Dalam beberapa khotbah yang lalu kita sudah belajar bahwa para penatua berhak untuk mendapatkan penghormatan dari jemaat, terutama mereka yang bersusah-payah mengajar. Hari ini kita akan melihat sisi lain dari tugas sebagai penatua, yaitu tanggung-jawab mereka terhadap jemaat. Para penatua diberi mandat untuk menjaga jemaat seumpama gembala yang memelihara dan menjaga kawanan dombanya.
Dalam perpisahannya dengan para penatua Efesus di Miletus (Kis 20:28-32), Paulus menunjukkan bahwa ia telah melakukan yang terbaik, baik dalam memberikan teladan hidup maupun memberitakan kebenaran Yesus Kristus (20:18-27, 33-35). Mereka pasti merasa sangat kehilangan dengan kepergian Paulus (20:36-38). Walaupun demikian, sentimentalisme tidak boleh berlarut-larut. Ada tugas di depan yang sudah menunggu. Paulus tidak lupa memberitahu mereka apa yang harus dilakukan oleh para penatua (ayat 28a), mengapa mereka harus melakukan hal tersebut (ayat 28b-30), bagaimana mereka seharusnya melakukannya (ayat 31), dan kepada siapa mereka bersandar (ayat 32).
APA (ayat 28a)?
Dalam kisah ini Paulus tidak banyak mendaftarkan tugas-tugas yang diemban oleh para penatua. Ia hanya menggunakan dua kata kerja imperatif: “jagalah” (ayat 28a) dan “berjaga-jagalah” (ayat 31a). Dua kata Yunani yang muncul di dua ayat ini memang berbeda (prosechō di ayat 28, grēgoreō di ayat 31), namun maknanya seringkali tumpang-tindih atau bahkan sama persis (Louw-Nida Lexicon), yaitu kehati-hatian, perhatian yang khusus, atau kesiapan untuk melihat bahaya di depan. Kata ini sudah cukup untuk menjelaskan esensi dari tugas penatua. Tugas-tugas lain sudah termaktub di dalamnya.
Pertama-tama, para penatua harus menjaga diri mereka sendiri (“jagalah dirimu”). Nasihat yang mirip juga diberikan Paulus kepada Timotius: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Tim 4:16a). Paulus tentu saja tidak bermaksud untuk mengajarkan egoisme kepada para penatua. Ia pun bukan sedang menyepelekan keselamatan jemaat. Sebaliknya, kerohanian jemaat sangat dipengaruhi oleh kualitas kerohanian para penatua. Pemimpin yang baik akan memberi pimpinan yang baik pula. Karena itu, para pemimpin harus fokus pada diri mereka terlebih dahulu, baru kepada orang lain.
Berdasarkan konteks Kisah Para Rasul 20:18-32, ada dua pertimbangan di balik nasihat ini. Beberapa penatua sendiri akan menjadi pengajar sesat (20:30), karena itu mereka perlu berjaga-jaga. Pertimbangan lain adalah kekuatan keteladan hidup. Salah satu yang ditekankan Paulus dalam pidato perpisahannya adalah keteladanan hidupnya (20:18-27, 33-35). Hidupnya menjadi daya persuasi yang kuat bagi orang-orang yang pernah melihat dia. Ia tidak ragu memberikan nasihat: “Jadilah pengikutku sama seperti aku telah menjadi pengikut Kristus” (1 Kor 11:1). Kepada salah satu anak rohaninya, Paulus berujar: “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra” (2 Tim 3:10-11).
Selain dirinya sendiri, para penatua juga harus menjaga kawanan domba (ayat 28a). Pemunculan kata “seluruh” (panti) dimaksudkan untuk menentang rasisme dan favoritisme. Semua domba dari latar belakang apapun perlu diperlakukan sama (20:21a “aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”). Di samping itu, kata “seluruh” juga mengarah pada perhatian yang bersifat individual, bukan hanya kelompok. Paulus menasihati setiap jemaat (20:31 “menasihati kamu masing-masing”).
Posisi penting para penatua dalam keselamatan rohani jemaat sebenarnya cukup menarik untuk direnungkan. Paulus sudah memberitakan semua maksud Allah kepada jemaat Efesus (20:26-27). Keteladan dalam kehidupan dan pelayanan pun ia sudah berikan (20:19, 33-35). Pendeknya, jemaat sudah mendapatkan banyak hal yang perlu untuk pertumbuhan rohan mereka. Namun, Paulus tetap tidak melupakan satu elemen penting dalam pertumbuhan rohani jemaat: keberadaan para penatua. Perjalanan masih panjang. Mereka memerlukan arahan dan bimbingan dari para pemimpin rohani.
MENGAPA (ayat 28b-30)?
Dari porsi yang disediakan, Paulus terlihat lebih mementingkan mengapa (alasan) daripada apa (tugas). Dalam banyak hal, memahami alasan memang lebih penting daripada melakukan sesuatu. Orang yang mengetahui dorongan yang tepat bagi tindakannya akan melakukan hal tersebut dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Sebaliknya, mereka yang hanya terjebak pada antusiasme buta akan kesulitan mempertahankan etos kerja yang baik.
Apa saja alasan di balik tugas penatua yang harus menjaga kawanan domba?
Pertama, karena jabatan penatua adalah ketetapan Roh Kudus (20:28b). Para rasul menetapkan para penatua di tiap gereja lokal (Kis 14:23). Paulus pun menasihatkan Titus untuk mempraktekkan hal yang sama (Tit 1:5). Ini menunjukkan bahwa sistem kepenatuaan sesuai dengan Alkitab. Bukan hanya secara umum bersifat alkitabiah, kepenatuaan juga secara khusus dipimpin oleh Roh Kudus (Kis 20:28b). Proses pemilihan penatua yang dilandaskan pada kriteria-kriteria alkitabiah (1 Tim 3:1-7; Tit 1:5-10) dan melibatkan persandaran yang sungguh-sungguh kepada Allah (Kis 14:23) akan menghasilkan para penatua yang ditetapkan oleh Roh Kudus.
Kedua, karena jemaat adalah milik Allah (20:28c). Yang digembalakan oleh para penatua adalah “jemaat Allah” (tēn ekklēsian tou theou), dalam arti “jemaat milik Allah”. Jemaat telah diperoleh Allah dengan “darah Anak-Nya sendiri” (LAI:TB). Mayoritas versi Inggris dengan tepat menerjemahkan “darah-Nya sendiri” (KJV/ASV/NASB/NIV/ESV), sesuai dengan salinan yang lebih tua dan bisa dipercaya, dengan demikian menunjukkan bahwa “Allah” di bagian sebelumnya merujuk pada Yesus Kristus. Konsep tentang kepemilikan yang dikaitkan dengan penebusan ini juga disinggung Paulus di tempat lain (1 Kor 6:19-20; Ef 1:14). Jika kita dipercayakan sesuatu yang sangat berharga, apakah kita akan memelihara benda tersebut secara sembarangan? Tentu saja tidak! Demikian juga dengan jemaat milik Allah yang dipercayakan kepada para penatua harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Sama seperti Allah sudah berkorban bagi jemaat-Nya, demikian pula para penatua patut melakukan hal yang sama (bdk. 20:33-35).
Ketiga, karena ada bahaya dari luar (20:29). Gambaran tentang “serigala” dapat merujuk pada semua orang yang menentang kekristenan (Mat 10:16; Luk 10:3; 13:32), namun sesuai dengan konteks Kisah Para Rasul 20:18-38, serigala ganas yang dimaksud oleh Paulus tampaknya merujuk pada para pengajar sesat (20:30; bdk. Mat 7:20). Berbeda dengan Paulus yang rela berkorban demi keselamatan tiap domba (20:26-27, 33-35), para guru palsu tidak akan menyayangkan domba-domba itu. Bagi mereka yang penting adalah kepentingannya tercapai. Karena itu, para penatua dituntut untuk menjadi gembala yang baik, yang setia menjaga domba-domba, bukan meninggalkan mereka menjadi santapan para serigala (bdk. Yoh 10:12-13).
Keempat, karena ada bahaya dari dalam (20:30). Ironisnya, beberapa guru palsu yang akan muncul nanti ternyata berasal dari para pemimpin di Efesus. Hal ini tidak terlalu mengagetkan. Beberapa pengikut Paulus pun akhirnya mengikuti ajaran sesat (1 Tim 1:19-20; 2 Tim 2:17-18). Yohanes mencatat beberapa orang “Kristen” yang akhirnya justru menjadi para antikristus (1 Yoh 2:19). Kesesatan dan kemurtadan pasti terjadi (Mat 18:7), karena hal itu untuk menunjukkan siapa yang sungguh-sungguh menjadi milik Tuhan dan siapa yang bukan (2 Tim 2:19; 1 Yoh 2:19b). Melihat bahaya yang serius ini, setiap penatua dituntut untuk menjaga ajaran dan hidup mereka, serta seluruh jemaat.
BAGAIMANA (ayat 31)?
Di ayat ini Paulus tidak hanya mengulang kembali nasihatnya kepada para penatua untuk menjaga kawanan domba (20:28, 31), tetapi ia sekaligus memberi gambaran yang jelas bagaimana mereka sepatutnya melakukan hal tersebut, yaitu dengan cara meneladani pelayanan Paulus (20:31). Yang difokuskan adalah noutheteō (LAI:TB “menasihati”; juga ASV/RSV/NASB/ESV). Beberapa versi lain memilih “memperingatkan” (KJV/NIV/NRSV). Walaupun dua arti ini masuk jangkauan arti kata noutheteō, tetapi opsi kedua lebih sesuai dengan konteks yang lebih menyoroti tentang keselamatan dan bahaya di depan. Paulus senantiasa bersaksi supaya orang lain bertobat, sehingga tidak binasa (20:21). Dia juga menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah atas orang yang akhirnya binasa, karena ia sudah menyampaikan seluruh maksud Allah (20:26-27). Di tengah ancaman ajaran sesat (20:29-30), ajaran para penatua kadangkala perlu dihiasi dengan teguran dan peringatan yang serius.
Tugas untuk memperingatkan orang lain agar mereka tidak binasa bukanlah tugas yang mudah. Kadangkala penolakan dan keretakan relasi dapat muncul. Lebih lagi, peringatan itu seyogyanya dicirikan oleh tiga hal: intensitas dan konsistensi, pendekatan individual, dan kerelaan untuk berkorban (20:31). Intensitas dan konsistensi ditunjukkan melalui penyebutan keterangan waktu yang berlimpah: siang dan malam, selama 3 tahun, dengan tiada henti-hentinya. Pendekatan individual terlihat dari kata hena hekaston (“setiap orang”, LAI:TB “masing-masing”). Kerelaan untuk berkorban disiratkan dalam frase meta dakryōn (“dengan air mata”; bdk. 20:19).
KEPADA SIAPA (ayat 32)?
Dengan tugas yang begitu berat, para penatua tidak mungkin melakukannya dengan kekuatan diri sendiri. Karena itu, Paulus tidak lupa menerangkan sumber kekuatan bagi para penatua. Ia menyerahkan mereka kepada Allah dan firman kasih-karunia-Nya (20:32a). Kisah Para Rasul 14:23 mencatat: “Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber kepercayaan mereka”.
Pemunculan dua obyek – yaitu Allah (tō theō) dan firman kasih-karunia-Nya (tō logō tēs charitos autou) – tidak boleh dibedakan secara berlebihan. Allah akan memberikan kekuatan melalui firman dan kasih karunia-Nya (20:32b). Firman dan kasih karunia-Nya akan terus menerus membangun para penatua sehingga mereka akan sampai pada garis akhir (bdk. 20:24). Rintangan pasti ada. Kegagalan pun sering menghadang. Walaupun demikian, Allah akan terus menguatkan para penatua melalui firman dan kasih karunia-Nya. Pertanyaannya, apakah para penatua sudah menjadikan firman Tuhan sebagai bagian integral dalam hidup mereka? Apakah mereka senantiasa bersandar pada kasih karunia Allah? Pertanyaan untuk jemaat: Apakah kita sudah mendoakan para penatua? Sudahkah kita mendukung pelayanan para penatua melalui ketundukan dan ketaatan kita? Soli Deo Gloria.