Beberapa waktu yang lalu seorang gembala sidang dari sebuah gereja menanyakan hal ini kepada saya. Bukankah mujizat diberikan supaya orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus? Mengapa sesudah mereka percaya melalui mujizat Tuhan Yesus justru tidak mau mempercayakan diri-Nya kepada mereka?
Sebagian penafsir mencoba memahami kesulitan ini dengan cara membandingkan iman orang banyak di ayat 23-25 (berdasarkan mujizat) dan murid-murid Tuhan di ayat 22 (berdasarkan kitab suci dan perkataan Tuhan Yesus). Melalui kontras tersebut ditarik kesimpulan bahwa iman yang benar adalah berdasarkan firman Allah, bukan berdasarkan mujizat.
Walaupun jawaban di atas adalah benar dalam sisi tertentu (Injil Yohanes memang meletakkan iman tanpa penglihatan sebagai iman yang lebih baik, bdk. Yoh 20:29), tetapi belum menerangkan sisi-sisi yang lain dari problem yang ada. Pada perikop sebelumnya murid-murid Yesus juga percaya karena melihat mujizat (2:11), namun tidak ada teguran atau penilaian negatif untuk mereka. Iman yang ditunjukkan murid-murid Yesus di 2:22 pun tidak terjadi pada saat yang bersamaan dengan iman orang banyak di 2:23-25. Murid-murid baru tahu dan percaya sesudah mereka memahaminya dari perspektif kebangkitan (2:22).
Konteks Yohanes 2:13-25 merupakan kunci untuk memahami hal ini. Kontras antara iman murid-murid Tuhan Yesus dan orang banyak bertujuan untuk mengajarkan satu kebenaran penting: iman kepada Tuhan menuntut konsistensi. Walaupun murid-murid Yesus tidak memahami ucapan Yesus pada waktu itu, mereka tetap mengikuti Dia. Sesudah kebangkitan Yesus mereka baru memahami arti dari ucapan itu. Ide tentang konsistensi ini sesuai dengan perkataan Tuhan Yesus kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: Jikalau kamu tetap di dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku” (8:31). Iman dan antusiasme yang muncul dari pengalaman melihat mujizat saja tidak cukup. Di pasal 6:60-66 Tuhan Yesus ditinggalkan oleh banyak orang yang sebelumnya sangat antusias (6:15, 25). Mengapa mereka meninggalkan Dia? Karena mereka tidak tahan dengan perkataan Tuhan Yesus (6:60)! Jadi, konsistensi dalam pengiringan kepada Tuhan Yesus merupakan inti yang membedakan.
Selain ide tentang konsistensi, kunci untuk memahami persoalan ini terletak pada sifat kemahahatuan Yesus. Ide ini ditekankan berkali-kali di 2:24-25: Yesus mengenal mereka, Yesus tidak memerlukan kesaksian dari manusia, Yesus tahu apa yang ada dalam hati manusia. Ia melihat lebih lebih dalam, jauh di balik sekadar antusiasme. Kita bisa tertipu dengan ‘iman’ yang ditunjukkan oleh orang lain, tetapi Allah tidak dapat dibodohi. Jadi, dalam pandangan Tuhan Yesus orang-orang yang percaya di 2:23 sebenarnya belum mengalami pembaruan dari dalam hati mereka. Mereka hanya menunjukkan antusiasme eksternal yang tidak mencerminkan hati mereka yang sesungguhnya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus tidak mau mempercayakan diri kepada mereka.