Salah satu argumen yang diajukan untuk membuktikan keberadaan Allah adalah argumen kosmologis. Intinya adalah menelusuri keberadaan yang melampaui fisik (metafisika) melalui penalaran yang melibatkan fisik (materi), terutama dalam kaitan dengan asal-usul materi. Ada beragam jenis argumen tipe ini. Salah satunya disebut Argumentasi Kosmologis Kalam. Argumen jenis ini berasal dari tradisi Islam di abad pertengahan. Secara lebih spesifik, argumen ini dikembangkan oleh Al-Ghazali, seorang filsuf skolastik yang ternama.
Beberapa apologis Kristen mengadopsi dan turut mempopulerkan jenis argumen kosmologi ini. Yang paling terkenal tentu saja adalah William Craig. Strategi apologetis Craig ini menuai beragam respons. Sebagian memberikan kritikan dengan menunjukkan kelemahan dalam argumen ini. Sebagian lagi tidak mempersoalkan substansi argumen, namun lebih menyoroti sikap Craig yang meminjam dari tradisi non-Kristen. Bagi beberapa orang, peminjaman ini bisa memberikan berbagai kesan yang keliru, misalnya ajaran Islam lebih benar daripada Kristen atau semua agama adalah sama.
Bagaimana kita menyikapi hal ini? Apakah kesan-kesan tersebut dapat dibenarkan?
Jika kita membaca Alkitab dengan teliti, kita seharusnya tidak terlalu terkejut dengan sikap Craig. Alkitab mengajarkan bahwa kebenaran Allah dinyatakan melalui berbagai cara. Paulus menyinggung tentang penyataan diri Allah melalui ciptaan (Rm. 1:19-20) maupun hukum moral dalam hati manusia (Rm. 2:14). Penulis Kitab Amsal tidak segan-segan mengutip dari kata-kata bijak di luar Alkitab. Dia bahkan tidak ragu untuk mendapatkan hikmat melalui observasi alam, misalnya kehidupan binatang. Dalam khotbahnya di Atena Paulus mengutip perkataan beberapa filsuf Yunani-Romawi kuno (Kis. 17:24-29). Kita dapat merangkum semua catatan Alkitab ini dengan meminjam ungkapan Arthur Holmes: “Segala kebenaran adalah kebenaran Allah.”
Apakah peminjaman pandangan dari Kosmologi Kalam membuat Islam lebih benar daripada Kristen? Tidak juga. Kita perlu mencatat bahwa konklusi yang dicapai dalam Kosmologi Kalam sama dengan ajaran Alkitab, bahkan sama dengan beragam jenis argumen kosmologis yang diusulkan oleh para pemikir Kristen. Yang berbeda hanyalah proses penalarannya. Nah, proses penalaran dalam Kosmologi Kalam sendiri tidak diperoleh dari Alquran. Penalaran ini muncul dari perenungan filosofis Al-Ghazali. Jadi, isu ini sebaiknya tidak dipolarisasi terlalu luas menjadi komparasi antara Islam dan Kristen. Ini adalah tentang seorang yang bernama Al-Ghazali dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain.
Apakah dari peminjaman pandangan dari Kosmologi Kalam ini dapat disimpulkan bahwa semua agama adalah sama? Tentu saja tidak. Ajaran agama-agama sangat banyak. Beberapa ajaran dipegang dan diajarkan oleh semua (atau hampir semua) agama. Sebagian lagi berbeda, bahkan bertentangan.
Dalam kasus Kosmologi Kalam isu yang disentuh adalah keberadaan Allah. Nah, pada poin ini Islam dan Kristen memang memiliki pandangan yang sama. Keduanya sama-sama meyakini keberadaan Allah yang esa. Ketika diperhadapkan pada ateisme, pihak Islam dan Kristen adalah sekutu, bukan seteru. Dua pihak sama-sama berusaha membuktikan keberadaan Allah.
Ketika kita ingin melangkah lebih jauh, kita akan menemukan perbedaan-perbedaan yang fundamental tentang Allah. Islam mengajarkan keesaan Allah dalam konteks Tauhid, sedangkan Kristen dalam konteks Tritunggal. Yesus Kristus diakui sebagai Allah (dan Tuhan) dalam kekristenan, sedangkan keyakinan ini ditolak dengan tegas dalam Alquran maupun tradisi Islam. Jadi, tidak semua agama memang sama.
Sebagai penutup, kita mungkin perlu berhati-hati menyikapi peminjaman Kosmologi Kalam ini. Suatu klaim kebenaran tidak boleh ditolak hanya gara-gara sumbernya. Ini adalah salah satu kekeliruan logika. Sebagai contoh, penganut agama X tidak boleh menganggap penemuan teknologi Y keliru hanya gara-gara yang menemukan adalah penganut agama Z. Kita juga tidak boleh mengasumsikan bahwa pandangan yang dipinjam tradisinya pasti lebih superiori daripada tradisi yang meminjam. Ini juga merupakan sebuah kekeliruan logika. Sebagai contoh, teori ilmiah A yang ditemukan oleh penganut agama B dan digunakan oleh banyak orang dari berbagai tradisi keagamaan tidak menjadikan agama B lebih unggul daripada agama-agama yang lain. Soli Deo Gloria.