Eksposisi 1 Korintus 16:5-9

Posted on 22/07/2018 | In Teaching | Leave a comment

Bagian ini masih berhubungan dengan rencana pengumpulan bantuan untuk orang-orang Kristen di Yerusalem (16:1-2). Sesudah jemaat Korintus mengumpulan bantuan itu secara teratur, Paulus sendiri akan datang ke Korintus dan mengurus bantuan itu (16:3-4). Dia mungkin hanya memberikan surat pengantar kepada para pemimpin gereja di Yerusalem. Ada kemungkinan dia juga menyertai rombongan yang diutus ke Yerusalem. Opsi manapun yang nanti akan diambil, Paulus tetap akan mengunjungi jemaat di Korintus.

Walaupun kedatangannya berkaitan dengan pemberian bantuan itu, Paulus memiliki agenda-agenda yang lain juga. Dia ingin menyelesaikan beberapa persoalan yang muncul di antara jemaat (4:19, 21). Kepentingan lain adalah mendapatkan bantuan dari jemaat Korintus untuk pelayanannya di tempat-tempat lain (16:6b “sehingga kamu dapat menolong aku untuk melanjutkan perjalananku”).

Bagaimana Paulus merencanakan kedatangannya ke Korintus? Pelajaran rohani apa saja yang bisa kita peroleh dari perencanaan tersebut?

 

Merencanakan dengan detil

Dalam teks hari ini kita menemukan tidak kurang dari tiga keterangan tempat yang disebutkan secara eksplisit: Korintus, Makedonia, dan Efesus. Rute yang akan ditempuh juga cukup jelas: dari Efesus melintasi Makedonia ke Korintus.

Bukan hanya itu, beberapa keterangan waktu yang disebutkan dalam teks ini (ayat 6 “musim dingin”, ayat 8 “hari raya Pentakosta”) membantu kita untuk menangkap kejelasan perencanaan yang dilakukan. Paulus bahkan menginformasikan bahwa dia ingin tinggal di Korintus cukup lama (ayat 7).

Dari perspektif sekarang, rute perjalanan ini mungkin kurang detil. Paulus hanya menyebutkan sebuah propinsi (Makedonia). Di propinsi ini ada kota Filipi, Tesalonika, dan Berea. Kata “melintasi” (dierchomai) juga bukan berarti transit satu malam. Kata dierchomai bisa mencakup sebuah durasi yang tidak singkat (bkd. Kis. 8:4, 40; 11:19; 13:6, 14; 2Kor. 1:16). Walaupun demikian, dari perspektif kuno pada waktu itu, perencanaan yang dibuat Paulus tergolong spesifik dan detil.

Kita tidak boleh menganggap perencanaan detil sebagai lawan dari persandaran total kepada Allah. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan para pengikut-Nya untuk mempertimbangkan segala sesuatu secara matang-matang sebelum mengambil sebuah keputusan (Luk. 14:28-32). Keselamatan di dalam Kristus bahkan sudah direncanakan oleh Allah sejak kekekalan (Ef. 1:4-5; 2Tim. 1:9; Rm. 8:29-30).

 

Mengutarakan motivasi secara terbuka

 

Kehadiran Paulus ke Korintus bisa disalahpahami oleh sebagian orang. Sebagaimana kita ketahui, relasi Paulus dan beberapa orang di sana tidak selalu berjalan baik (4:1-5). Mereka lebih memilih Petrus atau Apolos dibandingkan Paulus (1:12). Sekarang Paulus akan mengunjungi mereka, sedangkan Apolos tidak bisa datang (16:12). Keinginan Paulus untuk menyelesaikan beberapa persoalan di sana (4:19, 21) juga mungkin bisa memperkeruh keadaan.

Di tengah situasi seperti ini, Paulus memilih untuk berhati-hati namun tetap terbuka. Pertama-tama dia mengungkapkan perhatiannya kepada jemaat Korintus. Walaupun Korintus merupakan salah satu kota pelabuhan, Paulus tidak ingin hanya sekadar menumpang lewat (ayat 7). Kehadirannya di kota itu bukan demi sebuah rute perjalanan yang strategis. Dia memang ingin tinggal bersama jemaat di sana. Dalam teks Yunani, kata “dengan kamu” (pros hymas) di ayat 6 muncul di awal kalimat untuk penekanan. Yang dipentingkan Paulus adalah jemaat, bukan kota mereka. Di samping itu, dia juga memberi petunjuk tentang durasi tinggal yang dia rencanakan. Dia mungkin akan menghabiskan beberapa bulan selama musim dingin bersama dengan mereka. Pendeknya, dia tidak ingin hanya menumpang lewat saja.

Tidak lupa, Paulus dari awal mengungkapkan harapannya agar jemaat di Korintus memberikan bantuan materi untuk pelayanannya di tempat lain (ayat 6b). Kata “menolong” (propempō) secara hurufiah berarti “mengutus” (NASB/NRSV). Makna di balik kata ini memang bukan sekadar mengutus, melainkan juga menyediakan segala sesuatu yang diperlukan untuk perjalanan tersebut, termasuk kelengkapan materi (uang, barang, teman perjalanan, dsb., lihat 2Kor. 1:16; Kis. 15:3; Rm. 15:24. Tit. 3:13). Berdasarkan makna inilah banyak ahli Alkitab yang memilih terjemahan “menolong” (LAI:TB; NIV; ESV).

Permohonan bantuan ini cukup menarik. Selama Paulus melayani di Korintus dia tidak mau menerima tunjangan hidup dari jemaat (9:1-18). Dia tidak mau kemajuan Injil terhalang gara-gara masalah materi. Namun, di sini dia bukan hanya mau, tetapi juga mengharapkan bantuan dari jemaat di sana. Bukan untuk kebutuhannya selama di Korintus, melainkan untuk kepentingan kota-kota lain. Paulus sangat mungkin sedang mengajarkan jemaat Korintus untuk peduli dengan jemaat-jemaat lain. Sama seperti mereka perlu memperhatikan kebutuhan orang-orang kudus di Yerusalem (16:1-2), demikian pula mereka perlu menyokong pekerjaan Tuhan di tempat lain (16:6b). Itulah sebabnya Paulus memilih kata propempō untuk menyiratkan bahwa dia – dalam taraf tertentu – merupakan utusan jemaat Korintus bagi jemaat-jemaat di kota lain.

 

Menyandarkan diri pada kehendak Allah

Mereka yang terbiasa menempuh perjalanan panjang pada masa kuno dulu pasti mengetahui bahwa ada banyak hal berada di luar kontrol manusia. Teknologi pelayaran belum secanggih sekarang. Ukuran kapal tidak sebesar dan setangguh sekarang. Pada momen-momen tertentu iklim menjadi sangat tidak bersahabat, sehingga pelayaran tidak mungkin dilaksanakan. Intinya, alam seringkali menjadi halangan besar yang tidak mungkin dilawan.

Paulus juga menyadari hal itu. Tidak peduli seberapa detil Paulus sudah merencanakan rute perjalanan, dia tetap harus memberi ruang untuk faktor-faktor yang tidak terduga dan tidak terhindarkan. Kata “mungkin” (tychon, ayat 6a) menyiratkan ketidakpastian dalam perjalanan kuno. Paulus bisa saja tiba di Korintus jauh sebelum musim dingin atau dekat dengan musim dingin. Jika berdekatan dengan musim dingin, Paulus akan menghabiskan musim itu di Korintus. Selain karena dia ingin lebih lama bersama mereka, pelayaran selama musim dingin memang sangat sukar untuk dilakukan. Ombak yang besar dan malam yang lebih panjang memberikan kesulitan besar bagi para pelaut untuk melanjutkan perjalanan.

Di tengah semua keterbatasan dan ketidakpastian ini Paulus menambahkan “Jika diperkenankan Tuhan” (ayat 7b). Sikap yang sama dia tunjukkan pada waktu dia memikirkan untuk mengunjungi kota Efesus (Kis. 18:21). Dia membiarkan kehendak Allah yang mengarahkan seluruh kehidupan dan pelayanannya.

Ini merupakan kebiasaan rohani yang sangat baik. Yang ditentang oleh Alkitab bukanlah perencanaan yang matang, melainkan perencanaan yang tidak melibatkan Allah di dalamnya atau perencanaan yang dilandaskan pada asumsi bahwa manusia menentukan segala hal dalam kehidupannya (Yak. 4:13-17). Ini adalah sebuah kesombongan dan kebodohan.

 

Memanfaatkan kesempatan yang ada

Tidak semua rencana dapat langsung dikerjakan saat itu juga. Ada jarak antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan. Tidak mudah berada dalam ketegangan seperti ini. Sebagian orang memilih untuk berpangku-tangan sehingga tidak produktif selama masa penantian ini.

Tidak demikian dengan Paulus. Dia memang sangat ingin mengunjungi jemaat Korintus (16:5-7), melanjutkan pelayanan ke tempat lain (16:6b), atau mengantarkan bantuan ke Yerusalem (16:4). Selama menunggu kesempatan itu, dia menggunakan kesempatan yang ada di depan matanya secara maksimal.

Alasan mengapa Paulus belum mengeksekusi rencana kedatangannya ke Korintus diterangan di ayat 8-9. Dia ingin memaksimalkan keadaan yang ada di Efesus terlebih dahulu. Secara hurufiah, ayat 9a berbunyi: “Sebab pintu telah terbuka bagiku secara besar dan efektif” (thyra gar moi aneōgen megalē kai energēs).

Yang dimaksud dengan pintu terbuka di sini bukan sekadar sebuah kesempatan saja (kontra LAI:TB), melainkan penerimaan yang positif terhadap Injil. Ada beberapa alasan untuk mendukung gagasan ini. Figurasi pintu terbuka (ayat 9a) dikontraskan dengan keberadaan para penentang (ayat 9b). Pintu terbuka ini diberi keterangan yang agak janggal, yaitu “secara efektif” (energēs). Bukan hanya terbuka “dengan lebar”, tetapi “dengan efektif”. “Dengan lebar” mengarah pada kesempatan, sedangkan “dengan efektif” mengarah pada hasil.

Menunggu apa yang ada di depan bukan alasan untuk tidak melakukan apa-apa di masa sekarang. Sebaliknya, setiap masa memiliki kesempatannya sendiri-sendiri. Apa yang ada di depan mata harus dimaksimalkan. Apa yang masih jauh di depan harus direncanakan secara sematang. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko