Sebagian orang berpikir bahwa gereja ada untuk mereka. Ini merupakan konsep yang keliru. Mereka sendiri adalah gereja. Mereka ada justru untuk dunia. Jika persebaran Injil ingin lebih cepat meluas, kesalahpahaman seperti ini perlu untuk segera diluruskan.
Saya tidak bisa membayangkan seandainya konsep yang salah ini dianut oleh jemaat di Antiokhia. Mereka tentu tidak akan mengizinkan Paulus dan Barnabas untuk diutus memberitakan Injil ke segala tempat. Mereka mungkin akan berfokus pada pengembangan gereja lokal di kota itu. Puji Tuhan! Mereka lebih mengedepankan Kerajaan Allah daripada “kerajaan kecil” mereka. Mereka layak disebut sebagai “gereja yang mengutamakan persebaran Injil”.
Melalui teks hari ini kita akan mengupas beberapa poin penting tentang kunci menjadi gereja yang mengutamakan persebaran Injil. Sebelum kita menuju ke sana, ada baiknya kita mengingat bahwa tidak setiap detil peristiwa yang dicatat dalam Alkitab bersifat preskriptif (harus diikuti secara hurufiah seperti itu). Beberapa bagian hanya bersifat diskriptif (sekadar menggambarkan). Ketelitian dan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya merupakan kunci untuk memahami suatu teks dengan tepat.
Gereja yang mengutamakan persebaran Injil sangat dipengaruhi oleh kualitas rohani para pemimpin mereka. Seperti apa pemimpinnya, demikian pula jemaat mereka. Karakteristik pemimpin seperti apa yang memungkinkan perwujudan sebuah gereja yang mengutamakan persebaran Injil?
Para pemimpin yang memiliki kedekatan dengan Allah
Ibadah yang dicatat dalam kisah ini bukanlah ibadah yang biasa. Bukan ibadah bersama dengan jemaat. Ini adalah pertemuan antar pimpinan gereja. Mereka yang sedang beribadah (ayat 2) adalah para nabi dan pengajar (ayat 1). Terlepas dari bagaimana kita memahami definisi dan fungsi nabi maupun pengajar di sini, dua kelompok ini tetap tergolong pemimpin rohani (bdk. Ef. 4:11-12).
Fakta bahwa nama-nama mereka disebutkan juga menyiratkan bahwa mereka bukan pemimpin yang biasa. Mereka dikenal secara luas oleh jemaat mula-mula (walaupun sebagian nama terdengar kurang akrab di telinga kita sekarang: Niger, Lukius, Menahem). Lukas, sebagai penulis kitab ini, tidak hanya melaporkan: “Barnabas dan Paulus serta beberapa pemimpin yang lain”. Dia menyebutkan nama-nama mereka.
Para pemimpin ini sedang beribadah dan berpuasa bersama. Mereka memiliki disiplin rohani yang baik. Mereka menjalin kedekatan dengan Allah. Pemunculan kata “berpuasa” (nēsteuō) sebanyak dua kali juga bukan tanpa alasan. Yang pertama kata berpuasa dikaitkan dengan “beribadah” (leitourgeō, 13:2), yang kedua dengan “berdoa” (proseuchomai, 13:3). Yang pertama pada waktu mereka menerima perintah dari Roh Kudus, yang kedua pada saat mereka mengutus Barnabas dan Paulus untuk pergi memberitakan Injil.
Para pemimpin yang mencari pimpinan Tuhan
Sebagian pembaca mungkin menduga bahwa ibadah bersama para pemimpin di sini hanya sekadar pertemuan rutin. Mereka mungkin berpuasa sekali atau dua kali dalam seminggu. Apa yang dicatat di 13:1-3 terjadi pada salah satu momen itu.
Pertimbangan konteks tampaknya tidak mengarah pada doa dan puasa yang rutin. Mereka secara khusus berdoa dan berpuasa untuk melepaskan Barnabas dan Paulus (13:3). Kemungkinan besar ibadah dan puasa di 13:2 juga dilakukan dengan alasan tertentu yang khusus.
Alasan ini berkaitan dengan apa yang terjadi di bagian sebelumnya. Gereja di Anthiokia adalah gereja yang sedang berkembang dan berdampak. Jumlah orang Kristen di sana terus-menerus meningkat (11:19-24). Mereka memiliki dua pengajar yang handal: Paulus dan Barnabas (11:25-26). Bahkan julukan “Kristen” pertama kali disematkan orang luar kepada jemaat di Antiokhia (walaupun mungkin dengan makna yang sedikit menghina, 11:26b). Jemaat Antiokhia juga melibatkan diri dalam penggalangan dana bagi orang-orang kudus di Yerusalem (11:29-30).
Perkembangan gereja juga sedang terjadi di Yerusalem. Melalui mujizat kelepasan dari penjara yang dialami oleh Petrus (12:3-19) dan hukuman Allah atas Herodes (12:20-23), Injil makin tersebar. Ayat 24 menginformasikan: “Maka firman Tuhan makin tersebar dan makin banyak didengar orang”. Paulus dan Barnabas ada di Yerusalem pada saat semua ini terjadi (12:25).
Cara penulisan seperti ini menyiratkan bahwa apa yang terjadi di Yerusalem (pasal 12) merupakan salah satu latar belakang dari ibadah, doa, dan puasa yang dilakukan oleh para pemimpin gereja di Antiokhia (13:1-3). Maksudnya, para pemimpin di 13:1-3 sedang mencari tahu gerakan ilahi selanjutnya bagi persebaran Injil. Mereka sedang menggumulkan pimpinan Tuhan untuk langkah selanjutnya. Bagaimana persebaran Injil di pasal 11-12 tetap bisa dilakukan, bahkan ditingkatkan? Apa yang bisa dilakukan oleh jemaat Antiokhia bagi pergerakan ilahi tersebut?
Dengan kata lain, para pemimpin di Antiokhia tidak mau berpuas diri dengan keadaan mereka. Gereja di sana memang sedang berkembang. Mereka sedang berada di masa-masa keemasan. Ada Barnabas dan Paulus; dua orang pengajar yang handal. Ada banyak pemimpin rohani lain. Mereka tidak kekurangan apapun untuk menjadi sebuah gereja lokal yang sukses. Namun, mereka tetap terbuka terhadap pimpinan Tuhan. Mereka memandang jauh ke depan; bukan pada gereja sendiri, tapi pada Kerajaan Allah.
Para pemimpin yang taat pada Tuhan
Banyak gereja sekarang mengaitkan kedekatan dengan Roh Kudus hanya dengan hal-hal yang spektakuler. Karunia-karunia Roh lebih diutamakan daripada buah Roh. Tidak heran muncul orang-orang yang terlihat sangat antusias dalam pelayanan, tetapi tanpa integritas dalam kehidupan. Orang-orang yang “wah” dalam pencapaian pelayanan, namun “payah” dalam keteladan kehidupan.
Tidak demikian dengan para pemimpin rohani di Antiokhia. Kedekatan mereka dengan Roh justru diwujudkan melalui ketaatan. Mereka memiliki konsep pelayanan dan integritas hidup yang benar.
Salah satu contohnya adalah Barnabas. Namanya muncul di bagian paling awal dalam deretan nama pemimpin (13:1). Hal ini memang sudah sepantasnya. Dia adalah pimpinan di sana. Dia perwakilan dari gereja induk di Yerusalem.
Di tempat lain disebutkan bahwa Barnabas adalah seorang yang penuh Roh Kudus (11:24). Tidak heran, dia memiliki segudang karakter Kristiani: baik dan penuh iman (11:24). Melalui integritasnya, banyak orang dibawa kepada Kristus (11:24). Ini semakin meyakinkan kita bahwa pengutusan Barnabas ke Antiokhia oleh para rasul dan penatua di Yerusalem merupakan keputusan yang tepat. Tidak salah jika para rasul memberi sebutan “Barnabas” (anak penghiburan) bagi dia (4:36-37). Dia juga yang selama ini menjamin, mendampingi, dan memanggil Paulus (9:27; 11:25, 30; 12:25). Paulus sangat berhutang pada dia.
Contoh yang sama ditunjukkan oleh para pemimpin di Antiokhia. Secara manusia, jawaban doa mereka mungkin sangat mengagetkan mereka sendiri. Roh Kudus memerintahkan mereka untuk mengkhususkan Barnabas dan Paulus bagi pekerjaan Injil. Ini bukan sekadar usulan atau himbauan. Ini adalah perintah.
Kehilangan Barnabas dan Paulus tentu saja akan mendatangkan persoalan besar bagi jemaat di Antiokhia. Keduanya merupakan pemimpin terbaik. Hasil pelayanan mereka sudah teruji. Integritas sudah terlihat. Ada jurang besar yang harus ditutupi seandainya keduanya pergi. Di tengah situasi yang sukar dan tidak membawa keuntungan bagi jemaat di Antiokhia, mereka tetap memilih untuk menaati pimpinan Roh Kudus. Itulah ujian ketaatan yang sejati. Itulah ketaatan yang murni.
Para pemimpin yang sepakat terhadap panggilan Tuhan
Salah satu petunjuk sederhana dalam teks ini yang sering diabaikan adalah jumlah pemimpin yang banyak dan apa yang mereka lakukan secara bersama-sama. Apa kebetulan jika nama-nama mereka disebutkan sehingga tidak memberikan kesan bahwa mereka hanyalah asisten Barnabas dan Paulus (13:1)? Tentu saja tidak! Apakah kebetulan jika pimpinan Roh Kudus diberikan pada saat mereka semua sedang berkumpul dan bukan pada saat Barnabas atau Paulus sedang berdoa sendirian (13:2)? Tentu saja tidak! Apakah kebetulan bahwa mereka justru yang menumpangkan tangan atas Barnabas dan Paulus (13:3)? Tentu saja tidak!
Semua keterangan di atas mengajarkan bahwa pimpinan Tuhan perlu dikonfirmasi oleh sesama. Konfirmasi bersama merupakan alat yang seringkali digunakan oleh Allah untuk meneguhkan pimpinan-Nya. Kekristenan yang benar bukanlah yang sektarian yang hanya bersandar pada satu pimpinan dan selalu mengaminkan apapun yang dia katakan.
Ide awal memang tidak selalu harus muncul dari beberapa orang sekaligus. Kemunculannya pun tidak harus selalu spektakuler seperti di 13:1-13. Bagaimanapun, konfirmasi terhadap hal itu harus merupakan keputusan bersama. Jikalau seorang pemimpin meyakini bahwa gagasan dan keputusannya benar-benar berasal dari Allah, dia seharusnya juga meyakini bahwa Allah sanggup meyakinkan orang-orang lain untuk meyakini gagasan dan keputusan itu.
Dari sini terlihat betapa pentingnya jemaat memilih pemimpin yang benar. Jangan asal memilih para penatua. Jangan hanya terfokus pada figur-figur selebriti dalam gereja. Jangan terkecoh dengan penampilan dan kekayaan. Itulah sebabnya Alkitab lebih menekankan persyaratan pemimpin rohani dari sisi karakter daripada ketrampilan (Kis. 6:3; 1Tim. 3:1-13; Tit. 1:5-9). Gereja akan menjadi dewasa jika dipimpin oleh para pemimpin yang dewasa pula. Soli Deo Gloria.