Sanctification 1: From Slave to Slave (Romans 6:15-23)

Posted on 15/06/2014 | In Teaching | Leave a comment

Almarhum Ronald Nash menuliskan pada awal bukunya Life’s Ultimate Questions sebuah kisah mengenai pertobatan seorang gangster bernama Mickey Cohen pada KKR Billy Graham. Mata penonton tidak dapat tidak awas ketika melihat sang gangster tersebut berjalan perlahan menuju mimbar, menanggapi altar call. Betapa tidak, sebab, gangster tersebut bukan gangster biasa, namun ia adalah seorang ketua gangster! Namun, kisah ini tidak berakhir begitu saja. Tidak lama kemudian gangster tersebut kembali kepada aktivitas kejahatan yang biasa ia lakukan dulunya. Tak pelak, ini menimbulkan kejutan bagi masyarakat sekitar. Maka, pertanyaan pun diajukan. Ia menjawab dengan polosnya, “adalah hal yang umum untuk menemukan artis Kristen maupun politisi Kristen, saya ingin menjadi gangster Kristen pertama.”

Kita diselamatkan hanya melalui iman.  Manusia tidak bisa menggapai keselamatan dengan cara mereka sendiri.  Jalan yang diberikan Allah adalah melalui iman kepada Yesus Kristus yang sudah melakukan segala yang benar untuk kita.  Tetapi bagaimana dengan Cohen?  Tidak jarang kita bertemu dengan orang Kristen yang memperdebatkan apakah boleh orang Kristen melakukan ini dan itu?  Kalau tidak boleh, mengapa?  Bukankah kita semua diselamatkan karena iman?  Bukankah kita sudah bebas?  Kalau kita bebas mengapa kita masih harus terikat oleh peraturan ini dan itu?  Itulah yang menjadi perhatian banyak orang hari ini.  Itu pula yang menjadi perhatian dari teks yang kita baca hari ini. 

Hidup terbebas dari perbudakan dosa

Kebebasan adalah hal yang diidamkan banyak orang.  Sejarah dunia ini penuh dengan goresan-goresan perjuangan akan kebebasan.  Hidup di bawah tirani orang lain; harus meminta izin untuk melakukan hal ini dan itu; hukuman bagi mereka yang melanggar peraturan; semua ini membuat banyak orang--termasuk rakyat Indonesia--meneriakkkan "merdeka atau mati!"

Bagian yang kita baca tadi merupakan bagian di mana Paulus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mereka yang menentang Injil.  6:1 merupakan pertanyaan yang diajukan, sementara ayat 2-14 adalah jawabannya.  Bagian ini 6:15 adalah pertanyaan, sementara ayat 16-23 adalah jawaban Paulus.  Paulus sudah menjawab bahwa manusia sebenarnya sudah mati di dalam Kristus, karena itu manusia bisa terbebas daripada dosa.  Tapi apa yang disebut sebagai dosa tersebut?

Dosa adalah perbudakan bagi mereka yang melakukannya.  Dosa memperhambakan manusia yang menurut kepadanya.  Kita pun tahu bahwa di dalam Adam semua manusia sudah jatuh dalam dosa, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat berkata bahwa mereka tidak berdosa.  Karena itulah natur kita menjadi berdosa.  Natur ini membuat kita terus menerus melakukan dosa.  Kita bukan disebut orang berdosa karena kita melakukan dosa, tapi kita melakukan dosa karena kita adalah orang berdosa.  Serigala bukan makan daging maka ia disebut karnivora, namun karena ia karnivora maka ia makan daging.  Tidak ada karnivora vegetarian dan tidak ada orang berdosa yang tidak melakukan dosa.

Akibatnya, dosa itu tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan.  Seluruh anggota-anggota tubuh kita diserahkan kepada dosa untuk melakukan dosa, seperti yang dinyatakan oleh ayat 16.  Kita tidak bisa lepas daripadanya.  Agustinus, salah seorang bapa gereja yang terkenal, menyatakan bahwa manusia sebelum diselamatkan oleh Kristus itu "tidak bisa tidak berbuat dosa."  Ketika kita diperhamba dosa, kita "bebas dari kebenaran" (20).  Sekarang kita tahu mengapa kita sulit sekali untuk berhenti melakukan dosa, apalagi melakukan kebenaran!  Perbuatan-perbuatan dosa tersebut membuat kita menjadi malu.  Lebih mengerikan lagi adalah akibat utama dari dosa tersebut.  Bukan hanya diperhamba, namun lebih lagi, kita digiring kepada maut (23).  Bukan hanya kematian, namun kematian kekal!  Selama-lamanya kita terpisah dan tersingkir dari hadirat Allah Sang Sumber Sukacita dan Pengharapan; tenggelam dalam kegelapan sebab kita terpisah dari Sang Cahaya.  Itulah dosa.  Ia memperhambakan, membuat kita malu, dan akhirnya berujung kepada kematian.

Mungkin contoh yang sering kita lihat dalam sehari-harinya adalah orang yang merokok atau  terlibat dosa pornografi.  Mereka yang merokok biasanya tidak sanggup untuk menghentikan kebiasaannya.  Mereka tahu bahwa merokok akan merusak kesehatan.  Mereka tahu bahwa merokok juga bisa merusak orang di sekitar mereka, termasuk anak-anak yang mereka kasihi.  Tapi dalam pengalaman saya bertemu dan berbincang dengan mereka yang kecanduan rokok, saya menemukan bahwa bukannya mereka tidak mau berhenti; mereka tidak bisa berhenti. 

Bukankah kita juga pernah mengalami hal seperti demikian?  Saya yakin tidak ada orang di sini yang merasa bahwa dirinya bebas dari dosa.  Mungkin ada yang merasa tidak memiliki masalah dengan rokok, tapi bermasalah dalam hal kerakusan; ada yang tidak bermasalah dalam pornografi, tapi bermasalah dalam mengelola keuangan; ada yang tidak bermasalah dalam keuangan, tapi bermasalah dalam emosi.  Kita semua terikat oleh dosa dan tidak bisa melepaskan diri dari belenggunya yang erat.

Tapi, syukur kepada Allah, kisahnya tidak berakhir sampai di sini.  Allah bukanlah Allah yang meninggalkan perbuatan tangan-Nya!

Hidup menghamba kepada kebenaran

Lalu bagaimana seseorang bisa terbebas dari dosa?  Jawabannya adalah: karena tubuh lama kita sudah turut disalibkan bersama dengan Kristus (6).  Pastilah para pembacanya mengerti apa yang Paulus maksudkan. Pembaca non-Yahudi paham karena itu mirip dengan tradisi dewa-dewi pada masa itu.  Sementara mereka yang Yahudi paham karena peristiwa mati karena dosa itu mirip dengan ritual Yahudi mengenai bangsa Israel yang keluar dari Mesir.  Mereka juga diminta untuk hidup seakan-akan mereka keluar dari bangsa Mesir.

Tetapi terbebas dari tubuh lama bukan berarti seseorang itu menjadi bebas dalam artian ia boleh melakukan segala sesuatu sesuka hatinya.  Justru seorang yang berada di dalam Kristus adalah orang yang berpindah dalam perhambaan.  Dahulu kita diperhamba oleh dosa, namun kemudian kita diperhamba oleh kebenaran.  Jadi Paulus ingin menjawab tuduhan para lawannya bahwa lepas dari perhambaan dosa bukan berarti seseorang itu menjadi liar dan tidak terkendali, namun mereka yang dibebaskan harus memperhambakan dirinya kepada kebenaran.  "Sekali-kali tidak!" (15b)  From slave to slave!

Seseorang yang memperhambakan diri pada kebenaran hanyalah kebalikan dari orang yang memperhambakan diri pada dosa.  Kalau dahulu seluruh tubuhnya dipakai untuk menyenangkan dosa, sekarang seluruh tubuhnya harus digunakan untuk melakukan kebenaran.  Ayat 19b menyatakan ini dengan sangat jelas "demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan."  Bagi Paulus pilihannya bukan tiga: taat pada dosa, bebas, atau taat pada Allah.  Pilihannya hanya dua: taat pada Allah atau taat pada dosa?  Bagi mereka yang berada di dalam Kristus, maka ia harus taat pada kebenaran dan tidak lagi memperhambakan dirinya pada dosa.  Tidak ada tuan yang lain selain Tuhan kita Yesus Kristus!

Menariknya, justru ketika seseorang memperhambakan diri kepada kebenaran maka ia benar-benar bebas.  Ayat 22 menyatakan bahwa hidup di bawah perhambaan Allah itu membuat kita beroleh buah yang membawa kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya adalah "hidup yang kekal."  Apabila hidup di bawah perhambaan dosa kita berujung pada maut, malah apabila seseorang hidup di bawah perhambaan kebenaran, maka ia berujung pada hidup yang kekal!  Perhatikan bahwa hidup di bawah dosa memiliki "upah" maut.  Tetapi hidup yang kekal merupakan "kasih karunia" Allah.  Jadi apabila kita diperhamba oleh dosa, maka upah bagi kita jelas.  Namun, hidup yang kekal itu adalah sepenuhnya kasih karunia dari Allah. 

Gambarannya adalah seperti mouse yang rusak.  Kalau kita memiliki mouse yang kita geser ke kanan, cursor geser ke kiri dan sebaliknya, maka kita sadar bahwa mouse tersebut tidak lagi menjalankan apa yang seharusnnya menjadi tugasnya.  Mouse yang seperti ini layak untuk dibuang ke tong sampah.  Upah kerusakan adalah tong sampah!  Namun, setelah diperbaiki bukan berarti mouse tersebut bisa bertindak seenaknya.  Ketika ia melakukan apa yang diinginkan oleh pencipta mouse tersebut, maka ia sedang menjadi mouse yang sejati.  Demikian pula dengan manusia.  Manusia tidak diciptakan untuk bebas!  Manusia diciptakan untuk menjadi hamba kebenaran--untuk menjadi gambar dan rupa Allah.  Justru ketika kita memperhambakan diri kepada Allah maka kia sedang menjalankan fungsi yang Allah berikan bagi kita.  Kita bebas untuk menolak dosa dan melakukan hal yang benar!  Kita bebas dari ikatan-ikatan yang malah merugikan dan membuat kita malu.  Kita sekarang bisa melakukan hal-hal yang membuat hidup kita terus dikuduskan di dalam Tuhan.

Ada sekelompok orang yang terkubur di dalam tambang.  Setelah sekian lama mereka terkubur di dalamnya, akhirnya datang sekelompok orang yang membobol reruntuhan tersebut untuk membawa mereka keluar dari dalam tambang.  Tapi di tengah jalan ada salah seorang penambang senior yang ngotot untuk mengambil jalan yang berbeda.  Tim penyelamat berusaha meyakinkan dia bahwa mereka sudah mengecek keseluruhan tambang dan tahu jalan yang terbaik untuk keluar.  Sayangnya penambang senior tersebut menolak untuk taat kepada tim penyelamat tersebut, sebab ia pikir ia lebih tahu jalan yang terbaik ketimbang tim penyelamat tersebut.  Ketidaktaatan ini bisa berakibat fatal.  Demikian pula dosa.  Dosa adalah merasa bahwa kita tahu cara yang terbaik bagi hidup, lebih dari pada Tuhan yang merupakan Pencipta Kehidupan.  Saya perhatikan bahwa kita sering terjatuh dalam dosa di kala kita menganggap diri kita lebih pandai dari pada Tuhan kita.  Tidak bisa.  Kita hidup bebas dari dosa agar kita bisa hidup taat pada Tuhan.  Apabila kita menyangka bahwa kita masih boleh hidup seenaknya, maka itu menunjukkan bahwa kita sebenarnya belum terbebas dari dosa.  Kita masih menghambakan diri kepada dosa.  

Adakah kita senang melakukan kebenaran?  Adakah kita rindu untuk mematikan dosa dan melakukan apa yang benar di hadapan Allah?  Kalau kita masih terus mengedepankan keinginan-keinginan kita yang berdosa lebih daripada apa yang dianggap benar oleh Allah, maka itu menunjukkan siapa diri kita yang sejati: hamba dosa.  Apabila kita membenci dosa, sehingga tidak ingin kembali melakukan perbuatan-perbuatan yang membawa pada malu tersebut, maka itu menunjukkan bahwa kita adalah hamba kebenaran yang rindu untuk melakukan kebenaran.

Marilah kita hidup melepaskan diri dari perhambaan dosa, karena dosa membawa kita kepada maut.  Marilah kita hidup memperhambakan diri pada kebenaran yang menghasilkan buah kepada pengudusan.  From slave to sin to slave to righteousness.  Maukah kita?

admin