Eksposisi 1 Korintus 16:13-14

Posted on 25/11/2018 | In Teaching | Leave a comment

Tantangan selalu ada di depan. Hambatan tidak bosan-bosan menghadang di sepanjang jalan. Keraguan, kekecewaan, dan keputusasaan acap kali menjadi teman perjalanan. Kecerobohan dan kebodohan pun siap menyebabkan kejatuhan. Bagaimana kita bisa bertahan sampai tujuan?

Dalam teks kita hari ini Paulus memberikan beberapa kunci untuk menyelesaikan perjalanan rohani kita. Beberapa kunci ini saling berhubungan dengan erat. Semuanya berkaitan dengan situasi jemaat Korintus.

 

Berjaga-jaga (ayat 13a)

Kata dasar grēgoreō (LAI:TB “berjaga-jaga”) muncul berkali-kali dalam Alkitab. Kata ini juga digunakan dalam beragam konteks, misalnya menjaga kota (Neh. 7:3; 1Mak. 12:27) atau pintu (Mrk. 13:34-37), bersiap-siap melakukan sesuatu (Yer. 38:28; Dan. 9:14), menunggu sesuatu/seseorang (Luk. 12:37), atau mengantisipasi sesuatu (Why. 3:3).

Keragaman penggunaan ini menimbulkan kesulitan bagi para penafsir. Apa artinya “berjaga-jaga” di ayat 13a? Berjaga-jaga dari apa?

Sehubungan dengan hal ini, para penafsir umumnya terbagi menjadi dua. Sebagian menghubungkannya dengan kedatangan Kristus Yesus yang kedua kali. Dugaan ini bukan tanpa alasan. Kata kerja grēgoreō memang beberapa kali muncul dalam konteks menantikan kedatangan Tuhan (Mat. 24:42-43; 1Tes. 5:6-10; Why. 3:3; 16:15). Dalam Surat 1 Korintus Paulus juga beberapa kali menyinggung tentang kedatangan Tuhan (1:8; 3:13; 5:5).

Sebagian penafsir memilih untuk meletakkan grēgoreō dalam kaitan dengan nasihat-nasihat lain di 16:13 (“berjaga-jaga – berdiri teguh dalam iman – bertindak seperti laki-laki – tetap kuat”). Mereka mengaitkan berjaga-jaga di sini dengan hal-hal buruk yang berpotensi membahayakan dan melemahkan iman mereka. Makna seperti ini juga mendapatkan dukungan dari pemunculan grēgoreō di ayat-ayat lain. Para penatua Efesus perlu berjaga-jaga dari para pengajar sesat (Kis. 20:31). Semua anak Tuhan wajib berjaga-jaga dari serangan Iblis (1Pet. 5:8).

Di antara dua opsi ini, yang terakhir tampaknya lebih tepat. Yang paling jelas, tafsiran ini lebih sesuai dengan konteks. Semua nasihat di ayat 13 menggunakan metafora pertempuran. Berjaga-jaga bukan dalam arti menanti (kedatangan), tetapi mengantisipasi (bahaya). Lagipula pasal 16 memang kurang bersentuhan dengan ide-ide tentang akhir zaman. Di samping itu, jemaat Korintus memang sedang menghadapi beragam persoalan dan dosa, misalnya pertikaian (1:10-3:23), percabulan (6:12-20), penyembahan berhala (8:1-10:33), diskriminasi sosial (11:17-34), dsb. Semua ini dapat melemahkan mereka.

 

Berdiri teguh dalam iman (ayat 13b)

Masih melanjutkan metafora pertempuran, Paulus menasihati jemaat Korintus untuk berdiri teguh (stēkō). Penggunaan kata ini dalam konteks peperangan menunjukkan keberanian dan ketahanan untuk mempertahankan posisi di depan musuh. Tidak mundur, apalagi lari. Sebagai contoh, jemaat di Filipi didorong untuk tidak gentar terhadap musuh, sebaliknya berdiri teguh dalam satu roh untuk memperjuangkan Injil (Flp. 1:27-28).

Apa artinya “dalam iman” (en tē pistei) di sini? Walaupun secara tata bahasa frasa ini dapat diterjemahkan “dalam iman kalian”, tetapi terjemahan yang lebih baik adalah “dalam iman itu”. Maksudnya, iman di sini bukan merujuk pada perasaan yakin dalam diri jemaat, melainkan pada isi iman. Dengan kata lain, iman di sini identik dengan ajaran Kristiani atau Injil. 2 Korintus 1:24 berbunyi: “Bukan karena kami mau memerintahkan apa yang harus kamu percayai, karena kamu berdiri teguh dalam imanmu”. Di tempat lain dia berkata: “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis” (2Tes. 2:15). Dalam konteks 1 Korintus, ajaran dan tradisi tersebut terutama merujuk pada Injil Yesus Kristus: kematian dan kebangkitan-Nya (15:3-4).

Jadi, melalui nasihat di ayat 13b ini Paulus ingin mendorong jemaat Korintus untuk berdiri teguh pada kebenaran, terutama Injil Kristus. Beragam ajaran sesat dan pandangan duniawi akan terus datang menyerang, tetapi mereka harus kokoh di dalam iman yang benar. Itu adalah pondasinya. Dengan demikian, memiliki iman yang benar adalah lebih penting daripada memiliki iman yang besar.

 

Berani dan kuat (ayat 13c-d)

Terjemahan LAI:TB “bersikap seperti laki-laki” (andrizomai) tidak terlalu jelas. Apa artinya “bersikap seperti laki-laki”? Aspek maskulin apa yang disiratkan di kata ini?

Di samping itu, arti andrizomai seperti tadi juga bisa menimbulkan kesan yang keliru. “Bersikap seperti laki-laki” belum tentu harus dikontraskan dengan “bersikap seperti perempuan”. Penggunaan andrizomai di Alkitab tidak dikontraskan dengan perempuan. Yang dimaksud bisa jadi bukan “laki-laki versus perempuan”, melainkan “laki-laki dewasa versus anak kecil”.

Kunci untuk memahami persoalan ini adalah memperlakukan “bersikap seperti laki-laki” dan “tetap kuat” sebagai satu kesatuan. Kata kerja andrizomai (LAI:TB “bersikap seperti laki-laki”) dan krataioō (LAI:TB “tetap kuat”) beberapa kali muncul secara bersamaan (2Sam. 10:12; Mzm. 26:14; 31:25). Di tempat-tempat lain, kata andrizomai sering disandingkan dengan kata ischyō (“kuat”) yang merupakan sinonim dari krataioō (Ul. 31:6-7, 23; Yos. 1:6-7, 9, 18; Yos. 10:25; 1Taw. 19:13; 22:13, dsb).

Semua penggunaan ini menunjukkan bahwa keduanya tidak boleh dipisahkan. Keduanya sudah menjadi semacam ungkapan populer. Poin ini sekaligus berguna untuk menerjemahkan andrizomai secara lebih tepat. Berdasarkan pemunculan andrizomai dengan krataioō/ischyō, kita sebaiknya menerjemahkan ayat 13c-d dengan “berani dan kuat”. Ada unsur keberanian untuk menghadapi tantangan besar yang ada di depan.

Bagi jemaat Korintus, nasihat untuk menjadi berani dan kuat sangat relevan. Mereka kurang berani melawan pandangan duniawi yang mulai merembesi komunitas mereka (3:1-3; 5:1-13). Ironisnya, mereka justru berani melawan sesama orang percaya. Mereka berselisih satu dengan yang lain (1:10-13). Beberapa bahkan menyeret orang lain dalam ranah legal (6:1-11). Dengan kata lain, mereka telah menggunakan keberanian mereka secara keliru. Tatkala harus berani melawan (konsep duniawi) mereka tidak berani dan terlihat lemah. Mereka hanyalah jago kandang yang suka bertengkar.

 

Mengasihi (ayat 14)

Penekanan dalam nasihat ini bukan terletak pada melakukan segala pekerjaan. Titik berat diletakkan pada “dalam kasih”. Sama seperti mereka harus berdiri teguh di dalam iman, mereka juga harus melakukan semuanya dalam kasih.

Jemaat Korintus bukan tipikal jemaat yang pasif. Mereka sangat bergairah. Hanya saja, antusiasme mereka tidak dibarengi dengan kasih. Sebagai contoh, mereka sangat mengejar karunia roh. Namun, yang digandrungi adalah karunia bahasa roh yang hanya membangun diri sendiri (jika tidak ada penerjemahnya).

Kasih merupakan elemen penting dalam kehidupan komunal. Sayangnya, jemaat Korintus justru kekurangan hal itu. Dengan kasih, mereka pasti mampu menyikapi perbedaan pendapat dengan baik, sehingga tidak menjadi pertikaian. Dengan kasih, mereka akan mendahulukan kepentingan orang lain. Dengan kasih, mereka akan mengupayakan hal-hal yang dapat membangun orang lain.

Yang paling penting, di tengah hebatnya tantangan dan serangan dari dunia, seluruh jemaat akan dikuatkan apabila mereka memiliki kasih yang besar. Allah sudah mengatur bahwa pertumbuhan rohani seseorang merupakan hasil proyek bersama. Tidak ada superhero dalam kekristenan. Setiap orang membutuhkan yang lain.

Apakah Anda sedang menghadapi tantangan dan halangan? Apakah Anda sudah mengetahui kunci untuk mengalahkan semuanya itu? Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko