Salah satu topik perdebatan seputar doktrin keselamatan (soteriologi) adalah partisipasi manusia dalam keselamatan. Teologi Reformed mengajarkan bahwa keselamatan adalah murni anugerah Allah (Ef 2:8-9). Tidak ada andil manusia sama sekali. Jika demikian, bagaimana kita menafsirkan nasihat Paulus kepada jemaat Filipi agar mereka “mengerjakan keselamatan” (2:12)? Apakah kita boleh hidup sembarangan sesudah diselamatkan?
Kerjakan keselamatanmu (ayat 12)
Jika kita melihat ayat 12-13 secara sekilas pun kita dengan mudah akan menemukan bahwa inti dari bagian ini terletak pada kalimat perintah di ayat 12, yaitu kerjakanlah keselamatanmu. Bagian lain dari ayat 12-13 hanya menjelaskan inti tersebut. Apa yang dimaksud dengan perintah ini? Apakah perintah ini tidak bertentangan dengan ajaran Paulus yang lain tentang keselamatan sebagai anugerah (Rom 3:28; Ef 2:8-9)?
Penyelidikan yang lebih teliti menunjukkan bahwa nasihat ini tidak bertentangan dengan doktrin anugerah. Pertama, kata kerja katergazomai (“kerjakanlah”) sebenarnya lebih bermakna “menyelesaikan” (Ef 6:13), bukan menghasilkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Ayat ini berarti “work out your salvation” (mayoritas versi Inggris), bukan “work for your salvation”.
Kedua, kata “mu” dalam frase “keselamatanmu” dalam bahasa Yunani berbentuk jamak. Pemakaian bentuk jamak ini menunjukkan bahwa Paulus tidak sedang membicarakan keselamatan pribadi-pribadi. Ia sedang membahas keselamatan secara komunal. Ia sebenarnya menasihatkan jemaat di Filipi sebagai sebuah komunitas untuk menunjukkan pola hidup tertentu yang membuktikan bahwa mereka memang sudah diselamatkan. Dalam konteks pasal 2, hal ini berhubungan dengan kasih sesama orang percaya (2:1-4, 14-15; 4:2). Nasihat yang hampir serupa dengan ayat ini terdapat di Filipi 1:27 “hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus”. Dengan menunjukkan diri sebagai komunitas yang punya gaya hidup sesuai Injil, jemaat Filipi akan mampu menjadi teladan bagi orang-orang luar yang memusuhi mereka (1:27-28; 2:15).
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa nasihat untuk mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan nasihat untuk hidup sesuai dengan status yang sudah diselamatkan. Dalam istilah yang lebih sederhana, mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan hidup sesuai firman Tuhan (ketaatan). Hal ini juga terlihat dari kalimat di ayat 12 “kamu senantiasa taat, karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu”.
Wujud pengerjakan keselamatan (ayat 12)
Dalam bagian ini kita akan melihat tiga macam ketaatan yang dituntut Allah dari kita. Pertama, ketaatan yang konsisten. Di awal ayat 12 Paulus mengatakan “kamu senantiasa taat, karena itu...”. Hal ini jelas merujuk pada konsistensi ketaatan yang sudah ditunjukkan jemaat Filipi mulai dari awal pelayanan Paulus di sana (Kisah Rasul 16) sampai waktu Paulus menulis surat. Ketika ia mulai memberitakan Injil di Filipi, beberapa orang langsung menerima firman itu (Kis 16:14, 32-33). Ketika ia berada di tempat lain, jemaat Filipi tetap mendukung pemberitaan Injil (Flp 4:10, 15-16). Mereka tetap bertahan dengan penganiayaan yang terus-menerus mereka alami (Flp 1:28-30). Ketika Paulus menulis surat ini pun jemaat Filipi telah memberikan bantuan untuk pekerjaan misi (Flp 2:25). Paulus tidak puas hanya pada ketaatan mereka dari dulu sampai sekarang. Ia ingin agar mereka terus mengerjakan keselamatan mereka (taat).
Kedua, ketaatan yang tidak dibatasi situasi apapun. Paulus menambahkan bahwa ketaatan jemaat Filipi harus dilakukan “bukan hanya waktu aku hadir, tetapi terlebih waktu aku tidak hadir”. Dalam sebagian versi Inggris, frase ini dihubungkan dengan “kamu senantiasa taat”, bukan “kerjakan keselamatanmu”. Dari sisi tata bahasa dan konteks surat Filipi, frase tersebut sebaiknya dihubungkan dengan “kerjakan keselamatanmu” (LAI:TB). Pertama, kata Yunani mē (“bukan”) seringkali dipakai untuk menerangkan kalimat perintah. Dalam ayat ini “kerjakan keselamatanmu” berbentuk kalimat perintah (imperatif), sedangkan “kamu senantiasa taat” merupakan kalimat pernyataan (indikatif). Kedua, ide tentang kedatangan Paulus dalam surat Filipi bukan merujuk pada kedatangannya yang dulu (Kis 16). Kedatangan ini bersifat futuris, seandainya Paulus berhasil bebas dari penjara (1:26 dan 2:23-24). Ia belum tahu apakah ia akan bebas atau dihukum mati (1:20-26), karena itu berpesan pada jemaat Filipi untuk tetap mengerjakan keselamatan (taat) baik ia ada atau tidak ada. Tambahan ini perlu ditegaskan Paulus, karena jemaat Filipi sangat dekat dan mengasihi dia. Mereka bisa terjebak pada ketaatan yang semu, yaitu taat hanya karena faktor Paulus (hamba Tuhan) saja. Ketaatan seperti ini jelas tidak tepat. Hamba Tuhan memang harus menjadi teladan bagi jemaat (1 Kor 11:1; 1 Tim 4:12), tetapi jemaat harus berfokus pada Tuhan (Mat 11:29). Intinya, ketaatan kita tidak boleh dipengaruhi oleh situasi tertentu.
Ketiga, ketaatan yang didasarkan pada hormat pada Allah. Paulus menasihatkan agar jemaat Filipi tetap mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Sekilas konsep ini terkesan aneh, karena dasar ketaatan seharusnya adalah kasih (Mat 22:37-40), bukan ketakutan. Kesan ini akan hilang apabila kita ingat bahwa Allah memang seringkali menghukum umat-Nya agar mereka takut dan taat kepada-Nya. Takut di sini dimaksudkan agar mereka lebih hormat pada kekudusan Allah. Dalam tulisan Paulus, ungkapan “dengan takut dan gentar” muncul beberapa kali dengan makna “hormat”, tanpa selalu melibatkan unsur hukuman. 2 Korintus 7:15 mencatat bahwa Titus diterima jemaat Korintus dengan takut dan gentar. Maksudnya, ia diterima dengan penuh hormat, karena ia mewakili Paulus. Dalam Efesus 6:5 Paulus menasihati para budak agar taat kepada tuan mereka dengan takut dan gentar. Tidak ada ketakutan karena hukuman yang diindikasikan di Efesus 6:5-8. Takut dan gentar berarti dengan sikap hormat. Begitu pula ketaatan kita kepada Allah harus didasarkan pada rasa hormat terhadap kekudusan Allah. Kita taat bukan karena sungkan terhadap orang lain, tuntutan sosial, takut kalau berdosa nanti ketahuan, dan sebagainya. Kita taat karena kita menghormati kekudusan Allah.
Kekuatan untuk mengerjakan keselamatan (ayat 13)
Jenis ketaatan yang dituntut di ayat 12 tampaknya sangat sulit untuk dilakukan, karena itu Paulus menjelaskan rahasia kita bisa melakukan itu (bdk. kata sambung “karena” di awal ayat 13). Rahasianya terletak pada diri Allah. Allah yang mengerjakan kekuatan dari dalam diri kita (energeō). Kata energeō muncul 20 kali dalam PB, 18 di antaranya dipakai oleh Paulus. Arti yang terkandung di dalam kata ini adalah “bekerja dengan penuh kekuatan” (Gal 2:8; 3:5; 5:6; Ef 2:2).
Allah memampukan kita untuk mau (thelō) dan mampu (energeō) menaati Dia. Natur kita yang tercemar oleh dosa cenderung tidak bisa konsisten dalam menaati Allah. Kita seringkali taat dalam situasi-situasi tertentu saja. Kita juga tidak jarang menaati Allah tapi dengan motivasi/dasar yang salah. Melalui intervensi Allah dalam diri kita, kita diberi kemauan dan kemampuan. Tugas kita adalah berserah pada pimpinan Allah.
Aplikasi
Dalam kehidupan keluarga, kita seringkali berada dalam situasi yang sulit untuk menaati Allah. Kita diperhadapkan pada dua pilihan: taat pada Allah tapi mengalami kesulitan dalam bisnis atau tidak taat tapi bisnis lancar. Apakah kita mau mengambil komitmen untuk menaati Allah bagaimanapun sulitnya itu? Kita juga tidak jarang diperhadapkan antara waktu bagi Tuhan dan bagi pekerjaan. Apakah kita mau mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya? Kita kadangkala harus memilih: mengikuti kata hati kita untuk bercerai atau kehendak Allah untuk tetap bersama pasangan kita. Apakah kita mau memilih Allah walaupun itu sulit? Allah akan bekerja dengan kuat dalam diri kita sehingga kita bisa untuk mau dan mampu menaati Dia. Soli Deo Gloria.