Salah satu tradisi positif dalam perayaan Natal adalah kunjungan kepada kelompok masyarakat yang biasanya kurang diperhatikan. Aktivitas kunjungan ke panti jompo, panti asuhan, maupun rumah rehabilitasi meningkat dengan tajam selama Bulan Desember. Semua ini dilakukan dengan satu tujuan yang sama: menghibur mereka yang sedang berada dalam kesusahan dan kesendirian.
Jika direnungkan secara lebih seksama, tradisi ini sebenarnya berakar dari kisah Natal di dalam Alkitab. Zakharia melihat Natal sebagai bukti bahwa Allah “melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya” (1:68). Begitu pula dengan kisah Natal yang melibatkan para gembala (2:9-20). Mereka mendapat kunjungan istimewa dari para malaikat di sorga.
Mengapa para gembala (ayat 8)?
Pembaca yang teliti akan menemukan keunikan kisah Natal di Lukas 2:8-20. Para gembala adalah orang pertama yang mendengar berita Natal sesudah bayi Yesus lahir. Jika ditilik dari jarak antara tempat penggembalaan dan Betlehem (lihat pembahasan selanjutnya), mereka juga menjadi orang pertama yang melihat bayi Yesus. Hal ini menjadi semakin luar biasa apabila dibandingkan dengan para majus di Matius 2:1-12. Para majus hanya mengandalkan penampakan bintang (tidak mendengar berita Natal). Mereka juga datang dari tempat yang lebih jauh.
Mempertimbangkan keunikan di atas, sangat wajar apabila banyak orang bertanya: “Mengapa berita Natal pertama kali disampaikan kepada para gembala?” Beragam usulan diajukan. Ada dua yang populer.
Sebagian penafsir mengaitkan ini dengan status sosial para gembala yang dipandang sebagai kelompok masyarakat yang rendah secara moral. Beberapa catatan dalam tulisan para rabi Yahudi menyebut para gembala sebagai orang-orang yang dekat dengan dosa dan kejahatan. Ketidakjujuran dan kekasaran dilekatkan kepada mereka. Berita Natal disampaikan kepada mereka sebagai perwakilan dari orang-orang yang berdosa.
Kita sebaiknya menolak pandangan di atas. Dalam tatanan sosial masyarakat Yahudi, yang dianggap paling berdosa bukanlah para gembala. Masih ada para pelacur dan pemungut cukai. Tulisan para rabi yang seringkali dikutip untuk memandang para gembala secara moral berasal dari abad ke-5, sehingga belum tentu cocok dengan situasi pada abad ke-1. Di samping itu, metafora gembala di Perjanjian Baru hampir selalu bernada positif (Luk 15:4; Mrk 6:34; Mat 18:12; Yoh 10; 1 Pet 2:25; Ibr 13:20; Ef 4:11).
Berdasarkan konteks Lukas 1-2, para gembala seharusnya dipandang sebagai perwakilan dari mereka yang hina atau rendah, tanpa mengaitkannya secara khusus dengan keberdosaan mereka. Dalam pujiannya, Maria berujar: “TUHAN memperhatikan kerendahan hamba-Nya” (1:48). Tuhan juga meninggikan orang-orang yang rendah (1:52). Elizabet yang menanggung aib kemandulan dilawat oleh Allah (1:25). Pada awal pelayanan-Nya, Yesus Kristus mengutip Yesaya 61:1-2 dan menandaskan bahwa Ia datang untuk memberitakan kabar baik kepada mereka yang kurang beruntung: orang miskin, para tawanan, orang buta, dan orang yang tertindas (4:18-19).
Berita yang menghiburkan (ayat 8-14)
Sebagian penafsir menduga para gembala sedang berada di suatu tempat yang disebut “Padang Gembala” yang berjarak 2,2 km dari kota Betlehem. Kita tidak dapat memastikan hal ini, namun hal itu bisa saja benar. Lukas tampaknya tidak terlalu menyoroti posisi geografis ini. Ia hanya mencatat bahwa para gembala menjaga di luar di waktu malam (2:8). Detil keterangan tentang situasi ini bermanfaat untuk keindahan cerita.
Para gembala sedang berjaga-jaga dari bahaya binatang buas dan pencuri. Kadangkala kawanan pemangsa datang dalam jumlah besar dan mereka terpaksa melarikan diri, terutama apabila mereka hanyalah gembala upahan (bdk. Yoh 10:12). Jadi, mereka jarang menikmati kenyamanan dan ketenangan di malam hari. Kewaspadaan selalu dijaga. Ketakutan kadangkala menyergap. Ditambah dengan kehadiran para makhluk sorgawi secara tiba-tiba, sangat wajar apabila ketakutan mereka semakin mengental (2:9b, lit. “mereka merasa takut dengan ketakutan yang besar”). Tidak heran, para malaikat menenangkan mereka dengan ucapan: “Jangan takut” (2:10).
Situasi di malam hari yang gelap juga turut menciptakan kontras yang jelas dengan penampakan malaikat yang disertai dengan kemuliaan (2:9). Kegelapan malam tiba-tiba berubah menjadi terang yang berkilauan. Keheningan malam juga langsung pecah dengan nyanyian dari sejumlah besar bala tentara sorga (2:13). Sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi.
Malaikat pembawa berita tampaknya sangat menekankan kekhususan para gembala sebagai penerima berita Natal (2:10-11). Kata “seluruh bangsa” (panti tō laō) di ayat 10 sebetulnya tidak merujuk pada segala bangsa, melainkan semua orang Israel (semua versi Inggris “all the people”). Konteks Lukas 1-2 lebih banyak berbicara tentang keselamatan bagi Israel (bdk. 1:68, 72-74; 2:32). Kata laos dalam tulisan Lukas juga seringkali merujuk pada bangsa Israel saja. Tatkala sang malaikat mengucapkan panti tō laō, para gembala mengetahui bahwa mereka tidak diperkecualikan. Malaikat tersebut bahkan menambahkan “bagimu” (hymin) sebanyak dua kali (2:10, 11) untuk memperjelas hal tersebut.
Mengapa kelahiran Yesus Kristus merupakan berita yang menghiburkan? Ada tiga alasan yang saling berkaitan.
Pertama, berita ini berisi kabar baik tentang sebuah kesukaan besar (2:10). Kata “memberitakan” (LAI:TB, euangelizomai) sebaiknya diterjemahkan “memberitakan kabar baik” (lit. “memberitakan sesuatu yang baik”). Kesukaan yang dibicarakan bukan sukacita yang biasa, melainkan sukacita besar (charan megalēn). Jika kelahiran Yohanes Pembaptis saja sudah memberikan sukacita (1:14), apalagi kelahiran Yesus Kristus. Sejalan dengan hal ini, para malaikat pun bersukacita dan memuji Allah (2:13-14). Para gembala juga memuji dan memuliakan Allah (2:20).
Kedua, berita ini berisi keselamatan yang besar dan luas (2:11). Hal yang menarik dari ayat ini adalah pemunculan beragam gelar untuk Yesus (Juruselamat, Kristus, Tuhan, keturunan Daud) dalam satu ayat yang sama. Dalam narasi Natal di Lukas 1-2 gelar-gelar ini beberapa kali muncul, tetapi tidak pernah bersamaan. Misalnya, keselamatan dari Allah dihubungkan dengan keturunan Daud (1:69). Di 2:26 Simeon diberitahu Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Kristus Tuhan (christon kyriou, kontra LAI:TB “Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan”). Penggabungan empat gelar sekaligus di 2:11 menyiratkan sebuah penegasan: bayi yang dilahirkan benar-benar luar biasa. Ini adalah berita keselamatan yang besar!
Sesuai dengan sintaks, fokus terletak pada sebutan “Juruselamat” (sōtēr). Gelar-gelar lain merupakan penjelasan terhadap (ditandakan dengan kata ganti penghubung relatif hos, LAI:TB “yaitu”). Keselamatan yang dibicarakan di sini berhubungan dengan kelepasan dari musuh dan dosa-dosa (1:69, 71, 77). Konsep keselamatan yang terkesan luas ini merupakan hal yang biasa dalam tradisi Yahudi. Mereka memandang keutuhan hidup secara lebih komprehensif, mencakup jasmani dan rohani. Fakta bahwa berita Natal ditujukan pada para gembala yang dipandang hina secara sosial menunjukkan bahwa keselamatan bukan hanya tentang hal-hal rohani yang mistis bersama dengan Allah. Yesus Kristus pun memperhatikan orang miskin, sakit, dan tertindas (4:18-19).
Ketiga, berita ini berisi damai sejahtera yang kosmik (2:14). Kata “kosmik” merujuk pada keseluruhan alam semesta (sebagai kontras terhadap bumi saja). Jadi, kata ini mengandung cakupan yang begitu luas. Gambaran kosmik itulah yang ada di 2:14. Kita melihat beberapa kontras yang indah di ayat ini: kemuliaan-damai sejahtera, surga-bumi, Allah-manusia. Kelahiran Yesus membawa pujian bagi Allah di surga sekaligus damai sejahtera di bumi bagi orang-orang yang diperkenan Allah.
Lukas 2:14 sekaligus mengajarkan beberapa hal penting tentang damai sejahtera (eirēnē) yang dianugerahkan melalui kelahiran Yesus. Damai ini berkaitan dengan relasi yang harmonis antara surga dan bumi, antara Allah dan manusia. Damai ini diberikan kepada mereka yang berkenan kepada Allah. Ungkapan anthrōpoi eudokias (LAI:TB “manusia yang berkenan kepada-Nya”) merupakan sebuah sebutan umum dalam keagamaan Yahudi yang merujuk pada umat pilihan Allah yang kepadanya Allah berkenan memberikan rahmat-Nya. Dalam konteks Lukas 1-2 kita melihat bahwa Allah memperhatikan orang-orang yang menyadari kehinaan dirinya (1:46-48) dan yang takut kepada Dia (1:50). Sebaliknya, Allah menentang orang-orang yang congkak (1:51-52).
Respon yang Allah inginkan (ayat 15-20)
Para gembala meresponi berita Natal dengan tepat. Mereka langsung menaati perkataan malaikat. Tanpa menunda, mereka pergi ke Betlehem (2:15). Mereka cepat-cepat pergi untuk melihat bayi Yesus. Ada hasrat yang kuat untuk berjumpa dengan Yesus. Gairah yang sama Allah inginkan dari kita. Apakah kita sungguh-sungguh rindu menemukan Kristus dan menaati Dia?
Para gembala juga memuji dan memuliakan Allah (2:20). Luapan kegembiraan terpancar dengan jelas. Pujian para malaikat kini menjadi pujian mereka juga. Damai sejahtera yang dijanjikan di 2:14 sudah menjadi milik mereka. Hidup mereka dikuasai oleh sukacita. Apakah hidup kita juga diwarnai oleh sukacita surgawi? Soli Deo Gloria.