Pengutusan Yeremia sebagai nabi merupakan salah satu kisah yang menarik. Di dalam Alkitab tidak banyak nabi yang menceritakan bagaimana Allah memanggil dia. Secara umum bangsa Israel memiliki konsep bahwa berita (message) lebih penting daripada pembawa berita (messenger). Siapapun yang diutus, selama berita itu berasal dari Allah maka apapun yang dikatakan utusan itu adalah berotoritas. Yeremia adalah salah satu di antara sangat sedikit nabi yang menceritakan kisah pemanggilan dirinya. Porsi yang diberikan untuk kisah ini juga secara umum cukup panjang. Di antara sedikit nabi yang mengisahkan panggilan Allah, Yeremia meletakkan kisah tersebut di bagian paling awal dari kitabnya. Sebagai perbandingan, Yesaya baru menceritakan kisah pengutusannya di pasal 6. Yeremia pasti memiliki alasan tertentu mengapa ia meletakkannya di depan. Itu menunjukkan ada sesuatu yang ia ingin tekankan, sebagaimana yang akan dikupas di bagian selanjutnya.
Poin menarik lagi dari Yeremia 1:4-10 adalah kemiripannya dengan kisah Musa (Kel 4:1-17; Ul 18:18). Baik Yeremia maupun Musa sama-sama menolak pada waktu dipanggil TUHAN. Alasan untuk penolakan mereka pun hampir sama, yaitu ketakutan terhadap penolakan dan ketidakmampuan dalam berbicara. Dalam dua kisah tersebut TUHAN juga menolak penolakan mereka. TUHAN memberikan firman-Nya ke dalam mulut mereka. Jika kita melihat dalam teks Ibrani, kita menemukan ada banyak kosa kata dan tata bahasa yang mirip di antara dua kisah itu. Tidak heran sebagian penafsir berpendapat bahwa Yeremia menganggap dirinya sebagai Musa yang baru seperti yang dinubuatkan di Ulangan 18:18. Sebagian yang lain menilai penafsiran ini terlalu berlebihan.
Allah memanggil dengan cara yang khusus (ayat 4-5)
Sebelum Yeremia melakukan sesuatu untuk TUHAN, Allah terlebih dahulu melakukan banyak hal kepadanya. Allah mengambil inisiatif untuk berbicara kepada Yeremia (ayat 4). Bukan hanya itu, ayat 5 menunjukkan beberapa hal yang sudah dilakukan Allah sebagai persiapan bagi tugas khusus yang harus diemban oleh Yeremia. Dari sisi urutan kata di dalam kalimat, kita mendapati kata kerja berikut ini: membentuk, mengenal, menguduskan, dan menetapkan. Dari sisi kronologis (sesuai dengan isi ayat 5), urutan tindakan ilahi itu sedikit berbeda: membentuk dilakukan Allah di bagian terakhir setelah Ia mengenal, menguduskan, dan menetapkan. Pembahasan di bawah ini akan mengikuti urutan yang terakhir.
Allah mengenal Yeremia. “Mengenal” di sini dalam teks Ibrani memakai kata yada. Kata ini merujuk pada pengenalan yang lebih daripada sekadar pengetahuan secara intelektual. Kata ini juga digunakan dalam arti “bersetubuh” (Kej 4:1, KJV “Adam knew Eve...”). Di beberapa dokumen perjanjian kuno kata yada juga seringkali muncul dan menyiratkan komitmen secara pribadi. Sebagai contoh, Hosea menegur bangsa Israel sebagai bangsa yang tidak mengenal Allah, padahal mereka tetap mempersembahkan korban dan mengakui keberadaan TUHAN (lihat 4:1; 6:6). Persoalannya, mereka tidak memiliki komitmen pribadi terhadap TUHAN. Mereka masih menyembah dewa-dewa lain dan melakukan beragam kejahatan yang bertentangan dengan isi perjanjian Taurat. Di antara semua teks yang memakai kata yada, Amos 3:2a tampaknya yang paling bermanfaat untuk melihat bahwa yada lebih daripada pengetahuan kognitif semata: “Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi”. Allah tidak mungkin tidak mengetahui keberadaan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Jika semua penjelasan ini dikaitkan dengan situasi Yeremia yang sudah dikenal Allah sebelum ia lahir, kita dapat menyimpulkan bahwa pengenalan ini bukan merujuk pada pra-pengetahuan Allah. Allah bukan sekadar tahu Yeremia akan menjadi orang seperti apa. Yeremia sudah ada di dalam hati dan pikiran Allah sebelum ia ada di dalam dunia. Pengenalan ilahi ditunjukkan melalui cara Allah memilih Yeremia. Walaupun dari sisi usia masih muda (1:6), hal itu tidak menghalangi Allah untuk memakai Yeremia. Ketika Yeremia awalnya menolak panggilan ini, Allah bersikeras terhadap dia, karena Allah secara pribadi memang mengenal siapa Yeremia.
Allah menguduskan Yeremia. Penggunaan kata “menguduskan” di ayat ini sekilas mungkin bisa membingungkan. Apa arti “menguduskan” di sini? Apakah ini berhubungan dengan kondisi semua bayi yang sudah berdosa (Kej 8:21; Mzm 51:7; 58:4; Rom 5:12-21)? Kita perlu menyadari bahwa akar kata “kudus” (bahasa Ibrani qds) tidak hanya merujuk pada kekudusan secara moral (biasa dipahami sebagai “kesucian”). Kata ini juga seringkali digunakan dalam arti “dipisahkan dari sesuatu yang biasa” (biasa dipahami sebagai “pengkhususan”). Arti yang terakhir inilah yang dimaksudkan di Yeremia 1:5. Di antara sekian banyak orang yang akan lahir ke dunia, Allah telah memilih untuk mengkhususkan Yeremia. Hal ini tentu saja tidak berkaitan dengan keistimewaan yang akan dimiliki Yeremia. Sebaliknya, justru pengkhususan ilahi inilah yang membuat Yeremia terlihat unik di antara yang lain. Yeremia adalah manusia biasa. Ia hanya dipisahkan dari yang lain oleh Allah.
Allah menetapkan Yeremia. Kata “menetapkan” (Ibrani natan) di sini berbeda dengan kata paqas yang lebih umum digunakan dalam Alkitab. Dari beberapa pemunculan kata natan yang berhubungan dengan ide “menetapkan” (Kej 1:17; 17:5; Kel 7;1; Yes 49:6), kata ini mengandung makna menetapkan sesuatu untuk tujuan tertentu. Sebagai contoh, Allah menaruh (natan) benda-benda penerang di cakrawala (Kej 1:17). Pemunculan kata “menaruh” (bukan “menciptakan”) menyiratkan bahwa benda-benda itu sebelumnya sudah diciptakan oleh Allah di Kejadian 1:1 (“langit dan bumi”) dan menjadi sumber cahaya di hari ke-1 (Kej 1:3-5). Di hari ke-4 Allah hanya menetapkan benda-benda penerang untuk tujuan khusus, yaitu sebagai pengatur malam-siang dan musim yang teratur. Contoh lain adalah penetapan Allah atas Abraham sebagai bapa sejumlah besar bangsa (Kej 17:5). Di Kejadian 12:1-3 Abraham sudah dikhususkan oleh Allah (dipisahkan dari sanak keluarganya) namun ia baru ditetapkan dengan tugas tertentu di Kejadian 17:5. Dua contoh ini cukup untuk menerangkan bahwa menetapkan seringkali berhubungan dengan tujuan atau tugas tertentu yang spesifik. Itulah sebabnya di Yeremia 1:5 tugas Yeremia sebagai nabi secara langsung dikaitkan dengan tindakan “menetapkan”.
Allah membentuk Yeremia. Tindakan Allah membentuk Yeremia sejak di dalam kandungan tampaknya merupakan tindakan yang mendapat penekanan lebih daripada tiga tindakan yang lain. Ide tentang tindakan Allah ini muncul dua kali di ayat yang sama. Ide ini bahkan muncul di bagian yang paling awal (“Sebelum aku membentuk engkau...”). Pemanggilan ilahi sebelum seseorang lahir bukanlah hal yang asing di dalam Alkitab. Baik Yesaya (Yes 49:1, 5), Yohanes Pembaptis (Luk 1:15) maupun Paulus (Gal 1:15) sama-sama menyadari hal ini. Demikian pula dengan Yeremia.
Bagi para tokoh Allah, keterlibatan Allah dalam setiap detil proses alamiah bukanlah ide yang baru, termasuk campur tangan dalam proses pengandungan dan kelahiran seorang bayi. Dalam Mazmur 139:14-16 Daud mengekspresikan kekaguman pada Allah yang membentuk dia di dalam rahim ibunya. Ia bahkan mengakui bahwa hari-hari yang akan ia lewati semuanya sudah ada di dalam kitab Allah. Artinya, Allah sudah menetapkan semua itu sebelum Daud menjalani. Urutan tindakan Allah kepada Yeremia di 1:5 (mengenal – menguduskan – menetapkan – membentuk) menyiratkan sebuah kebenaran yang penting: kita lahir untuk menggenapi rencana Allah. Rencana Allah ada lebih dahulu daripada keberadaan kita. Tidak seperti banyak orang Kristen yang sekadar melibatkan Allah untuk mencapai rencana mereka, kita seharusnya melibatkan seluruh hidup kita untuk menggenapi rencana Allah. Kita ada di dunia untuk rencana Allah, bukan sebaliknya.
Alasan di balik pengutusan yang spesial (ayat 6-10)
Mengapa Allah memanggil Yeremia dengan cara yang begitu spesial? Pertama, Yeremia memiliki keterbatasan (ayat 6). Sama seperti Musa (Kel 4:10), Yeremia merasa tidak pandai berbicara. Perbedaannya, ketidakmampuan Yeremia ini berhubungan dengan usianya yang muda (1:6 “Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara sebab aku ini masih muda”). Dari sini terlihat bahwa inti kesulitan terletak pada ketakutan terhadap penolakan karena faktor usia yang muda, bukan pada ketidakfasihan berbicara.
Kata “muda” di ayat ini dapat merujuk pada usia anak-anak (KJV/ASV/NIV) sampai pemuda (RSV/NASB/ESV). Kita sulit menentukan secara pasti usia Yeremia pada saat ia dipanggil. Sebagian besar penafsir menduga ia berumur antara 20-25 tahun. Mempertimbangkan rentang pelayanan Yeremia yang mencapai sekitar 55 tahun (bdk. 1:1-3 ditambah pelayanan terakhir setlah pembuangan), tebakan umum ini tampaknya cukup masuk akal. Bagaimanapun, sekali lagi, kita tidak memiliki data yang cukup untuk menolak atau mengiyakan dugaan ini. Yang jelas, Yeremia pasti masih tergolong sangat muda di mata masyarakat pada waktu ia dipanggil. Dalam budaya kuno yang begitu memberikan penghormatan besar terhadap orang tua, keterbatasan Yeremia merupakan persoalan yang cukup serius. Tidak heran Yeremia membutuhkan penggilan yang khusus.
Kedua, Yeremia mengemban beban yang besar (ayat 5c, 10a). Pemunculan bentuk jamak “bangsa-bangsa” di ayat 5 dan pengulangan “bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan” di ayat 10a menyiratkan cakupan pelayanan Yeremia yang besar. Para nabi biasanya hanya diutus kepada suatu bangsa tertentu. Keunikan cakupan Yeremia terlihat dari tindakan beberapa penyalin dan penerjemah kuno yang secara sengaja mengubah bentuk jamak tersebut ke dalam bentuk tunggal. Kita sebaiknya menerima teks ini apa adanya. Yeremia memang dipanggil untuk beban yang besar. Jika ditilik dari usianya yang masih sangat muda, beban ini tampak semakin besar. Tidak heran Yeremia membutuhkan penggilan yang khusus.
Ketiga, Yeremia mengemban beban yang sulit (ayat 8, 10b). Penolakan yang dikuatirkan Yeremia bukan hanya berhubungan dengan usia yang muda. Penolakan ini tampaknya tidak terelakkan karena berita yang dibawa Yeremia lebih banyak yang bernuansa teguran dan peringatan. Di antara enam kata kerja di ayat 10b, empat di antaranya bersifat negatif. Hanya ada dua yang positif, itu pun sengaja diletakkan di bagian terakhir, seolah-olah bukan itu yang menjadi pokok pemberitaan Yeremia. Berita yang tidak mengenakkan telinga – apalagi disampaikan oleh seorang yang sangat muda – sangat berpotensi menyulut penolakan. Jenis penolakan yang disiratkan dalam teks ini bukan hanya ketidaksetujuan, tetapi juga penganiayaan. Karena itulah Allah bukan hanya menjanjian penyertaan, tetapi juga kelepasan bagi Yeremia (ayat 8). Keseluruhan kitab menunjukkan betapa banyak penolakan, tekanan, dan penganiayaan yang dihadapi oleh Yeremia dalam pelayanannya (9:1; 11:21; 19:14-20; 26:1-24; 37:12-15). Tidak heran Yeremia membutuhkan penggilan yang khusus.
Kejelasan panggilan dan ketekunan dalam penderitaan (Yeremia 20)
Betapa pentingnya cara pemanggilan yang khusus kepada Yeremia juga dapat diterangkan dengan memandingkan pasal 1:4-10 dengan 20:7-18. Di pasal ini Yeremia secara jujur mengungkapkan kekecewaan dan penderitaannya. Bukan tanpa alasan kalau dia dikenal sebagai “nabi yang meratap” (the weeping prophet). Dalam ratapan ini ada banyak ide yang juga muncul di pasal, sehingga ratapan ini dapat dikatakan sebagai refleksi Yeremia terhadap panggilan Tuhan atas dirinya.
Cara Yeremia menggambarkan pergumulannya di 20:7 memberi pencerahan bagaimana memahami kedaulatan Allah dan kebebasan manusia. Ia merasa tetap bebas (“aku membiarkan diriku dibujuk”), tetapi ada saat yang sama menyadari bahwa kehendak Allah terlalu kuat untuk dia (“Engkau membujuk aku...Engkau terlalu kuat bagiku...Engkau menundukkan aku”). Seperti yang sudah kita pelajari bersama-sama, apapun yang menjadi keberatan Yeremia telah ditolak dan diatasi oleh Allah (1:6-10). Pada saat Yeremia berniat berhenti dari pelayanannya, dia merasa ada sesuatu di dalam dirinya yang membuat dia tidak mampu untuk berhenti (20:9).
Berita negatif yang diucapkan Yeremia menghasilkan cemoohan (20:7-8) dan pertentangan (20:10). Pada suatu titik tertentu dalam pelayanannya, Yeremia menyesali kelahirannya (20:14-18). Rencana ilahi di balik kelahirannya seharusnya menjadi pijakan yang kuat dalam menjalankan pelayanan (1:5), tetapi sekarang justru menjadi dasar ratapan (20:14-18). Tidak pernah dilahirkan tampaknya lebih mengenakkan daripada dilahirkan untuk menggenapi rencana Allah!
Apakah hal tersebut berarti bahwa Allah tidak menepati janji-Nya? Sama sekali tidak! Yeremia tetap mengalami realisasi janji Allah (20:12-13). Berkali-kali Allah menyertai dan melepaskan dia (1:8; 20:11, 13). Apakah pertolongan ini membuat Yeremia tidak pernah mengeluh lagi? Sama sekali tidak! Yeremia bahkan tidak mengakhiri ratapannya dengan sebuah pujian atau pernyataan iman. Ratapannya berakhir dengan penyesalan terhadap kelahirannya. Walaupun demikian, Yeremia tidak pernah berhenti melayani TUHAN. Pasal 20 bukanlah akhir dari pelayanan maupun kitab Yeremia. Di tengah perasaan yang terus berkecamuk dan situasi pelayanan yang tidak menentu, ia tetap menjalankan panggilan atas dirinya dengan setia. Bagaimana dengan kita? Soli Deo Gloria.