Kaum injili pada umumnya meyakini bahwa naskah asli Alkitab seluruhnya adalah benar. Kesalahan hanya terjadi pada salinan, terjemahan, dan penafsiran. Persoalannya, naskah asli Alkitab sampai sekarang tidak ditemukan. Apakah hal ini merupakan sebuah masalah serius bagi kaum injili? Sama sekali tidak!
Pertama, semua naskah asli kitab-kitab kuno juga tidak ditemukan. Jikalau otentisitas Alkitab diragukan hanya gara-gara ketidakadaan naskah asli, maka sikap yang sama seharusnya diterapkan pada semua kitab kuno tanpa perkecualian. Kita sebaiknya memandang ketidakadaan naskah asli sebagai sesuatu yang wajar dan umum terjadi. Sebagian naskah mungkin hilang. Yang lain mungkin rusak.
Kedua, yang dipentingkan bukanlah naskah asli, melainkan perkataan asli. Bukan bahannya, melainkan isinya. Pengilhaman Alkitab mencakup kata-kata (2 Tim 3:16), bukan bahan yang digunakan untuk menulis. Sama seperti dua loh batu yang ditulis ulang oleh Musa memiliki otoritas yang sama dengan yang ditulis oleh tangan Allah sendiri (Kel 32:15-16, 19; 34;1-4), demikian pula versi-versi modern Alkitab tetap berotoritas, sejauh mereka merefleksikan perkataan asli Alkitab.
Ketiga, Alkitab (terutama Perjanjian Baru) memiliki salinan-salinan yang sangat banyak dan dekat dengan waktu penulisan awal. Dua hal ini – jumlah yang banyak dan jarak waktu yang dekat – sangat membantu dalam proses rekonstruksi perkataan asli Alkitab. Dalam kaitan dengan dua kelebihan ini, Alkitab jauh melampaui kitab-kitab kuno lainnya.
Keempat, para teolog telah memiliki metode rekonstruksi yang baik. Kita bukan hanya memiliki beragam salinan dan terjemahan kuno yang bermanfaat untuk proses rekonstruksi. Kita juga memiliki disiplin ilmu yang secara khusus membantu dalam proses tersebut. Disiplin ilmu ini disebut “kritik teks”. Melalui ilmu ini, para teolog telah berhasil merekonstruksi hampir semua perkataan asli Alkitab. Di antara semua kata-kata asli Perjanjian Baru, misalnya, hanya 1% yang masih diperdebatkan keaslian oleh para teolog. Itupun hanya bagian-bagian tertentu yang kurang penting (tidak akan mengubah doktrin-doktrin penting dalam kekristenan).
Terakhir, Tuhan memang memikirkan tujuan awal yang berbeda. Pada saat sebuah kitab atau surat ditulis oleh penulis Alkitab, Tuhan memang tidak pernah memaksudkan bahan tulisan itu untuk dipelihara. Itulah sebabnya para rasul dan gereja mula-mula tidak ragu-ragu untuk menyalin dan mendistribusikan salinan-salinan itu kepada berbagai gereja lokal di abad pertama. Baik naskah asli maupun salinanya memiliki otoritas yang sama bagi gereja-gereja lokal, karena yang dipentingkan adalah kata-kata dalam dokumen-dokumen kuno tersebut.
Sebagai konklusi, Tuhan sebenarnya tetap menjaga firman-Nya. Hanya saja yang Dia jaga adalah perkataan-perkataan di dalamnya, bukan bahan yang digunakan. Naskah asli boleh musnah, namun isinya tetap kekal. Sebaliknya, belum tentu keberadaaan naskah asli merupakan hal yang positif bagi orang-orang Kristen. Bahaya penyembahan pada naskah asli Alkitab (bibliolatri) bisa saja terjadi (walaupun belum tentu terjadi) jika naskah asli ditemukan dan orang-orang Kristen tidak berhati-hati. Siapa tahu, ketidakadaan naskah asli Alkitab merupakan berkat terselubung bagi kita. Soli Deo Gloria.