Keragaman seringkali menjadi ancaman bagi kesatuan. Ini terjadi karena banyak orang cenderung lebih mengedepankan perbedaan yang superfisial (hanya di permukaan) daripada menggali kesamaan yang lebih esensial (ada di dalam). Mereka lebih terpaku pada kuantitas perbedaan daripada kualitas kesamaan. Tidak heran, pertikaian muncul atas nama perbedaan.
Persoalan seperti ini sangat disayangkan. Satu kesamaan esensial seharusnya cukup untuk menyisihkan sepuluh perbedaan superfisial. Kesamaan secara spiritual seharusnya melampaui semua perbedaan rasial, personal, maupun kultural.
Kesamaan spiritual apa yang dimiliki oleh semua orang percaya? Bagaimana kita bisa memperoleh dan menikmati kesamaan tersebut?
Gereja adalah satu tubuh Kristus (ayat 12)
Kesatuan dan keragaman bukanlah musuh bebuyutan. Pada bagian sebelumnya Paulus sudah menerangkan bahwa kesatuan di dalam keragaman justru mencerminkan Allah Tritunggal (12:4-6). Keragaman karunia rohani berasal dari satu Roh yang sama (12:7-11). Untuk menerangkan kebenaran ini secara lebih sederhana, Paulus menggunakan metafora tubuh. Ayat 12 berbunyi: “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus”.
Metafora tubuh untuk menggambarkan kesatuan bukanlah hal yang asing. Banyak penulis Yunani-Romawi kuno yang menggunakannya. Pada umumnya mereka mengaitkannya dengan urusan politik atau negara. Jemaat di Korintus juga pasti sudah terbiasa dengan metafora ini.
Walaupun demikian, ada hal menarik dari cara Paulus menggunakan metafora tersebut di sini. Frasa “demikian pula Kristus” agak mengagetkan bagi pembaca yang cermat. Paulus tidak menulis: “demikian pula jemaat”. Bukankah dia sedang membicarakan tentang gereja (jemaat), bukan tentang Kristus?
Kunci untuk memahami hal ini terletak di ayat 27: “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”. “Kristus” di ayat 12 sinonim dengan “tubuh Kristus” di ayat 27. Maksudnya, seluruh jemaat adalah tubuh Kristus.
Paulus menggunakan ungkapan “adalah tubuh Kristus”. Bukan sekadar “adalah tubuh”. Bukan sembarang tubuh. Kristus menjadi kepala yang memimpin dan mempersatukan seluruh bagian tubuh (bdk. Ef. 4:15-16).
Hal lain yang perlu dicermati adalah kata “adalah” di ayat 27. Jemaat bukan sekadar “ibarat tubuh Kristus”, tetapi “adalah tubuh Kristus”. Dengan kata lain, yang Paulus sedang pikirkan di ayat 12 dan 27 lebih daripada sekadar metafora. Jemaat adalah benar-benar tubuh Kristus!
Kebenaran ini tampaknya dengan mudah dilupakan atau diabaikan. Gereja adalah sebuah organisme, bukan organisasi. Bukan perkumpulan, tetapi persekutuan. Keanggotaan bukan sekadar catatan, melainkan kedekatan. Yang ditawarkan bukan hanya keramahan, namun juga persahabatan. Hubungan tidak dibatasi oleh bangunan dan kebaktian, tetapi mencakup seluruh kehidupan.
Alasan bagi kesatuan tubuh (ayat 13)
Kata sambung “sebab” di bagian awal ayat ini menunjukkan sebuah alasan. Semuanya berhubungan dengan “Roh”, sebagaimana terlihat dari frasa “satu Roh” yang muncul sebanyak dua kali di ayat ini. Kata “satu” ini dipadukan dengan kata “semua” yang muncul juga sebanyak dua kali. Maksudnya, semua keragaman disatukan di dalam satu Roh.
Pemunculan keterangan “baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik budak maupun orang merdeka” menyiratkan bahwa kesatuan rohani jauh lebih penting daripada perbedaan status sosial atau rasial. Kesatuan ini memang tidak meniadakan status tersebut, tetapi melampauinya. Membuat semua perbedaan yang disebabkan oleh keragaman sosial dan kultural tersebut menjadi tidak penting lagi. Apa yang dikerjakan oleh Allah secara spiritual melampaui apa yang diterima oleh orang secara natural.
Kesatuan di dalam Roh diungkapkan melalui dua frasa: “dalam satu Roh telah dibaptis menjadi satu tubuh” dan”diberi minum dari satu Roh”. Dua frasa ini telah memunculkan perdebatan yang pelik. Apa arti baptisan Roh di sini?
Ada yang menyamakan baptisan di dalam Roh ini dengan baptisan air biasa sebagai tanda pertobatan Menurut mereka yang memegang pandangan ini (biasanya dari kalangan Protestan tertentu), semua orang percaya pasti telah dibaptis oleh Roh Kudus pada saat lahir baru dan bertobat. Ada pula yang mengatakan bahwa baptisan Roh merupakan pengalaman kedua sesudah pertobatan (biasa dari kalangan Pentakosta atau Kharismatik). Pengalaman ini perlu untuk setiap orang Kristen, tetapi belum tentu dirasakan oleh setiap orang Kristen.
Dua pandangan di atas sama-sama memiliki kelemahan. Istilah yang umum untuk baptisan air bukanlah baptisan Roh. Alkitab bahkan membedakan baptisan air dan baptisan Roh (Luk. 3:16; Kis. 1:5). Jikalau Paulus memaksudkan baptisan air di sini, dia mungkin akan menggunakan istilah lain yang lebih umum, misalnya “dibaptis di dalam nama Kristus” (bdk. 1:13, 15) atau “dibaptis di dalam Kristus” (Gal. 3:27).
Baptisan Roh juga bukan merujuk pada pengalaman tertentu yang hanya dirasakan oleh sebagian orang. Pemunculan kata “semua” sebanyak dua kali di ayat 13 menunjukkan bahwa pengalaman rohani ini untuk semua orang percaya. Paulus tidak sedang membeda-bedakan. Sebaliknya dia justru berkali-kali sedang menentang “golongan kharismatik” di Korintus yang terlalu mengagung-agungkan pengalaman rohani mereka (bdk. 7:40; 13:1-3).
Lalu bagaimana dengan diberi minum dari satu Roh? Sebagian orang mengaitkan ini dengan perjamuan kudus. Setiap orang Kristen diberi minum dari Roh pada saat dia menikmati perjamuan kudus. Ada pula yang menafsirkan hal ini sebagai karya Roh Kudus yang spektakuler, yang membuat si penerima terlihat seperti orang mabuk. Bagian Alkitab yang sering digunakan sebagai dukungan adalah tuduhan orang banyak tentang penerima Roh Kudus di Hari Pentakosta yang dianggap sebagai orang-orang mabuk (Kis. 2:15). Teks lain adalah nasihat Paulus untuk tidak mabuk oleh anggur, melainkan penuh oleh Roh Kudus (Ef. 5:18).
Dua tafsiran di atas juga tidak memuaskan. Sangat janggal untuk memahami frasa “diberi minum dari satu Roh” sebagai rujukan pada perjamuan kudus. Tidak ada roti yang disebutkan. Selain itu, jikalau Paulus sedang membicarakan tentang perjamuan kudus, bukankah dia akan mengatakan secara lebih jelas seperti yang dia lakukan sebelumnya (11:17-34)?
Diberi minum dari satu Roh juga tidak mengarah pada saat peristiwa supranatural tertentu yang spektakuler. Sekali lagi, ayat 13 berbicara tentang pengalaman semua orang Kristen, sedangkan pengalaman spektakuler seperti itu hanya dirasakan oleh beberapa orang saja. Lagipula, tuduhan bahwa seseorang mabuk (Kis. 2:15) tidak perlu disangkut-pautkan dengan peristiwa yang spektakuler. Imam Eli pernah mengira Hana sedang mabuk waktu perempuan itu berdoa tanpa bersuara yang jelas (1Sam. 1:14-15). Dalam peristiwa ini sama sekali tidak ada hal yang spektakuler. Sehubungan dengan nasihat Paulus yang mengontraskan kemabukan oleh anggur dengan dipenuhi oleh Roh Kudus (Ef. 5:18), kita tidak perlu menarik kontras ini terlalu jauh. Di bagian selanjutnya Paulus sendiri menjelaskan bahwa tanda-tanda dipenuhi oleh Roh Kudus mencakup berkata-kata lewat mazmur, bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan, mengucap syukur dan merendahkan hati (Ef. 5:19-21). Tidak ada hal-hal yang terlihat spektakuler di sini.
Jadi bagaimana kita sebaiknya memahami ungkapan “dibaptis dalam Roh” dan “minum dari satu Roh” di 1 Korintus 12:13? Berdasarkan paralelisme yang ada di ayat ini (“semua” dan “satu Roh” sama-sama muncul dua kali), kita sebaiknya menafsirkan dua bagian lain – dibaptisan dan diberi minum - secara figuratif dan sebagai sebuah sinonim. Apapun yang disiratkan dalam metafora ini harus berlaku untuk semua orang percaya. Tidak ada yang diperkecualikan.
Walaupun dibaptis oleh Roh dan diberi minum dari satu Roh adalah paralel (dan sinonim), tetapi paralelisme yang ada mungkin tetap menyiratkan sebuah ide tentang progres. Dibaptis menggambarkan seseorang yang masuk ke dalam air. Diberi minum menyiratkan seseorang yang mengambil sesuatu dari air tersebut. Semua ini terjadi “di dalam Roh”.
Di antara semua opsi yang ada, yang paling aman adalah memahami ayat ini berdasarkan perkataan Tuhan Yesus di Yohanes 7:38-39 yang berbunyi demikian: “‘Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup’ Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan”.
Ada beberapa dukungan bagi penafsiran ini. Pertama, sebelum Paulus membicarakan tentang karunia rohani di 1 Krintus 12:7-11, dia menyinggung tentang Roh Kudus yang memampukan orang percaya untuk mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan (12:1-3). Ini jelas mengacu pada iman atau pertobatan. Kedua, Yohanes 7:38-39 mengaitkan iman kepada Yesus Kristus dengan pengalaman di dalam Roh. Keduanya tidak terpisahkan. Dua sisi dari mata uang yang sama. Hal ini selaras dengan paralelisme di 1 Korintus 12:13. Ketiga, Yohanes 7:38-39 dan 1 Korintus 12:13 sama-sama menyiratkan ide tentang sebuah progres. Iman mendahului pengalaman. Iman membawa setiap orang yang percaya pada pengalaman yang istimewa dengan Roh Kudus. Tidak harus terlihat spektakuler, tetapi benar-benar memenuhi kehausan spiritual.
Tujuan dari peristiwa ini adalah menjadi satu tubuh (ayat 13 “menjadi satu tubuh”). Kesatuan rohani dikerjakan oleh dan terjadi dalam Roh. Bukan buatan manusia. Karena itu, tidak ada perbedaan apapun yang pantas untuk merusaknya. Soli Deo Gloria.