Penghormatan Kepada Para Penatua (1 Timotius 5:17-20)

Posted on 09/08/2015 | In Teaching | Leave a comment

Para penatua (hoi presbyteroi) di 5:17-20 adalah kelompok yang sama dengan para penilik jemaat (hoi episkopoi) di 3:1-7. Istilah yang pertama (hoi presbyteroi) lebih mengarah pada status, sedangkan yang kedua (hoi episkopoi) pada tugas. Berdasarkan pertimbangan ini kita dapat melihat bahwa Paulus tidak hanya membicarakan tentang persyaratan dan kewajiban penatua (3:1-7), melainkan juga hak mereka (5:17-20). Sebagaimana posisi sebagai penatua merupakan hal yang indah dan menuntut kapasitas tertentu, demikian juga posisi tersebut mencakup hak-hak mereka yang khusus.

Sistem kepenatuaan di dalam gereja

Bagi gereja-gereja dari aliran tertentu, istilah “penatua” mungkin terdengar agak asing. Kalau pun mereka pernah mengenal istilah ini, belum tentu mereka memahami makna dan fungsi para penatua. Mereka juga belum tentu memiliki sistem pemerintahan kepenatuaan (presbiterian) di gereja mereka.

Situasi ini sangat berbeda dengan gereja mula-mula. Mereka sudah terbiasa dengan sistem kepenatuaan. Di berbagai gereja yang telah dirintis dan dikembangkan oleh para rasul, para penatua dipilih untuk mengurusi urusan gerejawi di setiap gereja tersebut (Kis 14:23). Gereja induk di Yerusalem pun memiliki para penatua (Kis 15:2, 4, 6, 22-23; 21:18). Jadi, sistem kepenatuaan di dalam gereja sudah ada dan dipraktekkan oleh para rasul.

Sistem ini sangat mungkin diwarisi dari sistem pemerintahan dalam budaya Yahudi. Para tua-tua Yahudi memegang peranan sentral dalam masyarakat Yahudi (Mat 16:21; 21:23). Bersama dengan para pemuka agama dan anggota Sanhedrin lainnya, tua-tua Yahudi memutuskan berbagai hal dalam lingkup otonomi bangsa Yahudi. Gereja mengadopsi sistem ini, tetapi kemudian memodifikasinya sesuai dengan konsep Kristiani dan situasi gereja mula-mula.

Salah satu hal menarik dari sistem kepenatuaan di gereja mula-mula adalah sifatnya yang korporat. Tiap kali istilah “penatua” muncul, istilah ini selalu dalam bentuk jamak, kecuali tatkala seorang rasul menempatkan dirinya sebagai salah seorang penatua (1 Pet 5:1; 2 Yoh 1; 3 Yoh 1). Alkitab tidak pernah memberi petunjuk apa pun tentang kepenatuaan tunggal.

Hal lain lagi yang menarik adalah keberadaan para rasul di samping para penatua. Kepemimpinan di gereja lokal memang diserahkan pada para penatua, tetapi hal itu tidak berarti bahwa mereka saja yang berhak mengaturnya. Dalam berbagai kesempatan, para rasul dan para penatua tampil bersama (Kis 15). Di teks lain disebutkan bahwa para penatua ditetapkan oleh para rasul (Kis 14:23) atau orang lain yang dipercayai oleh para rasul (Tit 1:5). Para rasul juga tergolong penatua (1 Pet 5:1). Dari sini terlihat bahwa para rasul adalah salah satu penatua sekaligus mitra dan mentor bagi mereka.  

Bentuk penghormatan kepada para penatua

Jemaat lokal mempunyai tanggung-jawab tertentu terhadap para penatua. Mereka harus menghormati para penatua (5:17a). Ungkapan bahwa “penatua yang kepemimpinannya baik berhak dihormati dua kali lipat” menyiratkan bahwa semua penatua, terlepas dari bagaimana kualitas kepemimpinan mereka, berhak untuk dihormati. Hanya saja, mereka hanya akan mendapatkan penghormatan seperlunya.

Konsep ini sangat penting untuk diperhatikan. Walaupun persyaratan yang tinggi sebagai penatua sudah dibentangkan (3:1-7), mereka yang terpilih belum tentu semuanya mampu menunjukkan kepemimpinan yang baik. Beberapa mungkin memiliki celah dalam kehidupan pribadi dan kepemimpinan mereka, sehingga bisa diperkarakan (5:19) atau dipersalahkan (5:20). Beberapa malah mungkin melayani dengan motivasi dan cara yang kurang tepat (bdk. 1 Pet 5:1-3). Terlepas dari semua ini, para penatua tersebut tetap harus dihormati. Ketundukan lebih berkaitan dengan status seseorang, bukan prestasi mereka. Penghormatan ditentukan oleh status maupun prestasi seseorang. Pendeknya, setiap penatua memang perlu dinilai (baik atau tidak baik kepemimpinannya), namun semua tetap berhak atas penghormatan dari jemaat.

Berdasarkan catatan di dalam Alkitab, para penatua mengemban beragam tugas kepemimpinan. Mereka menilik jemaat guna memperhatikan keadaan mereka (1 Tim 3:1-2; Kis 20:28). Mereka memberikan konseling dan mendoakan orang yang bermasalah (Yak 5:14). Mereka memutuskan perkara-perkara tertentu yang muncul dalam jemaat (Kis 15). Mereka juga bertugas untuk mengajarkan firman Tuhan (1 Tim 3:2; 5:17b).

Cara Paulus mengaitkan kepemimpinan dan pemberitaan firman di 1 Timotius 5:17 layak untuk digarisbawahi. Hal ini menandaskan pentingnya pemberitaan firman Tuhan sebagai strategi utama kepemimpinan. Para penatua memimpin dengan otoritas firman Tuhan. Walaupun teladan hidup dan ketrampilan organisasi penting, namun fokus dalam kepemimpinan di gereja adalah pemberitaan firman Tuhan. Tanpa firman Tuhan sebagai standar kehidupan bergereja, sebuah jemaat lokal tidak akan terpimpin dengan baik.

Bentuk penghormatan seperti apa yang layak diberikan kepada para penatua?

Pertama, tunjangan hidup (ayat 18). Ayat ini dimulai dengan kata “karena” (gar; kontra LAI:TB “bukankah”), yang menyiratkan sebuah alasan bagi penghormatan di ayat 17. Menariknya, alasan yang diberikan bagi penghormatan tersebut berkaitan dengan dukungan secara material. Dalam hal ini Paulus mendasarkannya pada teks Perjanjian Lama (ayat 18a; Ul 25:4) dan ajaran lisan Tuhan Yesus (ayat 18b; bdk. Luk 10:7). Kutipan dari Ulangan 25:4 tentang larangan untuk memberangus mulut lembu yang sedang mengirik juga pernah digunakan oleh Paulus di 1 Korintus 9:9-10 pada saat ia membela haknya untuk memperoleh tunjangan hidup. Kutipan dari ajaran lisan Tuhan Yesus juga berhubungan dengan pemberian secara material (bdk. Luk 10:7 “makanlah dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu”).

Terlepas dari istilah apa pun yang gereja-gereja modern pakai untuk hal ini – tunjangan hidup, gaji, honorarium, atau persembahan kasih – konsep di dalamnya tetap sama: jemaat harus menghormati para penatua dengan cara memberikan materi kepada mereka. Penyediaan tunjangan hidup bagi para penatua harus bersumber dari sikap hati yang hormat. Tanpa rasa hormat, pemberian material tidak akan bernilai.

Penekanan pada sikap hormat ini juga tersirat dari ungkapan yang digunakan Paulus di ayat 17a. Secara hurufiah bagian ini berbunyi: “Biarlah para penatua yang baik pimpinannya dianggap layak untuk penghormatan ganda” (KJV/ASV/RSV/NASB/ESV “let…be counted/considered worthy of double honor”). Dengan kata lain, pemberiaan material dimulai dari kesadaran dan penilaian bahwa penatua memang layak mendapatkan hal tersebut.

Penghormatan ganda berlaku untuk para penatua yang memimpin dengan baik dan berjerih-lelah dalam khotbah dan pengajaran (5:17). Paulus jelas sedang membicarakan beberapa orang khusus di antara para penatua. Semua penatua terlibat dalam kepemimpinan, tetapi tidak semua mampu menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa (bdk. 4:6-7). Semua penatua wajib mengajar, bahkan dengan cara yang cakap (3:2), tetapi tidak semua mengabdikan diri secara khusus bagi pelayanan khotbah dan pengajaran (bdk. Gal 6:6). Kepemimpinan yang istimewa dan pengabdian pada pemberitaan firman Tuhan menuntut perhatian dan waktu. Tidak jarang hal itu berarti bahwa seorang penatua harus secara penuh waktu berfokus pada tugas kepenatuaannya. Mereka perlu untuk diperhatikan secara material supaya konsentrasi dan pengabdian mereka tidak terganggu.

Tambahan “dua kali lipat” (dari kata diplous) tidak boleh dipahami secara matematika, seolah-olah Paulus berbicara tentang dua jenis penghormatan. Ungkapan “penghormatan dua kali lipat” (versi Inggris “double honor”) dimaksudkan untuk menegaskan kualitas kemurahhatian dan respek yang sedemikian besar dari pihak jemaat kepada para penatua tertentu.

Kedua, prosedur yang pantas dalam sebuah persoalan (ayat 19-20). Sebagaimana sudah disinggung di bagian awal, para penatua bukanlah kumpulan orang sempurna. Walaupun mereka idealnya tidak bercacat (lit. “di atas celaan”), dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Bukan hanya itu saja. Sekalipun mereka benar-benar menjaga integritas diri, hal itu tidak berarti bahwa semua orang pasti menyukai mereka. Beberapa mungkin saja berniat menjelek-jelekkan dan bahkan menjatuhkan mereka. Mereka selalu duduk di atas kursi panas.

Jika tuduhan berasal hanya dari satu orang, gereja lokal tidak perlu menanggapi hal tersebut. Setiap orang bisa menafsirkan dan menilai penatua semau mereka, namun tidak semua penilaian itu pemahaman itu benar dan pantas untuk didengarkan. Fakta bahwa dua atau tiga saksi diperlukan sebelum tuduhan terhadap suatu penatua perlu diperhatikan menyiratkan bahwa sikap jemaat terhadap penatua harus prasangka positif. Maksudnya, jika gereja lokal harus memilih antara tuduhan satu orang jemaat dan pembelaan seorang penatua, gereja lokal wajib mendengarkan perkataan penatua. Suatu tuduhan baru boleh diperhatikan dan ditindaklanjuti apabila diteguhkan oleh dua atau tiga orang saksi yang dapat dipercaya. Prinsip ini berasal dari tradisi kitab suci (Ul 19:15), dan sudah diadopsi sedemikian rupa oleh gereja (Mat 18:15-20).

Bagaimana jika tuduhan beberapa orang tersebut benar-benar terbukti? Hal ini bisa saja terjadi. 1 Timotius 5:20 memberitahu apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah gereja lokal dalam hal ini, yaitu menegur penatua itu di depan umum. Kata “menegur” (elenchō) bernuansa sangat keras. Kata ini bukan hanya berarti memberi masukan atau nasihat. Kata ini berarti teguran yang serius.

Tujuan dari hal ini adalah pembelajaran bagi jemaat (ayat 20b). Mereka akan belajar bahwa gereja perlu menjaga kesuciannya. Mereka juga memahami bahwa tidak ada kompromi bagi siapa pun dalam hal dosa.

Dalam hal ini kita perlu berhati-hati. Tidak semua kesalahan penatua perlu ditegur di depan umum. Teguran hanya diberikan pada penatua yang bersikeras berbuat dosa. Partisip tous hamartanontas di awal ayat 20 seharusnya diterjemahkan “mereka yang terus-menerus berbuat dosa” (RSV/NRSV “those who persist in sin”; NASB “those who continue in sin”). Apabila seorang penatua menerima tuduhan dan langsung mengakui serta bertobat dari kesalahan itu, maka teguran di depan seluruh jemaat tidak diperlukan. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko