Manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej. 1:26-27). Inilah yang membuat manusia menjadi berharga. Karena itu, semua bentuk kekerasan terhadap manusia merupakan penghinaan terhadap kehormatannya sebagai gambar Allah. Jika penghinaan seperti ini dilakukan, Allah tidak akan tinggal diam (Kej. 9:6).
Bentuk kekerasan terhadap manusia bisa bermacam-macam. Dalam khotbah sebelumnya kita sudah melihat bagaimana bangsa Aram secara sadis dan brutal telah menindas penduduk Gilead (1:3-5). Dalam khotbah hari ini kita diperhadapkan pada kejahatan kemanusiaan yang lain, yaitu penjualan manusia untuk kepentingan komersial (human trafficking).
Dosa bangsa Filistin (ayat 6)
Sama seperti bagian sebelumnya, ungkapan “ada tiga, bahkan empat” (1:3, 6) menyiratkan kualitas kejahatan yang sudah melampaui batas. Yang dipentingkan bukan sekadar jumlah atau jenis kejahatan yang banyak, melainkan tingkat kejahatannya. Itulah sebabnya walaupun bilangan yang digunakan “tiga atau empat” tetapi jenis kejahatan yang disebutkan hanya satu.
Kejahatan bangsa Filistin diterangkan sebagai berikut: “mereka telah mengangkut ke dalam pembuangan suatu bangsa seluruhnya, untuk diserahkan kepada Edom”. Amos sengaja tidak menyebutkan nama kota atau negara yang menjadi korban. Ini menyiratkan jumlah korban yang banyak dan dari kota yang beragam. Alkitab mencatat bahwa tindakan ini dilakukan oleh Filistin bahkan sampai di Yerusalem yang secara geografis cukup jauh (2Taw. 21:16-17).
Walaupun secara sekilas jenis pelanggaran ini terlihat sudah jelas, kita harus menggali lebih dalam untuk menemukan apa sebenarnya yang dimaksud. Kejahatan di sini tampaknya tidak merujuk pada pembuangan dalam konteks peperangan. Menurut budaya kuno pada waktu itu, bangsa yang memenangkan suatu peperangan memang berhak untuk memanfaatkan semua penduduk yang dia kalahkan. Misalnya, mereka boleh menjadikan penduduk suatu kota sebagai budak atau pekerja kasar (Ul. 20:10-11). Mereka juga diizinkan untuk menawan dan mengangkut penduduk tersebut ke negara mereka (bdk. 2Taw. 28:8). Jika pelanggaran bangsa Filistin di Amos 1:6-8 terjadi dalam konteks peperangan, hal tersebut masih dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang wajar. TUHAN tidak akan menghitung “tiga, bahkan empat”.
Jadi, apa sebenarnya kesalahan bangsa Filistin di sini? Kita sebaiknya menafsirkan ayat 6 sebagai penangkapan secara sewenang-wenang terhadap suatu penduduk yang tidak berdaya. Para korban tidak mampu melawan. Mereka mungkin penduduk suatu kota yang tiba-tiba saja disergap dan ditawan dengan kekerasan. Jumlah tawanan bukan hanya beberapa atau sebagian, tetapi seluruh penduduk (ayat 6 “suatu bangsa seluruhnya”). Tidak ada yang diperkecualikan.
Dari penghukuman yang akan dijatuhkan atas empat kota utama di Filistin (ayat 7-8, Gaza, Asdod, Askelon dan Ekron) tersirat bahwa kejahatan di atas mendapatkan persetujuan atau dukungan dari seluruh pemimpin Filistin. Besar kemungkinan mereka juga mempraktekkan kejahatan yang sama. Jika ini benar, kita mendapati kejahatan sistemik atau dosa struktural di sini. Apa yang tidak benar sudah dianggap wajar.
Motivasi di balik kejahatan di atas tidak sukar untuk ditebak. Semua berkaitan dengan uang. Para tawanan yang tidak bersalah dan tidak berdaya itu diperjualbelikan kepada bangsa lain demi mendapatkan keuntungan material.
Salah satu rekan bisnis bangsa Filistin adalah bangsa Edom (ayat 6). Kita tidak bisa memastikan apakah Edom hanya bertindak sebagai pembeli (tawanan dimanfaatkan sebagai pekerja rodi untuk mereka) atau penadah (tawanan dijual lagi ke bangsa lain). Manapun yang benar, kejahatan ini tetap serius di mata TUHAN.
Pertama, manusia diletakkan lebih rendah daripada harta. Yang material menggantikan yang personal. Gambar Allah dalam diri manusia ditukar dengan gambar penguasa di koin mata uang. Bagi bangsa Filistin merugikan orang lain adalah sah-sah saja selama mereka mendapatkan keuntungan. Ini kejahatan di mata TUHAN.
Kedua, manusia kehilangan identitasnya. Menjadi tawanan di negeri asing sangat menyakitkan. Pekerjaan kasar hanyalah salah satu kesusahan saja. Yang paling menyedihkan mungkin adalah kehilangan identitas. Pada zaman dahulu, identitas seseorang ditentukan oleh komunitas. Kehilangan komunitas berarti kehilangan sumber identitas.
Tiga, manusia diperlakukan tidak adil. Menjadi orang asing pada zaman dulu berarti harus siap menerima perlakuan diskriminatif. Situasi ini menjadi lebih parah apabila orang asing itu adalah pekerja kasar atau budak. Mereka seringkali tidak mempunyai keamanan dan perlindungan. Mereka tidak memperoleh penghargaan. Itulah sebabnya Allah sangat mempedulikan orang-orang asing (Kel. 23:9). Dia menerapkan peraturan yang sama bagi orang asli maupun asing (Kel. 12:49).
Hukuman TUHAN atas bangsa Filistin (ayat 7-8)
Allah tidak menutup mata atas dosa manusia. Kekudusan dan keadilan-Nya menuntut penghukuman atas dosa. Keputusan ini sudah bulat karena dosa Filistin sudah melewati batas kewajaran (1:6 “Aku tidak akan menarik kembali keputusanku”). Kepastian hukuman ini juga ditunjukkan melalui pemunculan frasa “firman Tuhan ALLAH” di bagian akhir berita penghukuman (1:8b).
Hukuman yang akan dijatuhkan oleh Allah pada bangsa Filistin bersifat menyeluruh. Hukuman ini berlaku atas empat kota besar Filistin: Gaza, Asdod, Askelon, Ekron. Gaza dimunculkan di depan mungkin karena dia kota yang terbesar atau jalur utama transportasi laut ke Edom melalui Bersyeba (1:6 “untuk diserahkan kepada Edom”). Kota besar yang tidak disebutkan hanyalah Gat. Kota ini juga tidak muncul dalam berita penghukuman yang disampaikan oleh nabi-nabi lain (Yer. 25:20; Zef. 2:4; Zak. 9:5-7). Para ahli menduga Gat sudah dikuasai oleh bangsa lain, entah Aram (2Raj. 12:18) atau Yehuda (2Taw. 11:8).
Hukuman atas Filistin juga mencakup seluruh orang Filistin. Baik rakyat biasa maupun para penguasa akan dilenyapkan (1:8 “…penduduk…pemegang tongkat kerajaan…”). Bahkan kalau masih ada yang tersisa, TUHAN tetap akan mengacungkan tangan-Nya sampai semuanya lenyap (1:8 “sehingga binasalah sisa-sisa orang Filistin”).
Teks tidak menginformasi tentang bentuk pemusnahan bangsa Filistin. Apakah mereka semua akan ditumpas mati oleh musuh-musuh mereka? Ataukah mereka hanya sekadar dikalahkan dalam peperangan dan akhirnya ditawan ke negeri musuh? Kita tidak dapat memastikan. Namun, dari petunjuk Alkitab di tempat lain kita bisa mengetahui bahwa hukuman ilahi ini dilakukan melalui bangsa Mesir (Yer. 47:1). Mereka datang “untuk membinasakan semua orang Filistin” (47:4). Bahkan Yeremia secara sarkastik mengungkapkan hal ini sebagai berikut: “Ah, pedang TUHAN, berapa lama lagi baru engkau berhenti? Masuklah kembali ke dalam sarungmu, jadilah tenang dan beristirahatlah! Tetapi bagaimana ia dapat berhenti? Bukankah TUHAN memerintahkannya? Ke Askelon dan ke tepi pantai laut, ke sanalah Ia menyuruhnya!” (47:6-7).
Apa yang dilakukan oleh TUHAN setimpal dengan kejahatan Filistin. Entah berapa kali mereka telah melenyapkan seluruh penduduk dari suatu kota. Sekarang penduduk mereka sendiri akan dilenyapkan dari kota-kota mereka. Entah berapa kali mereka melakukan kejahatan ini melalui kekerasan terhadap orang-orang yang lemah. Kini mereka akan dikalahkan oleh bangsa lain yang lebih kuat daripada mereka.
Manusia adalah gambar Allah. Walaupun sudah jatuh ke dalam dosa, manusia tetap berharga. Lebih berharga daripada semua harta. Setiap orang layak untuk diperlakukan dengan penuh kehormatan. Penghinaan dan penindasan terhadap gambar Allah akan mendatangkan hukuman dari Allah.
Apa yang dilakukan oleh bangsa Filistin sangat kontras dengan apa yang dilakukan oleh Kristus. Dia yang adalah gambar Allah yang sempurna (Kol. 1:15; Ibr. 1:3) justru rela membayar harga yang mahal untuk mendapatkan kembali gambar-gambar Allah yang sudah tercemar oleh dosa. Harga yang dibayar melebihi semua emas dan perak yang ada di dunia (1Pet. 1:18-19). Soli Deo Gloria.