Oleh: Denny Teguh Sutandio (mahasiswa M.Th. Praktika di STT-SAAT Malang)
Apa yang ada di benak bapak/ibu ketika mendengar kata “melayani”? Mungkin kita berpikir melayani identik dengan orang-orang yang bertugas sebagai usher, kolektan, pengurus persekutuan, worship leader atau liturgos, pemain musik, dll. Di satu sisi, pengertian ini tidak salah, namun belum sempurna. Pengertian yang kurang lengkap ini mengakibatkan beberapa orang Kristen mengira bahwa kalau mereka sudah menjadi liturgos, mereka sudah melayani Tuhan tanpa mengerti definisi, tujuan, dan cara melayani Tuhan yang benar. Hari ini, kita belajar prinsip melayani Tuhan dengan benar.
PENDAHULUAN
Sebelum masuk ke dalam teks kita, mari kita memahaminya Surat Roma. Surat Roma dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama yang terdiri dari pasal 1-11 membahas doktrin-doktrin Kristen dan bagian kedua yang terdiri dari pasal 12-15 membahas aplikasi doktrin-doktrin tersebut bagi jemaat Roma sebagai karakteristik murid Kristus (John Stott, The Message of Romans, 317). Mulai pasal 12 ayat 1-2, Paulus membahas bahwa doktrin-doktrin Kristen khususnya pemilihan Allah atas umat-Nya (pasal 9-11) diaplikasikan dengan mempersembahkan seluruh hidup orang percaya kepada Allah sebagai ibadah yang sejati (Rm. 12:1). Cara mempersembahkan seluruh hidup kita adalah dengan mempersembahkan akal budi kita untuk diubah oleh Roh Kudus agar dapat lebih memahami kehendak Allah (ay. 2). Bagaimana cara kita mempersembahkan akal budi kita untuk diubah Roh Kudus? Dengan cara mengevaluasi diri kita masing-masing baik identitas maupun karunia-karunia yang kita miliki (ay. 3-8) (Stott, The Message of Romans, 325). Dari sini, kita belajar bahwa di dalam kehidupan dan pelayanan, kita harus memahami identitas kita di hadapan Allah (tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah) dan identitas kita berpengaruh pada cara kita melayani Tuhan bersama saudara seiman lain yang memiliki karunia yang berbeda dengan kita. Dengan kata lain, prinsip pelayanan Kristen yang benar adalah kerendahan hati dan kesatuan (Michael F. Bird, Romans, 422).
PENTINGNYA KERENDAHAN HATI DI DALAM PELAYANAN (ay. 3)
Dengan otoritas kerasulan yang telah menerima anugerah Allah, Paulus mendorong jemaat Roma, “Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, …” Di dalam teks Yunani, ada 4 kata Yunani untuk “berpikir” yaitu phroneÅ, sehingga kalimat ini dapat diterjemahkan, “Jangan terlalu memikirkan apa yang harus kamu pikirkan tentang dirimu sendiri, tetapi pikirkan dirimu dengan cara berpikir jernih” (Bird, Romans, 423). Bahasa sederhananya, “Jangan berpikir kamu lebih baik dari kamu yang sebenarnya, curahkan pikiranmu untuk penilaian yang bijaksana” (New Living Translation) (Bird, Romans, 423). Artinya nilailah diri kita masing-masing dengan bijaksana. Menilai dengan bijaksana berlawanan dengan kesombongan (Thomas R. Schreiner, Romans, 651), sehingga menilai dengan bijaksana dapat dimengerti sebagai kerendahan hati. Berlawanan dengan budaya Romawi yang selalu mengejar kehormatan dan status, maka Paulus mendorong jemaat Roma untuk tidak mempromosikan diri sendiri, tetapi justru rendah hati. Kerendahan hati ini didasarkan pada “ukuran iman.” “Ukuran iman” dapat ditafsirkan sebagai ukuran penatalayanan atau panggilan. Artinya Paulus mendorong jemaat Roma untuk rendah hati sesuai dengan panggilan masing-masing mereka (Bird, Romans, 424). Hal ini nanti dijelaskan Paulus di ayat 4-8.
Prinsip penting pelayanan yang Paulus ajarkan adalah kerendahan hati. Kerendahan hati berbicara tentang tidak mengejar ambisi diri, tetapi mementingkan orang lain. Nilai hidup ini didasarkan pada apa yang telah Kristus kerjakan. Sebagaimana Kristus telah merendahkan diri-Nya bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:5-8), maka kita yang termasuk murid Kristus juga harus rendah hati dengan “menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;” (ay. 3) Dari sini, kita belajar: “Kerendahan hati bukanlah sifat karakter untuk dikembangkan, itu adalah produk sampingan alami dari bersama Yesus.” (Louie Giglio) Artinya ketika kita benar-benar murid Kristus yang berelasi intim dengan-Nya, maka secara proses, kita menunjukkan nilai kerendahan hati. Di dalam pelayanan, hal ini ditunjukkan dengan sikap kita yang tidak mencari pujian dan ambisi bagi diri kita, sebaliknya kita berani mengapresiasi pelayanan orang lain yang lebih baik dari kita. Apresiasi itu didasarkan pada apresiasi kita pada panggilan Allah bagi saudara seiman kita yang berbeda dengan kita. Ingatlah, jika kita masih belum rendah hati, maka mulailah membina relasi dengan Kristus setiap hari.
PENTINGNYA KESATUAN DI DALAM PELAYANAN (ay. 4-8)
Panggilan Allah bagi setiap orang percaya yang berbeda-beda mengakibatkan seorang percaya yang adalah murid Kristus rendah hati dengan mengapresiasi saudara seiman yang memiliki panggilan Allah yang berbeda dari kita. Namun di dalam pelayanan, apresiasi saja tidak cukup. Apresiasi harus dilengkapi dengan kerelaan masing-masing orang percaya untuk bersatu dengan saudara seiman lain. Konsep bersatu inilah yang Paulus tekankan di ayat 4-8. Kesatuan ini adalah kesatuan spiritual (“di dalam Kristus” – ay. 5). Ini berarti orang-orang percaya (keturunan Adam pertama) dipersatukan di dalam Kristus sebagai Adam kedua (Schreiner, Romans, 654). Selain itu, kesatuan ini juga adalah kesatuan di dalam keperbedaan (“pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota” – ay. 4). Kesatuan di dalam keperbedaan ini juga ditunjukkan bahwa kita berhubungan dengan anggota tubuh lain yang berbeda. Ini berarti kehidupan dan pelayanan Kristen merupakan pengalaman bersama (Robert H. Mounce, Romans, 234).
Kebersamaan di dalam pelayanan Kristen ditandai dengan kesediaan kita mengakui bahwa kita tidak memiliki semua karunia rohani, namun memiliki satu atau beberapa karunia dan saudara seiman kita memiliki karunia rohani yang berbeda dengan kita. Berbagai karunia rohani ini dijelaskan Paulus di ayat 6b-8. Semua karunia rohani yang didaftarkan ini bukan daftar karunia rohani yang lengkap, namun hanya berupa ringkasan (bdk. 1Kor. 12:7-10; Ef. 4:11; 1Ptr. 4:10) (Bird, Romans, 425). Karunia-karunia ini meliputi:
- Karunia Bernubuat (ay. 6b): karunia menyampaikan pesan Allah baik dari Roh Kudus maupun firman Allah (Alkitab) kepada gereja-Nya dalam situasi khusus (James R. Edwards, Romans, 288).
- Karunia Melayani (ay. 7a): karunia melayani kebutuhan praktis di gereja (Mounce, Romans, 235). Salah satu contoh: mengumpulkan uang untuk membantu orang-orang kudus (Rm. 15:31; 2Kor. 8:4, 19, 20; 9:1, 12, 13) (Douglas J. Moo, The Epistle to the Romans, 766).
- Karunia Mengajar (ay. 7b): karunia meneruskan berita Injil kepada orang-orang percaya (1Tim. 1:10; 6:3; 2Tim. 2:2) (Moo, The Epistle to the Romans, 767) dan memimpin mereka tentang apa yang seharusnya mereka lakukan di dalam iman Kristen (Mounce, Romans, 235).
- Karunia Menasihati (ay. 8a): karunia untuk mendorong orang Kristen lain untuk menghidupi berita Injil (Moo, The Epistle to the Romans, 767) dengan cara menawarkan persahabatan bagi mereka yang tersendiri atau/dan mendorong agar orang yang putus asa menjadi berani (Stott, The Message of Romans, 328).
- Karunia Membagi-bagikan Sesuatu (ay. 8b): karunia untuk berkontribusi bagi kebutuhan orang lain (Mounce, Romans, 235).
- Karunia Memimpin (ay. 8c): karunia memimpin baik di rumah (1Tim. 4:3, 12) maupun di gereja (1Tes. 5:12; 1Tim. 5:17) (Stott, The Message of Romans, 328).
- Karunia Menunjukkan Kemurahan (ay. 8d): karunia memperhatikan orang-orang yang memerlukan seperti mereka yang dalam kesusahan, orang-orang asing, janda, dan yatim piatu (Stott, The Message of Romans, 328).
Tujuh karunia yang Paulus sebutkan di ayat 6b-8 ini bersumber dari satu anugerah Allah bagi semua orang percaya (ay. 6a) (Mounce, Romans, 234). Konsep bahwa kita tidak memiliki semua karunia rohani dan semua karunia rohani bersumber dari satu anugerah Allah mendorong kita untuk tidak berkompetisi satu sama lain, namun saling melengkapi (Edwards, Romans, 287). Dengan kata lain, prinsip kedua di dalam pelayanan Kristen yang benar adalah kerinduan untuk saling melengkapi antar saudara seiman sesuai dengan karunia rohani.
Sekadar mengapresiasi saudara seiman lain dengan karunia rohani yang dimilikinya mungkin mudah bagi beberapa orang Kristen karena mengapresiasi merupakan tindakan menghargai dan memuji orang lain tanpa ikut terlibat bersama orang lain tersebut. Paulus mengajarkan bahwa pelayanan Kristen bukan hanya mengapresiasi orang lain, namun terlibat dengan orang lain dengan cara saling melengkapi di dalam pelayanan. Misalnya, kita yang merupakan majelis atau hamba Tuhan yang diberikan karunia mengajar mungkin tidak dapat memimpin rapat gereja, sehingga kita dapat meminta nasihat dari jemaat, majelis, atau hamba Tuhan lain yang diberikan karunia memimpin. Sebaliknya kita yang diberikan karunia mengajar dapat membantu rekan hamba Tuhan atau majelis yang diberikan karunia melayani dengan mengajar katekisasi atau pembinaan gereja.
Ketika kita dan saudara seiman saling melengkapi di dalam pelayanan menunjukkan bahwa kita tidak memiliki karunia rohani yang dimiliki oleh saudara seiman kita. Hal ini penting untuk menjaga kita agar kita tidak merasa diri mampu mengerjakan segala sesuatu di dalam pelayanan. Ketika kita merasa diri mampu mengerjakan segala sesuatu di dalam pelayanan, di saat itulah, kita sedang dipakai iblis untuk membanggakan diri kita seolah-olah kita adalah Allah yang Mahakuasa. Berhati-hatilah.
Roh Kudus melahirbarukan umat pilihan-Nya agar mereka percaya kepada Kristus dan bersatu dengan saudara seiman lain dengan karunia yang beraneka ragam untuk menyadarkan kita bahwa di dalam kehidupan dan pelayanan Kristen, kita harus rendah hati dengan mengapresiasi saudara seiman lain sesuai dengan panggilannya dan rela saling melengkapi dengan saudara seiman kita yang berbeda karunia dengan kita untuk membangun tubuh Kristus dan memperlebar Kerajaan Allah. Sudahkah kita rendah hati dan saling melengkapi di dalam pelayanan Kristen demi kemuliaan-Nya? Amin. Soli Deo Gloria.