita kusta yang disembuhkan oleh Yesus?), kita tambah mengerti mengapa nama Simon tidak muncul dalam catatan di Injil Yohanes: penulisnya ingin mengedepankan keterkaitan antara perjamuan makan di sini dengan Lazarus. Keutamaan Lazarus di bagian awal kisah ini menjadi lebih kentara apabila kita menyadari bahwa dalam kisah ini ia sama sekali tidak mengucapkan atau melakukan tindakan apapun (kecuali duduk makan di ayat 2).

Di awal cerita perjamuan makan, hanya nama Lazarus dan Marta yang muncul. Tidak ada Maria di sana. Hal ini memang disengaja, karena penulis Injil Yohanes ingin memberikan tempat khusus bagi Maria di ayat selanjutnya (12:3).

Ucapan syukur yang besar (ayat 3)

Penerjemah LAI:TB memilih untuk memulai ayat ini dengan kata sambung ‘maka’ (juga KJV/NIV/NLT). Beberapa versi bahkan tidak memberikan kata sambung apapun (RSV/NRSV/NJB) . Dalam teks Yunani, kata sambung yang digunakan adalah oun. Berdasarkan pemakaiannya secara umum, kata sambung ini seharusnya diterjemahkan ‘karena itu’ (NASB/ESV). Jika kita memilih terjemahan ini, maka keterkaitan antara tindakan Maria di ayat 3 dengan bagian sebelumnya menjadi semakin jelas: melihat Lazarus sekarang masih hidup dan duduk bersama Yesus (ayat 2b), Maria meresponi hal itu dengan sebuah tindakan yang luar biasa. Jadi, apa yang dilakukan Maria merupakan bentuk ucapan syukur atas kebangkitan Lazarus.

Bukan hanya atas kebangkitan Lazarus, tetapi juga atas kasih Yesus yang besar bagi keluarga Maria. Para pembaca pasti tidak akan gagal untuk mengaitkan tindakan Maria dengan ikatan kasih yang besar antara Yesus dan keluarga Betania yang dikisahkan di pasal sebelumnya. Lazarus disebut dengan ‘dia yang Kau kasihi’ (11:3).  Yesus mengasihi Maria, Marta, dan Lazarus (11:5). Lazarus dianggap sebagai sahabat (11:11, semua versi Inggris; LAI:TB ‘saudara’). Yesus bahkan tidak malu mengungkapkan keharuan dan kesedihannya atas kematian Lazarus di depan umum (11:33, 35). Orang-orang Yahudi pun diyakinkan betapa Yesus sangat mengasihi keluarga Betania (11:36). Rujukan yang eksplisit dan berkali-kali tentang kasih Yesus kepada keluarga Betania menunjukkan bahwa kebangkitan Lazarus tidak dapat dipisahkan dari kasih Yesus kepada keluarga Betania.

Seberapa besar Maria mengasihi Yesus? Kita tidak dapat membaca kedalaman hati Maria, tetapi kita bisa menebak kualitas kasih itu berdasarkan tindakan konkrit yang ia tunjukkan. Maria rela mengorbankan sesuatu yang sangat berharga. Minyak wangi (myron) yang ia curahkan adalah dari jenis narwastu (nardos). Jenis ini berasal dari tanaman khusus yang ada di sebelah timur India, di daerah Himalaya. Minyak wangi narwastu hanya digunakan untuk proses peminyakan yang sangat khusus, misalnya pernikahan atau pemakaman yang spesial. Pendeknya, ini bukan parfum untuk acara pesta yang biasanya.

Penulis Injil Yohanes juga menambahkan keterangan bahwa minyak narwastu ini adalah murni (pistikos) dan mahal (polytimos). Penambahan pistikos berhubungan dengan kebiasaan beberapa orang pada waktu itu untuk memalsukan atau mencampur dengan bahan lain. Apa yang Maria miliki adalah yang murni. Kata sifat polytimos bisa berarti ‘mahal’ (dari sisi harga, Mar 13:46) atau ‘berharga’ (dari sisi nilai, 1 Pet 1:7). Karena kita tidak mengetahui seberapa besar nilai penting minyak narwastu tersebut bagi Maria, kita sebaiknya membatasi diri pada pilihan pertama, yaitu dari sisi harga. Menilik tempat asal yang jauh dan kekhususan tanaman narwastu, harga yang mahal merupakan sesuatu yang sangat bisa dipahami. Yudas sendiri memperkirakan minyak itu senilai 300 dinar (12:5) atau upah pekerja selama setahun (tanpa menghitung Hari Sabat dan hari raya Yahudi).

Beberapa penafsir menduga minyak yang digunakan Maria adalah sisa dari minyak untuk penguburan Lazarus di pasal 11. Dari catatan Injil Yohanes kita sulit membenarkan maupun menyanggah dugaan ini. Seandainya dibandingkan dengan catatan lain, kita dengan pasti dapat mengabaikan teori tersebut, karena minyak dan isinya memang masih baru, sehingga perlu dipecahkan pada bagian leher botol (Mar 14:3).

Kualitas kasih Maria tidak hanya tersirat dari jenis minyak yang diberikan, melainkan juga dari jumlah yang digunakan. Jumlah minyak itu adalah setengah kati (litra). Litra adalah satuan jumlah/berat dalam budaya Romawi yang kurang lebih setara dengan 0,3 liter. Untuk ukuran parfum, jumlah ini jelas sudah sangat berlebihan. Penulis Injil Yohanes bahkan menceritakan bahwa Maria perlu menyeka lelehan minyak yang ada di kaki Tuhan Yesus dengan rambutnya. Jika perlu diseka, itu pasti menyiratkan jumlah lelehan yang cukup banyak. Tidak heran, bau minyak semerbak di rumah itu (lit. ‘rumah itu dipenuhi oleh bau minyak’).

Tidak hanya dari jenis dan jumlah minyak yang ia gunakan, cara Maria meminyaki Yesus juga mengekspresikan betapa besar kasihnya kepada Yesus. Ia meminyaki kaki Yesus dengan rambutnya. Sesuai dengan tradisi makan pada waktu itu, para laki-laki duduk di lantai di depan meja yang agak rendah berbentuk seperti huruf U dengan memposisikan kaki mereka ke belakang. Tata cara seperti ini memudahkan Maria untuk meminyaki kaki Yesus dari belakang.

Kita tidak perlu mempersoalkan bagian tubuh Yesus yang diurapi – entah kepala (Mat 26:7//Mar 14:3) atau kaki (Yoh 12:3) – karena Yesus sendiri mengatakan bahwa tubuh-Nya telah diurapi (Mat 26:12//Mar 14:8). Dari keterangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa minyak itu mula-mula dicurahkan di atas kepala, lalu turun ke seluruh badan dan kaki Yesus. Atau, setelah mencurahkan di atas kepala Yesus, Maria terus mencurahkan sisa minyak itu ke kaki Yesus. Dugaan mana pun yang benar, dalam Injil Yohanes, bagian tubuh yang difokuskan adalah kaki.

Tindakan Maria mungkin dikaitkan dengan teladan kerendahhatian yang akan ditunjukkan Yesus di pasal 13, yaitu pada saat Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Seperti sudah disiratkan dalam ucapan Yohanes [Pembaptis], menyentuh kaki seseorang merupakan tanda kehinaan (1:27). Untuk mempertegas motif ini, Yohanes 12:3 juga menambahkan bahwa Maria menyeka kaki Tuhan dengan rambutnya. Menurut budaya pada waktu itu, tindakan ini bisa sangat merendahkan Maria. Jika meminyaki kepala seorang tamu dengan minyak sudah merupakan tanda penghormatan (Mzm 23:5; Luk 7:44-46), apalagi meminyaki kaki lalu menyeka dengan rambut! Penghargaan tertinggi kepada Tuhan selalu dibarengi dengan perendahan diri kita yang maksimal.           

Kritikan yang memprihatinkan (ayat 4-6)

Dalam kisah ini Maria tidak dikontraskan dengan Marta (bdk. Luk 10:38-42), melainkan dengan Yudas Iskariot. Fokus kecaman Yudas bukanlah ketidakpantasan tindakan Maria dari sisi kultural. Ia memandang semuanya dari sisi materi. Begitulah orang yang menjadikan materi sebagai prioritas hidup! Kecintaan Yudas terhadap uang membuat dia menjadi pencuri (12:6). Ironisnya, ia bahkan tidak segan-segan memanfaatkan orang-orang miskin sebagai kedok untuk kepentingannya sendiri (12:6; bdk. 13:29). Dari kitab injil lain kita mengetahui bahwa motif di balik pengkhianatan Yudas juga adalah uang (Mat 26:15-16). 

Pada waktu Yudas mencuri uang kas yang sebagian diperuntukkan bagi orang miskin, Yudas telah melakukan dua hal: merampas hak orang-orang miskin dan memperlakukan dirinya sendiri sebagai orang yang miskin. Hal yang sama berlaku atas kita yang tidak mau berbagi harta dengan orang lain: kita telah merampas bagian orang yang seharusnya kita tolong, dan kita sendiri menganggap diri kita sebagai orang yang berkekurangan.

Sama seperti Iblis yang nanti merasuki pikiran dan hatinya (13:2, 27), Yudas mencuri (10:10) dan berdusta (8:44). Yesus bahkan pernah menyebut Yudas sebagai ‘Iblis’ (6:70). Tidak salah apabila Yudas disebut sebagai ‘anak kebinasaan’ (17:12, LAI:TB ‘yang ditentukan untuk binasa’).

Lebih daripada sekadar ucapan syukur (ayat 7-8)

Ayat 7 dipahami secara beragam oleh para penerjemah. Secara hurufiah ayat ini berarti ‘biarkanlah dia supaya ia memeliharanya/menyimpannya untuk hari penguburan-Ku’. Inti persoalan terletak pada kata ‘memeliharanya/menyimpannya’ (tērēsē auto, versi Inggris ‘keep it’). Ada tiga usulan utama: (1) Yesus melarang Maria menjual sisa minyak itu dan harus disimpan untuk penguburannya; (2) Yesus menjelaskan bahwa sejak awal Maria membeli minyak itu untuk penguburan-Nya; (3) Yesus memandang tindakan Maria sebagai antisipasi terhadap penguburan-Nya.

Tanpa bermaksud mengabaikan kompleksitas isu yang terkait, alternatif terakhir adalah yang paling memungkinkan (NLT ‘she did this in preparation for my burial’). Injil Yohanes memang pernah memberikan contoh bagaimana seseorang melakukan atau mengatakan sesuatu yang ternyata jauh melebihi daripada yang mampu dipahami oleh orang tersebut, misalnya perkataan Imam Besar Kayafas di 11:49-52. Demikian pula dengan Maria. Ia hanya memaksudkan pencurahan minyak sebagai wujud ucapan syukur atas kebangkitan Lazarus dan kasih Yesus kepada keluarganya, namun tanpa ia sadari ia telah melakukan sesuatu yang luar biasa, yaitu secara simbolis meminyaki tubuh Tuhan Yesus yang sebentar lagi akan mati dan dikuburkan.

Tafsiran di atas didukung oleh kemiripan antara tindakan Maria dan Nikodemus. Pada saat Tuhan Yesus dikuburkan, rempah-rempah dan minyak wangi yang digunakan Nikodemus untuk tubuh Yesus juga sangat berlimpah (19:39-40), sama seperti minyak narwastu Maria (12:3, 7). Walaupun jumlah persembahan Nikodemus dan Maria berbeda, tetapi keduanya sama-sama mengorbankan sesuatu yang besar.       

Ucapan Yesus di ayat 8 tidak boleh dipahami sebagai pengabaian terhadap orang-orang miskin. Para murid akan selalu memiliki kesempatan untuk menunjukkan kebaikan kepada orang-orang miskin, tetapi sebentar lagi mereka tidak akan melihat Yesus lagi. Para pemimpin Yahudi telah bermufakat untuk menangkap Dia (11:55-57). Yesus tidak melupakan orang-orang miskin, melainkan sedang menegaskan nilai penting dari sebuah peristiwa besar dalam sejarah: kematian-Nya yang menyelamatkan banyak orang (12:23-24, 32; lihat 1:29, 36).

Menjelang minggu-minggu sengsara ini, marilah kita bertanya pada diri sendiri: sejauh mana kita mensyukuri karya Allah dalam hidup kita? Sudahkah kita mewujudkan ucapan syukur itu melalui pengorbanan yang terbaik untuk kepentingan Kristus sama seperti yang dilakukan oleh Maria? Ataukah kita justru seperti Yudas Iskariot yang hanya memikirkan materi belaka? Kristus sudah mengorbankan diri-Nya bagi kita, lalu apa balasan kita? Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko