Dalam beberapa edisi yang lalu saya sudah mengajarkan bahwa bahwa segala sesuatu ditetapkan oleh Allah. Peristiwa yang terlihat buruk, misalnya bencana alam atau kemalangan yang lain. Peristiwa yang sepele, misalnya burung pipit di udara atau rmabut di kepala yang jatuh. Pendeknya, segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan Allah.
Saya juga sudah menunjukkan bahwa jodoh pun berada di tangan Allah. Tugas kita bukan menentukan, melainkan menemukan. Allah sudah mengatur semuanya. Kisah tentang hamba Abraham yang mencarikan isteri untuk Ishak memberi contoh yang sangat baik. Abraham berdoa agar Tuhan semesta langit menyertai perjalanan hambanya (Kej. 24:2-3, 7). Hambanya juga menyertakan TUHAN dalam setiap tahapan pencarian (Kej. 24:12-14). Tidak heran, semua proses pencarian diyakini sebagai bentuk penyertaan TUHAN, baik oleh hamba tersebut (Kej. 24:34-49, 52, 56) maupun keluarga Ribka (Kej. 24:50-51). Jadi, jodoh memang ditentukan dan dipimpin oleh TUHAN.
Sebagian orang mungkin akan bertanya: Jika Tuhan sudah menentukan, untuk apa seseorang masih perlu untuk mencari? Toh ketetapan Tuhan tidak mungkin gagal. Mengapa kita tidak bersikap pasif saja dan menunggu Tuhan untuk membawa pasangan kita di depan mata kita?
Di balik pertanyaan ini sebenarnya terdapat tiga macam kekeliruan. Pertama, pertanyaan ini dari sebuah cara berpikir dikotomis yang keliru. Di balik pertanyaan ini ada sebuah asumsi bahwa ketetapan Allah bertentangan dengan kehendak bebas manusia. Jika Allah sudah menetapkan segala sesuatu, maka manusia tidak bisa bebas dalam memilih. Demikian pula sebaliknya.
Dugaan ini tidak dapat dibenarkan. Pemikiran dikotomis seperti ini juga tidak diperlukan. Alkitab sama-sama mengajarkan bahwa Allah menetapkan segala sesuatu, tetapi pada saat yang manusia tetap memiliki kehendak bebas. Ada ketegangan? Ya. Ada pertentangan? Tidak. Konklusi paling masuk akal dengan memikirkan kehendak bebas manusia sebagai bagian dari ketetapan Allah. Untuk beberapa hal Allah memang menetapkan untuk menyerahkan keputusannya ke dalam tangan manusia. Apapun hasilnya, itu tidak akan membawa kejutan bagi Allah.
Kesalahan lain di balik pertanyaan di atas adalah kegagalan untuk membedakan antara ketetapan Allah dan realisasi dari ketetapan itu. Sejak kekekalan Allah memang sudah merencanakan segala sesuatu. Dia menentukan menurut kedaulatan-Nya yang benar-benar bebas. Namun, pada saat Allah merealisasikan apa yang sudah Dia tetapkan, Dia menggunakan beragam cara. Kadangkala Dia melakukan intervensi secara khusus dan langsung. Misalnya, Dia mengarahkan hati dan keputusan seseorang. Namun, dalam banyak hal, Dia melibatkan kebebasan manusia dalam memikirkan dan mengambil keputusan. Itulah sebabnya, walaupun kodoh sudah Dia tetapkan tetapi Dia tetap melibatkan manusia dalam pencarian.
Yang terakhir, pertanyaan di atas juga didirikan di atas sebuah dugaan yang keliru bahwa pedoman hidup kita adalah kehendak Allah yang kekal. Pemikiran seperti ini jelas tidak tepat. Tidak ada manusia yang tahu kehendak kekal itu sebelum semuanya terjadi. Pedoman hidup kita adalah kehendak Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab. Nah, di dalam Alkitab sudah ada pedoman yang memadai untuk mencari pasangan hidup, misalnya harus seiman (1Kor. 7:39), harus baik dan sepadan (Kej. 2:18), dsb. Petunjuk-petunjuk inilah yang seharusnya diikuti, dan bukan berspekulasi tentang kehendak ilahi yang kekal. Soli Deo Gloria.