Dalam beberapa khotbah yang lalu kita sudah belajar bahwa kebangkitan tubuh merupakan sebuah konsep yang membingungkan jemaat Korintus yang sudah terpengaruh oleh paham dualisme Yunani (15:35). Mereka sulit memahami bagaimana tubuh (material) bisa tetap ada di sebuah keadaan yang non-material (sesudah kebangkitan). Ditambah dengan konsep dualistik yang menganggap semua materi adalah jahat atau tidak sempurna, lengkap sudah kebingungan mereka tentang kebangkitan tubuh.
Terhadap kerancuan pandangan di atas, Paulus sudah menjelaskan bahwa perubahan jenis tubuh merupakan hal yang sangat masuk akal. Sama seperti sebuah biji akan kehilangan bentuk aslinya jika ditanam di dalam tanah tetapi tidak kehilangan keberadaannya (hanya berubah bentuk), demikian pula dengan tubuh sekarang dan tubuh kebangkitan nanti (15:36-38). Lebih lanjut, Paulus juga menerangkan bahwa Allah sanggup memberikan beragam “tubuh” bagi setiap keberadaan (15:39-41). Untuk setiap keberadan, ada jenis tubuh tertentu yang diciptakan oleh Allah. Demikian pula dengan kebangkitan tubuh kelak. Allah mampu menyediakan tubuh yang baru yang sesuai dengan kebangkitan dan kekekalan.
Tubuh seperti apakah yang dibicarakan oleh Paulus? Bagaimana kita bisa memiliki tubuh seperti itu? Dua pertanyaan ini akan dikupas dalam khotbah hari ini. Pertama-tama kita akan mempelajari kontras antara tubuh yang sekarang dengan tubuh kebangkitan (15:42-44a). Selanjutnya kita akan melihat bahwa perubahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain tidak terpisahkan dari karya Kristus (15:44b-49).
Kontras antara dua macam tubuh (ayat 42-44a)
Metafora “ditaburkan” dan “dibangkitkan” dalam taraf tertentu menyiratkan sebuah kesinambungan. Yang ditaburkan sama dengan yang dibangkitkan. Namun, Paulus tidak menerangkan lebih lanjut tentang kesinambungan tersebut. Sebaliknya, dia berfokus pada perbedaan antara tubuh yang ditabur dengan yang dibangkitkan.
Sebelum membahas perbedaan-perbedaan itu secara detil, kita perlu mengerti terlebih dahulu makna di balik metafora “ditaburkan” (lit. “ditanam”). Ada dua pandangan utama: penguburan (mayat) atau permulaan manusia (penciptaan). Apakah Paulus sedang mengontraskan antara tubuh yang dikubur di dalam tanah dengan tubuh yang akan dibangkitkan kelak (opsi 1)? Ataukah dia membandingkan tubuh manusia secara umum yang akan diubah menjadi tubuh kebangkitan kelak (opsi 2)?
Dari sisi metafora, keduanya sama-sama mungkin. Walaupun demikian, analisa konteks lebih mendukung opsi yang terakhir. Rujukan tentang Adam di 15:21-22 dan 15:45-49 lebih dekat dengan topik penciptaan, apalagi rujukan tentang penciptaan manusia pertama di 15:45. Bentuk pasif tanpa subjek di ayat 42b menyiratkan Allah sebagai subjek yang menabur maupun membangkitkan (dalam tata bahasa Yunani disebut “pasif ilahi”). Beberapa diskripsi tentang tubuh yang ditaburkan – yaitu kebinasaan, kehinaan, dan kelemahan (ayat 42b-43) – juga kurang cocok dengan diskripsi sebuah mayat. Mayat manusia tidak bisa dikatakan hina. Mayat juga kurang tepat jika disebut lemah. Yang paling jelas, rujukan ke arah mayat tidak sesuai dengan frasa “tubuh alamiah” (sōma psychikon), yang secara hurufiah seharusnya diterjemahkan “tubuh yang berjiwa” (digerakkan oleh jiwa).
Jika kita menerima pandangan yang kedua, apa yang ditaburkan di ayat 42 adalah tubuh kita sekarang. Tubuh yang kita warisi dari Adam dalam keberdosaannya. Walaupun tubuh seperti ini telah ditebus oleh Kristus (6:19-20), tubuh seperti ini masih bersifat sementara, sebab dapat musnah (2Kor. 4:16; 5:1). Bersifat hina, karena dapat dijadikan objek olokan dan tindakan yang memalukan lainnya (4:11-13; 2Kor. 6:8). Lemah, karena tunduk pada keterbatasan fisik dan penyakit (2Kor. 12:9-10).
Semua kondisi tubuh kita yang negatif ini cukup memusingkan sebagian jemaat Korintus. Mengapa Allah perlu memberikan tubuh lagi pada saat kebangkitan kelak? Bukankah kematian merupakan peristiwa yang menggembirakan ketika jiwa atau roh terbebas dari belenggu tubuh?
Mereka tidak memahami bahwa Allah sanggup menyediakan tubuh yang berbeda pada saat kebangkitan. Tubuh itu merupakan “tubuh rohaniah” (sōma pneumatikon), yang mengandung makna “tubuh yang digerakkan oleh Roh”. Tubuh kebangkitan memiliki sifat kekal, mulia, berkuasa, dan rohaniah. Tidak tunduk pada kebinasaan, kehinaan, maupun kelemahan. Tidak ada lagi sakit-penyakit dan kematian yang dapat menimpa. Tidak ada lagi kelemahan fisik yang mengganggu. Tidak ada lagi alasan bagi orang lain untuk mengolok-olok tubuh kita. Setiap orang percaya akan puas dengan tubuh kebangkitannya. Tubuh yang sempurna.
Perubahan tubuh yang Kristosentris (ayat 44b-49)
Allah mampu menyediakan beragam jenis tubuh untuk setiap keberadaan. Dia juga sanggup memberikan tubuh kebangkitan yang sempurna. Namun, bukan berarti Dia akan melakukan itu tanpa alasan dan dasar sama sekali.
Semua akan dikerjakan-Nya melalui Kristus Yesus. Sebagaimana ketidaksempurnaan tubuh yang sekarang kita warisi dari Adam, demikian pula kesempurnaan tubuh kebangkitan akan kita perolah dari Kristus (15:22; 1Tes. 4:14). Adam pertama membawa kebinasaan, Adam yang terakhir membawa kekekalan (ayat 45). Adam yang pertama hanya menjadi “makhluk yang hidup” (eis psychēn sōsan), tetapi Adam yang terakhir menjadi “Roh yang menghidupkan” (eis pneuma zōopoioun). Pendeknya, Adam dan Kristus di sini berdiri sebagai perwakilan, bukan sekadar individu.
Bagian selanjutnya menambahkan deretan kontras antara Adam dan Kristus, antara tubuh yang digerakkan oleh jiwa (sōma psychikon) dengan yang digerakkan oleh Roh (sōma pneumatikon). Dari sisi urutan waktu keberadaan, tubuh jasmaniah ada lebih dahulu, baru kemudian yang rohaniah (ayat 46). Adam berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani (LAI:TB; ek gēs, lit. “berasal dari bumi”), sedangkan Kristus berasal dari surga (ex ouranou, ayat 47). Sebagian orang akan terhisab di dalam Adam saja sebagai makhluk-makhluk alamiah, sedangkan sebagian lagi terhisab di dalam Adam dan Kristus (ayat 48-49).
Salah satu poin yang ditekankan oleh Paulus di sini adalah perbedaan waktu antara tubuh sekarang dan tubuh kebangkitan. Dia secara eksplisit mengatakan: “Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah” (ayat 46a). Dia juga secara berhati-hati menggunakan kata kerja lampau untuk Adam dan futuris untuk Kristus (ayat 49 “Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi”). Berdasarkan bentuk futuris untuk Kristus di sini, kita sebaiknya menafsirkan “berasal dari surga” juga secara futuris. Dengan kata lain, “dari surga” tidak merujuk pada inkarnasi Kristus, melainkan pada kedatangan-Nya yang kedua kali. Kita menantikan Anak Allah yang akan turun dari surga bersama dengan para malaikat-Nya (1Tes. 1:10; 4:16-17; 2Tes. 1:7). Yang paling jelas adalah perkataan Paulus kepada jemaat di Filipi: “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp. 3:20-21).
Perbedaan antara tubuh sekarang dan tubuh kebangkitan seperti diterangkan di atas perlu untuk digarisbawahi. Banyak orang Kristen yang meragukan kebaikan Allah tatkala mereka sedang mengalami kelemahan tubuh, penyakit dan kecelakaan atau ketika orang yang mereka kasihi meninggal dunia. Mereka berpikir bahwa iman kepada Kristus tidak membawa perbedaan dan perubahan sama sekali. Semua orang, baik anak-anak Allah maupun yang tidak percaya, sama-sama mengalami kesusahan badani juga.
Alkitab selalu jujur. Tidak sekalipun Alkitab mengumbar janji palsu. Allah memang tidak pernah berjanji bahwa keadaan kita sekarang akan berbeda dengan orang lain. Paulus bahkan mengakui bahwa semua makhluk merasa sakit bersalin (Rm. 8:19-22). Sekarang kita berada di masa penantian dan ketegangan. Keadaan kita sebagai anak-anak Allah baru akan dinyatakan secara jelas kelak (Rm. 8:23). Saat itulah kita akan menerima “pembebasan tubuh kita” (Rm. 8:23b). Jadi, tubuh kita sekarang masih bisa ditimpa kelemahan, penyakit, kehinaan, bahkan kematian. Namun, kita memiliki pengharapan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kita percaya bahwa Kristus yang telah mengalahkan kematian dan bangkit dengan tubuh kemuliaan-Nya pasti akan datang kembali untuk mengalahkan kematian kita dan memberikan tubuh kebangkitan kepada kita. Soli Deo Gloria.