Eksposisi Amos 2:13-16

Posted on 12/01/2020 | In Teaching | Leave a comment

Menjadi umat pilihan Tuhan bukan berarti jaminan bebas dari hukuman. Allah tidak hanya mengasihi, tetapi mengasihi  dengan besar dan benar. Perpaduan antara besar dan benar inilah yang mendorong Allah untuk memberikan peringatan dan hukuman. Ini dimaksudkan sebagai bentuk disiplin bagi umat pilihan.

Bangsa Israel melakukan pelanggaran yang sangat serius (2:6-8). Mereka menindas kelompok marjinal. Tidak ada belas kasihan bagi mereka yang lemah dan terpinggirkan.

Sikap di atas sangat bertolak belakang dengan anugerah Allah yang sudah ditunjukkan kepada bangsa Israel. Allah sudah melakukan bergitu banyak kebaikan kepada mereka (2:10-12). Pada waktu mereka belum memiliki tempat tinggal dan menghadapi penindasan, TUHAN menolong mereka (2:9-10). Dia juga mengutus para nabi dan nazir untuk memimpin mereka (2:11-12). Sayangnya, semua kebaikan ini seolah-olah tidak berarti apa-apa bagi mereka. Hidup mereka sama sekali tidak menunjukkan kelimpahan kasih karunia Allah. Mereka bukan hanya tidak mau membagi, mereka bahkan tidak mau mensyukuri.

Pengabaian terhadap kasih karunia membuat mereka begitu rentan terhadap dosa. Seharusnya kebaikan Allah yang menjadi dorongan terbesar bagi mereka untuk menaati Dia. Kasih Allah menumbuhkan kasih dalam diri mereka, yang pada akhirnya berbuahkan ketaatan. Ketika kasih dari Allah diabaikan dan kasih kepada Allah dilupakan, dosa berkuasa dengan leluasa.

Solusi untuk situasi seperti ini adalah peringatan dan hukuman. Dalam anugerah-Nya Allah “memaksa” mereka untuk menghargai anugerah dan kembali kepada-Nya. Keadilan-Nya juga mendorong Allah untuk menghukum setiap pelanggaran.

Hukuman seperti apa yang diberikan kepada bangsa Israel? Amos menyebutkan tentang dua jenis hukuman.

 

Gempa bumi (ayat 13)

Kata “sesungguhnya” (lit. “lihatlah”) di awal ayat ini menyiratkan sebuah penekanan. Allah sangat serius dengan ucapannya. Bangsa Israel perlu memerhatikan dengan serius pula.

Metafora yang dipakai di sini berasal dari dunia pertanian. Ada kereta yang sarat dengan berkas gandum. Dengan muatan yang penuh seperti itu, tekanan ke tanah pasti besar dan bunyi roda-roda kereta juga pasti sangat ramai.

Walaupun metafora ini dari kehidupan sehari-hari yang pasti sangat akrab bagi bangsa Israel, ada beberap poin yang tidak jelas dalam metafora ini. Yang pertama adalah penunggangnya. Apakah yang dimaksud adalah para petani yang memanen hasil ladang? Ataukah tentara musuh yang merampas hasil panen tersebut? Yang kedua adalah arti kata “mengguncangkan” (‘ûq). Kata Ibrani ini bisa memiliki beragam arti: menekan, menghempaskan, mengguncang, atau terjebak (dalam lumpur).

Kesulitan pada poin pertama sebenarnya tidak seberapa penting. Yang dipentingkan bukan identitas penunggang, melainkan tekanan pada tanah yang dihasilkan dari roda-roda kereta yang penuh dengan muatan. Sehubungan dengan poin kedua, terjemahan “mengguncangkan” (LAI:TB) atau “menghempaskan” (NIV) mungkin lebih tepat. Roda-roda kereta yang sarat dengan berkas gandum bukan hanya menekan tanah, tetapi sekaligus membawa dampak buruk bagi tanah itu. Mungkin retakan, bahkan mungkin belahan.

Jika gambaran ini yang ingin ditonjolkan oleh Amos dalam metafora di atas, kemungkinan besar dia sedang memikirkan gempa bumi yang akan terjadi dua tahun kemudian (1:1 “Perkataan yang dinyatakan kepada Amos…dua tahun sebelum gempa bumi”; bdk. rujukan lain di 6:11, 8:8 dan 9:1-2:5). Tafsiran ini sangat masuk akal. Sebagai klimaks dari seri ucapan penghukuman kepada bangsa-bangsa di 1:3-2:16, sangat cocok apabila hukuman terakhir terlihat begitu spektakuler (gempa bumi). Pemunculan gempa bumi di awal kitab juga menyiratkan bahwa bencana ini merupakan peristiwa yang sangat besar.

Mengapa TUHAN mendatangkan gempa bumi atas Israel? Seperti sudah sempat disinggung dalam beberapa khotbah sebelumnya, keadaan bangsa Israel pada zaman itu tergolong sangat baik. Secara umum mereka terlihat makmur. Hal ini mungkin menjadi penyebab mereka tidak mau menaati Allah. Mereka merasa memiliki sandaran yang lain. Dengan mendatangkan bencana alam yang hebat Allah sedang mengambil apa yang dianggap paling berharga oleh bangsa Israel. Apa yang mereka banggakan akan dirampas dari tangan mereka. TUHAN memang kadangkala mengambil apa yang kita anggap paling berharga supaya kita memahami apa yang sebenarnya paling berharga bagi kita.

 

Kekalahan perang yang telak (ayat 14-16)

Hukuman ilahi di bagian ini terlihat cukup berbeda dengan hukuman-hukuman yang ditujukan pada bangsa-bangsa lain. Tidak ada catatan tentang kehancuran kota, puri atau istana. Tidak ada keterangan tentang raja. Tidak ada penjelasan tentang penduduk yang ditindas, ditawan atau dibawa ke pembuangan. Amos tampaknya hanya menyoroti kekalahan peperangan. Bukan berarti kekalahan ini tidak berdampak pada penduduk maupun raja. Kekalahan ini jelas berdampak buruk pada semua aspek kehidupan bangsa Israel. Namun, di ayat 14-16 Amos sengaja meletakkan fokus pada kekalahan perang.

Kekalahan telak ini diungkapkan melalui beberapa cara. Yang pertama, kekalahan ini dialami oleh hampir semua bagian pasukan. Ayat 14 kemungkinan merujuk pada tentara di garis depan yang cepat dalam berlari dan bertempur. Ayat 15a tentang para pemanah yang biasa berada di tempat yang lebih tinggi dan agak jauh dari medan pertempuran. Ayat 15b menyinggung tentang tentara berkuda, yang bisa merujuk pada penunggang kuda atau pengendara kereta perang.

Yang kedua, kekalahan ini dialami oleh para tentara yang terbaik. Tidak semua prajurit memiliki keberanian dan ketrampilan perang yang sama. Beberapa jauh lebih tangkas daripada yang lain. Sebagian lebih berani dan kuat daripada yang lain. Dalam peperangan yang biasa, mereka yang pemberani, tangkas dan kuat memiliki peluang hidup jauh lebih besar daripada prajurit-prajurit yang lain.

Sayangnya, skenario di atas tidak terjadi pada tentara Israel. Yang cepat, kuat dan gagah akan kalah (2:14). Yang cakap dalam memanah dan cepat dalam berlari juga akan dikalahkan (2:15). Begitu pula dengan yang pemberani di antara para pahlawan (2:16, lit. “di antara orang-orang yang kuat”).

Yang ketiga, para prajurit bahkan tidak mampu menyelamatkan diri sendiri. Kata “melarikan diri” muncul sebanyak empat atau lima kali di ayat 14-16. Hampir semua pemunculan itu diberi keterangan negatif: tidak bisa melarikan diri. Kalaupun berhasil melarikan diri, upaya ini diwarnai dengan kehinaan: mereka berlari dengan telanjang (ayat 16). Telanjang di sini bisa berarti tanpa perlengkapan perang (tombak, pedang, ketopong, dsb) atau tanpa baju perang beserta perlengkapan perang lainnya. Intinya, mereka sangat dipermalukan.

Pesan teologis yang ingin disampaikan dalam kekalahan perang yang telak di ayat 14-16 sama dengan hukuman gempa bumi di ayat 13: apa yang selama ini dibanggakan dan dijadikan persandaran oleh bangsa Israel akan diambil dari tangan mereka. Sekali lagi, TUHAN memang kadangkala mengambil apa yang kita anggap paling berharga supaya kita memahami apa yang sebenarnya paling berharga bagi kita.

Apa relevansi teks ini bagi kita? Banyak sekali. Allah sudah menunjukkan kasih karunia-Nya kepada kita. Anugerah terbesar adalah penebusan Yesus Kristus yang sempurna. Anugerah ini seharusnya terus-menerus menghangatkan hati kita, sehingga kita semakin mengasihi dan menaati Dia. Tidak ada dorongan ketaatan yang lebih kuat daripada kesadaran tentang dan ucapan syukur atas kasih karunia Allah.

Apabila kasih karunia ini dilupakan, manusia akan tetap berada dalam kuasa dosa. Mereka bukan lagi menjadi pelaku, tetapi budak dosa. Jika ini berlangsung terus-menerus, Allah akan menjatuhkan hukuman. Bagi anak-anak Allah, hukuman ini merupakan disiplin yang beranugerah. Hukuman ini adalah cara Allah untuk memanggil mereka kembali kepada-Nya.

Bagaimana sikap Anda terhadap anugerah? Seberapa jauh anugerah itu berdampak dalam hidup Anda? Kiranya Roh Kudus yang sudah mencurahkan kasih Kristus ke dalam hati kita, Dia juga yang selalu menghangatkan hati kita dengan kasih yang sama. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko