Poin terakhir dari TULIP membahas tentang kepastian keselamatan orang pilihan. Poin ini menegaskan bahwa orang yang sudah selamat pasti akan tetap selamat. Orang Kristen yang sungguh-sungguh dapat mengalami kebimbangan iman atau meninggalkan Tuhan untuk sementara waktu, tetapi dia tidak mungkin murtad sampai hidupnya berakhir pada kebinasaan. Westminster Confession of Faith 17.1 mengajarkan “mereka yang Allah telah terima dalam (Anak)Nya yang Terkasih, dipanggil secara efektif dan dikuduskan oleh Roh-Nya tidak dapat jatuh dari anugerah secara total atau final, tetapi secara pasti akan bertahan di dalamnya sampai pada akhirnya dan diselamatkan secara kekal”.
Doktrin di atas merupakan bantahan terhadap pandangan Armenian yang menganggap bahwa keselamatan seseorang bersifat tidak pasti, tergantung pada usaha orang itu untuk hidup dalam keselamatan tersebut. Menurut pandangan Armenian, orang yang sudah lahir baru dan diselamatkan melalui iman kepada kematian Kristus dapat kehilangan imannya sehingga dia binasa. Yang paling penting adalah bagaimana orang yang sudah diselamatkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memelihara keselamatan itu. Kalau dia berubah menjadi tidak setia, maka keselamatannya akan hilang.
Penjelasan istilah
Sebagian teolog Reformed menyadari kekurangtepatan pemakaian istilah “ketekunan orang-orang kudus”. Kesan yang dimunculkan dalam istilah ini lebih mengarah pada usaha-usaha anthroposentris (berpusat pada manusia) dalam menjamin keselamatan seseorang, padahal pengertian yang termaktub dalam istilah ini justru menekankan Allah sebagai faktor terpenting dalam kepastian keselamatan orang percaya. Dengan kata lain, yang menentukan kepastian keselamatan orang percaya adalah Allah sendiri.
Berangkat dari pemikiran di atas, para teolog telah mengusulkan beberapa istilah alternatif, misalnya “ketekunan Allah” (perseverance of God) atau “pemeliharaan Allah terhadap orang-orang kudus” (divine providence for the saints). Dari dua istilah ini terlihat dengan jelas bahwa Allahlah yang menjamin keselamatan seseorang. Manusia memang sangat lemah dan cenderung tidak setia, tetapi bagi orang-orang pilihan yang sudah percaya, Allah memberikan topangan khusus sehingga mereka tidak akan pernah kehilangan keselamatan mereka.
Walaupun dua istilah di atas memang lebih tepat mengekspresikan konsep yang ada dalam doktrin ketekunan orang-orang kudus, namun istilah tradisional sebaiknya tetap dipertahankan dengan beberapa pertimbangan. (1) istilah “ketekunan orang-orang kudus” sudah sangat populer; (2) istilah ini dapat meminimalisasi kesalahpahaman dari pihak Armenian yang menganggap orang percaya bersikap pasif (atau bahkan sembarangan) dalam menghidupi keselamatannya. Istilah “ketekunan orang-orang kudus” masih menyiratkan ruang bagi partisipasi manusia dalam menghidupi keselamatan mereka, walaupun usaha manusiawi ini tetap merupakan hasil dari topangan tangan Allah.
Argumen yang mendukung doktrin ketekunan orang-orang kudus
Alkitab memberikan dukungan yang lebih dari cukup bagi doktrin ini. Untuk memudahkan pemahaman, seperti biasa, argumen yang mendukung tersebut akan dibagi menjadi beberapa kelompok: inferensi logis dari doktrin lain, teks-teks yang eksplisit dan pengalaman rohani.
Inferensi logis dari doktrin lain
Ajaran tentang kepastian keselamatan berkaitan dengan banyak doktrin lain dalam Alkitab. Jika doktrin-doktrin ini diterima, maka kepastian keselamatan orang percaya juga menjadi hal yang tidak terbantahkan. Pertama, pilihan Allah sejak kekal. Dalam pembahasan sebelumnya kita telah melihat bahwa pilihan ini tidak didasarkan pra-pengetahuan Allah tentang kebaikan dalam diri orang pilihan. Semua manusia sudah mengalami kerusakan total, sehingga kesalehan manusia pun di mata Allah hanya seperti kain kotor (Yes 64:6a). Dengan demikian alasan bagi pilihan ini murni terletak dalam diri Allah: kedaulatan dan kebaikan-Nya. Karena Allah tidak berubah, maka pilihan ini juga tidak akan berubah (Mal 3:6; Ibr 13:8).
Kita juga sudah mengetahui bahwa Allah bukan hanya memilih, tetapi Dia juga aktif untuk merealisasikan pilihan tersebut melalui rentetan proses keselamatan, misalnya penebusan Kristus dan panggilan efektif. Ketika seseorang mampu memiliki iman yang sejati kepada Kristus, maka hal itu membuktikan bahwa dia adalah orang pilihan yang sudah berada dalam beberapa tahap realisasi rencana kekal Allah. Kalau Allah mampu dan sudah memimpin dia sedemikian jauh sampai dia dimampukan untuk beriman, mengapa Allah yang sama tidak mampu untuk menjaga iman itu sehingga tetap tidak akan gugur? Bukankah Allah yang telah memulai pekerjaan yang baik akan mampu meneruskannya sampai pada hari Kristus Yesus (Flp 1:6)?
Kedua, penebusan Kristus bagi orang pilihan. Seperti kita ketahui sebelumnya, ketika Kristus mati di atas kayu salib Dia secara aktual telah mencapai tujuan penebusan-Nya, misalnya menebus orang berdosa dan menggantikan hukuman mereka. Seandainya orang yang sudah menerima penebusan Kristus akhirnya dapat binasa dan dihukum kekal, maka Kristus tidak sungguh-sungguh menggantikan hukuman orang itu di atas kayu salib. Seandainya Kristus sudah mengalami siksa neraka bagi orang berdosa di atas kayu salib ketika Dia ditinggalkan oleh Bapa-Nya (Mat 27:46//Mar 15:34), maka orang berdosa tersebut tidak dapat dihukum lagi.
Ketiga, panggilan efektif dalam diri orang percaya. Orang yang mampu beriman kepada Kristus berarti sudah dipanggil secara efektif oleh Roh Kudus. Dalam proses panggilan ini – seperti telah kita pelajari bersama – Allah membangkitkan kita dari keadaan kita yang mati di dalam dosa, menerangi pikiran dan memperbarui kehendak kita sehingga kita dapat menyadari keberdosaan kita dan menginginkan Allah. Orang yang lahir dari Allah seperti ini (band. Yoh 1:12-13) tidak mungkin akan diperhamba oleh dosa lagi, seperti diajarkan oleh Yohanes di dalam suratnya “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah” (1Yoh 3:9; band. Rom 6:1-2, 6, 7, 14).
Keempat, kasih Allah yang besar atas orang berdosa. Alkitab berkali-kali mengajarkan bahwa penebusan Kristus di atas kayu salib merupakan bukti dari kasih Allah yang besar bagi dunia (Yoh 3:16; Rom 5:8; 1Yoh 4:8-10). Paulus secara eksplisit menyatakan bahwa Allah menyatakan kasih-Nya ketika kita masih berdosa (Rom 5:6-8). Yohanes juga menegaskan bahwa Allah lebih dahulu mengasihi kita baru kita dapat mengasihi Dia (1Yoh 4:10). Semua ayat ini menunjukkan bahwa Allah sudah mengasihi kita ketika kita dulu masih menjadi musuh Allah. Sekarang, ketika kita percaya kepada Kristus, kita telah menjadi anak-anak Allah (Rom 8:15; Gal 4:6). Kalau sebagai musuh saja Allah sangat mengasihi kita dan mau mengorbankan Anak-Nya yang terkasih, masakan sebagai anak-anak-Nya Allah justru membuang kita? Dalam Roma 5:8-9 Paulus berkata, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah”. Dalam Roma 8:31 dikatakan “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?”
Teks-teks yang eksplisit
Kepastian keselamatan orang percaya tidak hanya didukung oleh inferensi dari doktrin-doktrin lain, tetapi juga mendapat dukungan dari teks-teks yang secara eksplisit mengajarkan hal itu. Kelompok teks pertama adalah yang menjelaskan bahwa orang percaya sudah memiliki hidup kekal (Yoh 3:16, 36; 5:24; 1Yoh 5:13). Yang perlu diperhatikan dalam ayat-ayat ini adalah bentuk kata kerja present tense yang dipakai untuk kata “beroleh” atau “mempunyai” dan kata sifat “kekal” yang dipakai untuk menerangkan kualitas kehidupan yang dimiliki oleh orang percaya. Bentuk present tense menunjukkan bahwa orang percaya saat ini juga sudah memperoleh hidup kekal. Kata sifat “kekal” mengindikasikan bahwa hidup yang dimiliki tersebut bersifat permanen. Hidup yang dijanjikan bersifat tidak dapat binasa, tidak dapat cemar dan tidak dapat layu (1Pet 1:3-5). Yesus sendiri berkata bahwa barangsiapa yang makan roti dari surga akan hidup selama-lamanya (Yoh 6:51). Seandainya kehidupan yang dimiliki orang percaya belum tentu permanen, maka Alkitab tidak akan menyebutnya sebagai hidup kekal.
Kelompok teks kedua berisi pernyataan yang eksplisit bahwa orang yang sudah dipilih tidak mungkin binasa. Yesus mengatakan bahwa domba-domba-Nya tidak mungkin binasa karena tidak ada sesuatu pun yang lebih besar dari Bapa sehingga mampu merebut domba-doba itu dari tangan Bapa (Yoh 10:27-30). Mereka yang binasa adalah mereka yang sudah ditentukan dari semula untuk binasa (Yoh 17:12). Pemahaman seperti inilah yang membuat Yesus mampu meresponi pengunduran diri pengikut-Nya dengan tenang (Yoh 6:66). Ia mengatakan bahwa anugerah Allahlah yang memegang peranan penting dalam jaminan kepastian seseorang (Yoh 6:65). Dia yakin bahwa murid-murid-Nya yang sejati tidak akan meninggalkan Dia. Yohanes 6:67 “kalian tidak ingin pergi bukan?” (NIV/NASB).
Kelompok teks yang lain berhubungan dengan Roh Kudus sebagai jaminan kepastian keselamatan orang percaya. Roh Kudus disebut sebagai meterai maupun jaminan (Ef 1:13-14; 2Kor 1:22; 5:5). Pemeteraian ini berlaku sampai akhir jaman (Ef 4:30). Penggunaan gambaran “meterai” menunjukkan bahwa orang percaya merupakan milik Allah secara sah dan tidak mungkin digagalkan lagi oleh pihak lain. Pemakaian ungkapan “jaminan” (lit. “uang muka”) turut mempertegas status kepemilikan orang percaya. Ungkapan ini juga menunjukkan bahwa suatu transaksi telah terjadi dan sisanya akan segera diberikan semua secara pasti.
Kelompok teks berikutnya merujuk pada intervensi Allah dalam menjaga keselamatan orang percaya. Allah tidak ingin dari antara orang yang dipilih-Nya ada yang binasa (Yoh 6:39). Mereka yang dipilih Allah pasti pada akhirnya akan dimuliakan (Rom 8:29-30). Mengapa bisa demikian? Tuhan berkuasa menjaga seseorang sehingga dia akan tetap berdiri (Rom 14:4b). Allah berkuasa memelihara apa yang sudah Dia percayakan kepada kita (2Tim 1:12). Orang percaya dipelihara dalam kekuatan Allah sampai pada akhir jaman (1Pet 1:4-5). Allah mengerjakan kemauan dan kemampuan bagi orang itu untuk terus menaati Dia (Flp 2:13) sehingga pengharapan mereka menjadi sesuatu yang pasti (Ibr 6:11; 2Pet 1:10). Allah juga membatasi pencobaan yang dialami orang percaya sehingga tidak melebihi kekuatan mereka dan Allah selalu memberikan jalan keluar dalam setiap pencobaan yang ada (1Kor 10:13). Ketika orang percaya menghadapi penderitaan duniawi selama menantkan pengharapan kekal (Rom 8:18-24), Roh Kudus berdoa bagi mereka (Rom 8:26-27).
Teks yang terakhir berbicara tentang hubungan semua karya Kristus dengan kepastian keselamatan orang percaya. Roma 8:31-39 merupakan perikop yang paling jelas menghubungkan karya Kristus dengan kepastian keselamatan. Tidak ada orang atau sesuatu apapun yang bisa mengalahkan orang percaya (ayat 31, 37). Orang percaya tidak dapat dipisahkan dari kasih Kristus oleh apapun juga (ayat 35-39). Semua ini dapat terjadi atas dasar karya Kristus yang sempurna, dari kematian sampai Dia duduk di sebelah kanan Bapa (ayat 34). Kalau Kristus sudah mati bagi mereka, maka mereka tidak akan dihukum (ayat 33-34a). Kristus juga telah bangkit sebagai bukti bahwa upah dosa – yaitu maut (Rom 3:23) – telah dikalahkan (1Kor 15:55). Kristus telah naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Bapa sebagai bukti bahwa Dia telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki-Nya (Mzm 110:1; 1Kor 15:25-27; Ef 1:20-22; Ibr 2:8). Kristus juga menjadi pembela kita. Bagian akhir dari Roma 8:34 ini seharusnya diterjemahkan “yang juga terus-menerus berdoa bagi kita” (NASB/RSV/NKJV). Kalau Kristus selalu berdoa bagi kita (Ibr 7:25), maka kita tidak mungkin akan binasa, karena Bapa selalu mendengarkan doa Yesus (Yoh 11:42).
Pengalaman rohani orang percaya
Argumen ini memang tidak bersifat konklusif, tetapi jika dicermati dengan seksama akan semakin memperkuat keyakinan terhadap kepastian keselamatan kita. Dalam menjalani keselamatan kita seringkali kita berada dalam titik kerohanian yang parah. Kita benar-benar merasa jauh dari Tuhan dan terlalu berdosa. Kita bahkan pernah tidak membaca Alkitab, mendengarkan kotbah atau berdoa selama berminggu-minggu. Dalam keadaan seperti ini secara logika kita pasti akan jatuh dan tidak akan pernah bisa kembali lagi pada Allah (jika keselamatan kita ditentukan oleh usaha kita). Kenyataannya, ketika kita tidak setia Allah ternyata tetap setia (2Tim 2:13). Ketika orang percaya jatuh, Allah berjanji bahwa orang itu tidak akan tergeletak (Mzm 37:24). Contoh yang paling jelas adalah penyangkalan Petrus. Dosa Petrus sebenarnya sama buruknya dengan dosa Yudas Iskariot, namun yang membedakan keduanya adalah Petrus sebagai orang pilihan, sedangkan Yudas bukan (Yoh 6:64, 70-71; 17:12; Kis 1:16-20). Ketika orang percaya jatuh, Tuhan bersiap mengangkat dia kembali (Luk 22:32).