Respon Yang Benar Terhadap Firman Tuhan (Matius 13:1-23)

Posted on 14/06/2015 | In Teaching | Leave a comment

Penempatan perumpamaan tentang penabur (13:1-23) sangat tepat. Pada waktu itu Yesus sedang dikerumuni oleh begitu banyak orang (13:1-2). Yesus bahkan perlu berpindah tempat dari rumah ke pantai supaya lebih banyak orang dapat mendengarkan Dia. Ada antusiasme yang luar biasa terhadap pengajaran yang Ia sampaikan. Pertanyaannya, apakah semua yang mendengarkan tersebut akan sungguh-sungguh memberikan respon yang benar terhadap firman Tuhan? Dari perumpamaan yang disampaikan, tersirat bahwa tidak semua akan memberikan respon yang positif.

Sebagaimana akan diuraikan dalam khotbah ini, fokus dalam perumpamaan ini tidak terletak pada pemberitaan firman Tuhan, tetapi pada penerimaan terhadap firman tersebut. Firman yang sama disampaikan pada sekelompok orang. Tidak semua memberikan respon yang sama. Tidak semua menghasilkan buah yang diharapkan. Di manakah letak perbedaannya? Apakah firman Tuhan kurang berkuasa untuk menjamah orang-orang tertentu?

Mendengar secara spiritual

Perumpamaan ini banyak menyinggung tentang tindakan “mendengar”. Dalam terjemahan LAI:TB kata dasar “mendengar” muncul 14 kali. Yang dimaksud dengan “mendengar” dalam teks ini pasti bukan sekadar mendengar dalam arti yang hurufiah. Nasihat “barangsiapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” yang diucapkan di akhir perumpamaan (13:8) menyiratkan bahwa dibutuhkan lebih dari sekadar indera pendengaran untuk menaati nasihat ini.

“Mendengar” di sini dikaitkan dengan “melihat”, “mengerti”, atau “menanggap” (13:13-15). Walaupun demikian, “mengerti” dalam konteks ini juga tidak boleh dibatasi pada pemahaman secara intelektual belaka. Murid-murid Tuhan Yesus sudah disebut sebagai orang-orang yang mengerti rahasia kerajaan Allah (13:11) padahal mereka belum mengerti arti dari perumpamaan tentang penabur (bdk. 13:18-23)!

“Mendengar” yang dimaksud adalah mendengar secara spiritual. Hal ini terlihat jelas dari bagian sisipan (13:9-17) di antara isi perumpamaan (13:3-8) dan penafsirannya (13:18-23). Bagian sisipan ini menerangkan dua kelompok orang: mereka yang dikaruniakan rahasia kerajaan Allah (13:10, 16-17) dan mereka yang tidak mampu mengerti dan menanggap sekalipun mereka mendengar dan melihat (13:11-15). Ketidakmampuan ini tidak dihubungkan dengan intelektual, tetapi hati. Ayat 15 menjelaskan bahwa hati mereka telah menebal dan mereka tidak mengerti dengan hati! Ini berbicara tentang keadaan rohani seseorang di hadapan Allah. Mereka yang hatinya tuli tidak akan mampu mendengar secara spiritual, sekalipun kebenaran disampaikan berkali-kali kepada mereka.

Ketidakmampuan mereka untuk mengerti bukan disebabkan oleh natur perumpamaan yang mengandung teka-teki. Sebaliknya, ketidakmampuan mereka menjadi alasan Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan (ayat 13 “Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti”). Mereka pada dasarnya memang tidak mau mendengar dan mengerti dengan benar. Kegagalan mereka dalam memahami perumpamaan yang sederhana semakin membuktikan keadaan rohani mereka yang sebenarnya. Penolakan mereka sekaligus menggenapi nubuat ilahi kepada Yesaya (bdk. Yes 6:9-10).

Di sisi lain, mereka yang mampu mendengar secara spiritual tidak boleh membanggakan diri. Kemampuan itu adalah pemberian Allah (13:11). Dalam teks Yunani, kata “kepada kalian” diletakkan di awal sebagai penekanan (“kepada kalian dikaruniakan untuk mengetahui rahasia kerajaan Allah”). Pendeknya, kasih karunia Allah memampukan mereka untuk mendengar secara spiritual.

Beragam respon terhadap firman Tuhan

Keadaan hati seseorang akan tampak pada perilaku mereka. Yang internal terwujud dalam yang eksternal. Begitu juga dengan sikap hati orang terhadap firman Tuhan.

Tuhan Yesus menyinggung tentang empat respon yang berbeda. Tiga yang pertama adalah respon yang keliru, yang terakhir adalah yang benar. Marilah kita melihat satu persatu.

Pertama, benih yang jatuh di pinggir jalan dan dimakan habis oleh burung (13:4). Lukas 8:5 menambahkan bahwa benih yang jatuh di pinggir jalan itu juga dinjak orang. Bagi orang-orang Yahudi pada saat itu, perumpamaan ini sangat mudah untuk dimengerti (secara intelektual). Antar ladang biasanya ada jalanan sempit yang kering dan keras untuk dilewati banyak orang (bdk. murid-murid Tuhan Yesus yang berjalan sambil memetik bulir gandum di Mat 12:1). Bagian tanah ini tidak pernah dibajak, sehingga tetap keras dan kering. Benih yang jatuh di jalanan ini tentu saja tidak bisa masuk ke dalam tanah. Mereka tetap ada di atasnya. Orang yang lewat akan menginjak benih itu. Burung-burung pun dengan cepat memakan benih yang masih terlihat di atas tanah.

Bagian dari perumpamaan ini merujuk pada mereka yang mendengar firman Tuhan, tetapi tidak mengertinya (13:19). Dalam teks Yunani terdapat sedikit kebingungan tentang posisi anak kalimat “datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu”. Bagaimana fungsi dari kalimat ini terhadap ayat 19a? Apakah kalimat ini menerangkan penyebab dari ketidakmengertian atau akibat/konsekuensi dari ketidakmengertian itu (KJV/ASV “then cometh the evil/wicked one”)? Mayoritas versi mempertahankan bias yang ada dengan cara tidak menambahkan kata sambung apapun sesudah ayat 19a (RSV/NASB/NIV/ESV).

Penerjemah KJV dan ASV tampaknya telah menambahkan kata sambung yang bermanfaat. Inti persoalan terletak pada kondisi tanah yang memang keras. Hati yang keras dan kering (13:19 “yang ditaburkan dalam hati orang itu”) tidak siap untuk ditaburi firman Tuhan. Iblis dengan cerdik memanfaatkan situasi ini. Ia langsung mencuri firman itu untuk memastikan bahwa orang itu tidak akan percaya dan diselamatkan (Mrk 4:15; Luk 8:12). Hal ini juga sesuai dengan catatan lain dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa Iblis telah membutakan mata rohani orang-orang sehingga mereka tidak melihat cahaya injil (2 Kor 4:4).  

Kedua, benih yang jatuh di tanah yang berbatu sehingga tidak berakar dan mudah layu (13:5-6). Walaupun petani sudah membajak tanah dan mengambil semua bebatuan di atas tanah itu, ia seringkali tidak mengetahui bahwa beberapa bagian dari ladang itu memiliki tanah bebatuan yang tersembunyi di dalam. Tanah di atasnya hanya tipis (13:5). Benih yang ditabur dengan cepat menunjukkan pertumbuhan, karena akar yang ada dengan cepat mengambil semua persediaan air dan unsur hara di tanah yang tipis itu. Persoalannya, akar itu seharusnya terus masuk lebih dalam untuk mendapatkan air dan nutrisi dari tempat-tempat lain juga. Hal ini tidak dapat dilakukan karena terhalang tanah yang berbatu. Akar yang pendek dan persediaan air dan unsur hara lain yang sangat terbatas membuat tanaman yang tumbuh dengan cepat menjadi layu dan kering.

Arti dari bagian ini diberikan di ayat 20-21. Sebagian orang menunjukkan antusiasme yang luar biasa terhadap firman Tuhan. Mereka segera menerima (ayat 20a). Menerimanya pun dengan gembira (ayat 20b). Ada hasrat yang besar. Ada luapan sukacita. Namun, hal ini hanya sebentar saja, karena tidak mengakar. Pada saat ujian integritas dan penderitaan datang, antusiasme itu pun lenyap (ayat 21).

Injil memang membawa sukacita. Keselamatan kekal dan damai sejatera diberikan (bdk. Rm 5:1-2). Walaupun demikian, tetapi tidak semua orang yang bergembira pada saat mendengarkan injil telah menerima injil itu dengan sungguh-sungguh. Sukacita sejati dari injil bersifat permanen dan tidak dibatasi oleh keadaan. Sukacita ini bahkan semakin terlihat jelas pada waktu ada penderitaan. Ada harga yang harus dibayar pada saat seseorang mau menerima firman Tuhan (ayat 21b “apabila datang penganiayaan dan penindasan karena firman itu”).

Kita perlu berhati-hati dengan situasi ini. Ada beragam alasan mengapa orang-orang yang mengaku dirinya Kristen dapat bergembira. Mereka mungkin memiliki status ekonomi dan karir yang lebih baik sesudah masuk ke gereja. Sebagian mungkin mengalami mujizat. Mereka mendapatkan komunitas yang ramah dan baik. Khotbah-khotbah yang didengarkan bersifat menghibur. Namun, tanpa penerimaan injil yang sungguh-sungguh, semua keuntungan ini hanya berada di permukaan belaka. Tidak ada akar yang kuat.

Ketiga, benih yang jatuh di semak duri sehingga mati terhimpit oleh semak itu (13:7). Salah satu musuh para petani adalah rumput liar dan semak duri. Kadangkala rumput liar dan semak sudah dicabut, tetapi sisa akarnya masih tertinggal di dalam tanah. Akibatnya, mereka dengan cepat bertumbuh kembali, bahkan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Karena tingkat ketahanan dan pertumbuhan mereka yang tinggi, tanaman agrikultural yang sudah tumbuh terdesak. Semak duri menghabiskan air dan nutrisi dalam tanah. Semak juga melilit tanaman tersebut sehingga tidak dapat bertumbuh dengan baik.

Tipe benih yang ketiga ini merujuk pada orang-orang yang mendengar firman tetapi kecintaan terhadap dunia membuat mereka tidak dapat berbuah (13:22). Dalam hal ini kita perlu mengetahui bahwa terjemahan LAI:TB dan NIV “kekuatiran” seharusnya “perhatian” (mayoritas versi). Bagian selanjutnya dari ayat ini berbicara tentang tipu daya kekayaan. Ini tentang mereka yang menginginkan kekayaan, bukan tentang mereka yang kuatir tentang kebutuhan mereka. Ini tentang kenyamaman dan kemewahan hidup, bukan penganiayaan dan penderitaan.

Kecintaan terhadap dunia membuat mereka tidak berani berkorban demi pertumbuhan rohani mereka. Hobi menyedot perhatian dan waktu mereka. Ambisi dalam pekerjaan dan karir menguras tenaga mereka. Demi uang mereka rela meninggalkan ibadah. Tidak jarang kebenaran dijual untuk meraih impian mereka. Pendeknya, disiplin rohani adalah hal terakhir yang mereka lakukan jika mereka masih memiliki waktu.

Keempat, benih yang jatuh di tanah yang subur dan berbuah banyak (13:8). Menurut ukuran agrikultural waktu itu, menghasilkan buah 10 kali lipat sudah tergolong banyak, karena rata-rata panen hanya 7,5. Berbuah 30, 60, atau 100 kali lipat menunjuk pada hasil yang sangat banyak, terlepas dari majas hiperbola yang digunakan di sini. Hasil yang berbeda (30, 60, dan 100) dipengaruhi oleh kualitas tanah di beberapa tempat di ladang yang sama. Perbedaan ini tidak terlalu penting, karena semua bagian itu tetap memberikan hasil yang sangat memuaskan.

Benih yang ke-4 ini menunjuk pada mereka yang mendengar dan mengerti firman Tuhan. Seperti sudah diterangkan di bagian awal, pengertian ini bersifat spiritual, bukan sekadar intelektual. Lukas 8:15 menambahkan bahwa orang-orang ini menyimpan firman itu dalam hati mereka yang baik sehingga dapat berbuah. Yang ditegaskan di sini adalah internalisasi dan konsistensi untuk memegang firman itu. Perubahan terjadi di dalam hati, bukan hanya pada batas pikiran atau perasaan belaka. Perubahan ini juga terus-menerus, tidak peduli di tengah situasi seperti apapun.

Sebagai penutup, kita perlu menandaskan bahwa penerimaan firman mengandung sisi ilahi dan insani. Di satu sisi, kita membutuhkan kasih karunia Allah untuk menerima firman itu. Di sisi lain, kita sendiri perlu mengembangkan sikap yang benar terhadap firman Tuhan. Kita harus menjaga dan mempersiapkan hati kita. Oleh anugerah-Nya, kita pasti akan berbuah lebat bagi kemuliaan Allah.

Soli Deo Gloria

Yakub Tri Handoko