Kasih Persaudaraan Yang Sejati (Roma 12:9-11)

Posted on 19/11/2017 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Kasih-Persaudaraan-Yang-Sejati-Roma-12-9-11.jpg Kasih Persaudaraan Yang Sejati (Roma 12:9-11)

Bukan kebetulan apabila Paulus meletakkan pembahasan tentang kasih di sini tepat sesudah ia menguraikan tentang pelayanan rohani (12:3-8). Ia ingin mengajarkan bahwa penggunaan karunia rohani harus didasarkan pada kasih. Tidak cukup bagi seseorang untuk melayani sesuai dengan karunia masing-masing (12:3-8a). Tidak cukup hanya melayani dengan cara tertentu sesuai dengan karunia tersebut (12:8b). Yang paling penting adalah motivasi di balik semua tindakan itu, yaitu kasih.

Tanpa kasih, pelayanan hanya akan menjadi ajang aktualisasi diri untuk kepentingan diri sendiri. Tanpa kasih, pelayanan hanyalah sebuah keterpaksaan dan rutinitas yang membosankan. Yang paling parah, semua upaya dalam pelayanan akan menjadi sia-sia tanpa kasih (1Kor 13:1-3).

Kasih seperti apa yang seharusnya ditunjukkan dalam pelayanan dan kepada sesama saudara di dalam Kristus? Apa saja wujud dari kasih itu?

Kasih yang tidak berpura-pura (ayat 9a)

Dalam teks Yunani sebenarnya tidak ada kata kerja di ayat 9a. Secara hurufiah bagian ini berbunyi: "kasih itu tidak pura-pura." Walaupun demikian, banyak terjemahan Alkitab menambahkan kata "hendaklah". Penambahan ini menyiratkan sesuatu yang aktif.

Dilihat dari sisi konteks, penambahan di atas memang sesuai. Di mata Paulus, kasih memang bukan sekadar perasaan belaka. Kasih harus diwujudkan dalam tindakan tertentu yang konkrit. Bukan perasaan belaka, tetapi tindakan nyata. Bukan pasif, namun aktif.

Ketidakadaan kata kerja di ayat 9a menyiratkan bahwa bagian ini mungkin berguna sebagai judul atau topik yang memayungi ayat-ayat selanjutnya. Semua yang dibicarakan di ayat 9b-21 menjelaskan bagaimana kasih yang tidak berpura-pura itu. Struktur kalimat yang berbeda (jika dibandingkan dengan ayat 9b-11) juga memberi dukungan ke arah sana.

Paulus di sini tidak membicarakan tentang sembarang kasih. Kasih yang dibicarakan adalah kasih yang tertentu. Penerjemah LAI:TB dengan tepat memilih "kasih itu" (hē agapē). Para penafsir Alkitab meyakini bahwa kasih ini merujuk pada kasih yang dicurahkan ke dalam hati orang percaya melalui karya Roh Kudus (Rm 5:5). Ini adalah kasih Kristus yang diberikan pada kita walaupun kita masih berdosa, lemah, dan sebagai seteru Allah (Rm. 5:5-7). Orang-orang percaya tidak akan dapat dipisahkan dari kasih ini (Rm. 8:35-39).

Poin yang ditekankan Paulus di Roma 12:9b bukan pada tindakan kasih. Hal itu sudah sedemikian jelas: orang Kristen harus mengasihi. Fokus perhatian di sini adalah kualitas kasih yang harus ditunjukkan, yaitu kasih yang tidak berpura-pura. Kata anypokritos berkaitan dengan topeng yang biasa digunakan dalam pertunjukan teater Yunani-Romawi kuno. Para pemain teater seringkali harus memerankan tokoh yang sangat berbeda dengan karakter mereka sehari-hari. Ini adalah anypokritos. Kasih orang Kristen tidak boleh seperti ini. Apa yang ada di luar harus sama dengan apa yang ada di dalam. Kasih bukan pertunjukan. Kasih bukan kemunafikan. Kasih adalah perwujudan apa yang ada dalam hati.

Perwujudan kasih yang tanpa kepura-puraan (ayat 9b-11)

Apa saja bukti dari kasih yang tulus? Pertama, menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik. Terjemahan LAI:TB “menjauhi” terkesan terlalu lemah. Hampir semua versi Inggris memilih “membenci”. Sesuai teks Yunani, kata yang muncul di sini adalah apostygeō, yang berarti "sangat membenci." Kita harus sunguh-sungguh membenci kejahatan, bukan sekadar menjauhinya.

Terjemahan LAI:TB "melakukan" juga masih kurang tegas. Kata dasar kollaomai seringkali digunakan untuk sesuatu yang melekat (Lk. 10:11) atau relasi yang dekat (Kis. 9:26), bahkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan (1Kor. 6:16)). Karena itu, berbagai versi Inggris memilih terjemahan "berpaut" (KJV "cleave"; NASB/NIV "cling" atau RSV/ESV "hold fast"). Kita tidak hanya melakukan hal-hal yang baik, tetapi kita terikat  pada perbuatan itu. Dengan kata lain, perbuatan baik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita.

Kedua, mengasihi sebagai saudara (ayat 10a). Dalam teks Yunani, bagian ini berbunyi: "dalam kasih persaudaraan, hendaklah kalian saling mengasihi dengan sungguh-sungguh". Kata "kasih" muncul dua kali: philadelphia (kasih persaudaraan) dan philostorgoi (mengasihi dengan sangat). Pengulangan semacam ini jelas bersifat menegaskan. Beberapa versi menangkap penekanan ini dan mengungkapkannya dalam kaitan dengan "hasrat" (KJV "Be kindly affectioned"; RSV/ESV "brotherly affection"). Bukan sekadar mangasihi, tetapi ada unsur kehangatan atau kesungguhan di dalamnya.

Kasih kita kepada sesama orang percaya adalah kasih persaudaraan, karena kita semua adalah anak-anak Allah (Rm. 8:14-17). Perbedaan etnis, usia, status ekonomi, dan status sosial dilarutkan bersama-sama dalam satu status: kita semua adalah anak-anak Allah. Kita bersaudara.

Ketiga, saling mendahului dalam memberikan hormat (ayat 10b). Sesuai struktur teks Yunani, bagian ini seharusnya diterjemahkan: "dalam hormat, hendaklah saling mendahului". Kata proēgeomai bisa berarti "mendahului" atau "menganggap sesuatu lebih baik". Sebagian besar versi Inggris memilih alternatif kedua. Jika ini diambil, maka yang dipentingkan bukan waktu (saling mendahului), tetapi status (orang lain lebih tinggi daripada kita).

Mengasihi berarti rela menempatkan diri di bawah orang lain dan bersukacita jika orang lain lebih terhormat daripada kita. Kasih sejati akan mendorong seseorang untuk mendukung dan mengapresiasi kesuksesan orang lain. Kasih sejati bersukacita dengan orang lain yang bersukacita, dan menangis bersama orang lain yang menangis (12:15).

Nasihat ini perlu digarisbawahi. Sebagian orang telah tergoda untuk menyombongkan diri dan memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang seharusnya (12:3). Perbedaan karunia rohani (12:4-6a) bisa memicu persaingan di dalam gereja. Di tengah situasi seperti ini, menempatkan orang lain di atas diri sendiri akan menjadi tindakan yang sukar dilakukan.

Keempat, tidak kendor dalam kerajinan (ayat 11). Secara hurufiah bagian ini berarti "dalam kerajinan, jangan malas". Penggunaan kontras antara "rajin" dan "malas" jelas menyiratkan penekanan. Kita bukan hanya dilarang untuk malas. Kita juga harus melakukan segala sesuatu dengan rajin.

Paulus sebelumnya sudah menasihati jemaat Roma untuk melakukan pelayanan dengan rajin (12:8). Kata yang digunakan di ayat 8 sama persis dengan di ayat 11 (spoudē). Memulai pelayanan kadangkala tidak sukar. Persoalannya, sesudah kita mengambil keputusan untuk melayani, apakah kita mau melakukannya dengan rajin?

Kata "malas" (oknēros) muncul di Matius 25:26 dan ditujukan pada hamba yang malas untuk mengembangkan talenta yang ia terima dari tuannya. Hamba ini hanya menyimpan apa yang sudah dia terima dari tuannya. Walaupun dia tetap menghamba kepada tuannya, tetapi kemalasannya membuat sang tuan marah besar.

Banyak hal bisa membuat kita enggan melayani Tuhan: tantangan, persaingan, perselisihan, tidak ada apresiasi dari orang lain, dsb. Beberapa orang bahkan sudah meninggalkan pelayanan. Kasih yang tulus akan menolong kita untuk tetap rajin dalam pelayanan.

Ayat 11b menerangkan cara menjaga kerajinan di ayat 11a. Kita harus menyala-nyala dalam roh. Teks Yunani tidak memberi petunjuk apakah pneuma di sini merujuk pada roh manusia (mayoritas versi "roh") atau Roh Kudus (RSV "Roh"). Tidak ada perbedaan antara huruf besar dan kecil dalam teks Yunaninya. Jika alternatif pertama benar, ayat 11b akan menjadi identik dengan ayat 11a. Hal ini rasanya tidak diperlukan. Alternatif kedua bersifat menjelaskan: kita dapat melayani dengan rajin, karena roh kita dikobarkan oleh Roh Kudus. Pilihan terakhir ini tampaknya lebih baik.

Kita memang tidak boleh memadamkan Roh (1Tes. 5:19) atau melalaikan karunia Allah dalam diri kita (1Tim. 4:14). Sebaliknya, kita harus mengobarkannya (2Tim. 1:6). Apabila ini terjadi, kita akan melayani Tuhan dengan rajin. Tidak ada kata "malas" dalam kamus pelayanan kita!

Kiranya firman Tuhan ini tidak hanya menghangatkan hati kita. Kiranya kita semua bersemangat untuk mengekspresikan perasaan itu dalam bentuk tindakan yang konkrit. Mulai sekarang, kasihilah sesama saudara di dalam Tuhan secara nyata. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community