Kapan Orang Kristen Boleh Pindah Gereja?

Posted on 19/01/2020 | In QnA | Leave a comment

Dalam beberapa kasus, pindah keanggotaan gereja tidak menjadi persoalan. Alasan yang melandasinya cukup bisa dipahami, misalnya pindah domisili ke luar kota. Dalam kasus tertentu, perpindahan ini menimbulkan reaksi pro dan kontra, misalnya tidak lagi merasa nyaman, perpecahan antar anggota atau pengurus, atau skandal yang dilakukan hamba Tuhan. Apakah dalam kasus-kasus terakhir ini, orang Kristen boleh mencari gereja baru? Apa pedoman dalam mencari gereja yang baru?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menegaskan bahwa pada dirinya sendiri pindah gereja bukan sebuah dosa. Jangankan jemaat, para rohaniwan juga kadangkala berpindah pelayanan. Hal itu bukan hal yang tabu. Barnabas dan Saulus yang sudah melayani dengan sukses di Anthiokia pada akhirnya diutus oleh Tuhan untuk memberitakan Injil ke berbagai tempat, sehingga mereka harus meninggalkan jemaat di sana (Kis. 13:1-3). Sebagian jemaat di Yerusalem yang mengalami penganiayaan hebat menyelamatkan diri ke berbagai tempat (Kis. 8:1; 11:19).

Patokan penting yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan rohani yang benar. Bukan sekadar faktor kenyamanan atau kecocokan. Bukan karena merasa dibutuhkan di gereja yang baru. Bukan pula karena merasa bertumbuh tetapi sejatinya tidak demikian.

Pertumbuhan rohani yang sejati bersifat holistik. Efesus 4:11-16 memaparkan berbagai faktor dalam pertumbuhan rohani: rohaniwan yang melengkapi jemaat untuk pelayanan (ayat 11-12), kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Yesus Kristus (ayat 13a-b), kedewasaan secara karakter (ayat 13c) dan pertumbuhan yang Kristosentris (ayat 13d). Sangat vital dalam pertumbuhan ini adalah kesatuan yang nyata di dalam tubuh Kristus, sehingga setiap anggota berpartisipasi bagi pertumbuhan rohani orang lain (ayat 14-16). Jika dirangkum dalam bahasa yang lebih populer, pertumbuhan rohani mencakup iman, doktrin, karakter, kepenuhan di dalam Kristus, dan komunitas yang konstruktif. Tidak cukup hanya memiliki salah satu.

Jika seseorang merasa tidak bertumbuh dengan benar di suatu gereja, dia perlu menggumulkan untuk mencari gereja baru. Dia tidak perlu bertahan hanya gara-gara sudah memiliki pelayanan. Ingat, kerohanian lebih penting daripada pelayanan, walaupun pelayanan turut berperan dalam pertumbuhan kerohanian. Dia tidak perlu sungkan karena sudah sekian lama berjemaat di gereja tersebut. Kesetiaan ditujukan pada Tuhan, bukan sekadar pada gereja. Dia tidak perlu merasa bersalah karena gereja tersebut membutuhkannya. Perasaan seperti ini bisa saja lahir dari sindrom Mesias (keinginan yang keliru untuk menjadi juruselamat atau pahlawan).

Walaupun pindah gereja karena merasa tidak bertumbuh memang tidak salah, tetapi bukan berarti seseorang boleh seenaknya dan kapan saja melakukannya. Sebelum meninggalkan suatu gereja, dia perlu melakukan introspeksi diri: Apa yang selama ini dia sudah lakukan untuk gereja tersebut? Apakah usaha itu sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dalam durasi yang cukup masuk akal? Tidak adakah cara lain untuk mengubah gereja itu sehingga menjadi tempat yang kondusif bagi pertumbuhan rohani jemaatnya?

Jika semua ini belum dilakukan, ada baiknya dia menahan keputusan. Berilah waktu beberapa saat untuk memberi kontribusi lebih nyata sebelum pada akhirnya mengambil keputusan final untuk berpindah gereja. Temuilah para pemimpin di sana. Berikan masukan dengan rendah-hati dan lemah-lembut. 

Jika semua ini sudah dilakukan dan tidak membawa hasil signifikan, mungkin itu tanda dari Tuhan untuk mencari gereja lain. Tetaplah jalin kerja sama dengan gereja yang lama. Jangan menjelek-jelekkannya. Sebaliknya, bersyukurlah karena pernah berada di sana. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko