Eksposisi 1 Korintus 15:20-23

Posted on 23/07/2017 | In Teaching | Leave a comment

Setelah menguraikan konsekuensi negatif seandainya Kristus tidak dibangkitkan (15:12-19), Paulus sekarang menegaskan sisi sebaliknya (15:20-23). Karena Kristus benar-benar bangkit dari kematian, apakah yang akan terjadi dengan orang-orang yang percaya kepada-Nya? Apakah kaitan antara kebangkitan Kristus dan kebangkitan orang-orang percaya?

Kristus sebagai buah sulung (ayat 20)

Paulus tidak hanya menandaskan fakta kebangkitan Kristus. Dia menyebut Kristus sebagai “yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal”. Kata “sulung” (aparchē) seringkali merujuk pada buah sulung dalam musim panen. Metafora ini cukup kaya makna. Buah sulung berarti tanda keberhasilan panen. Buah sulung akan diikuti oleh buah-buah yang lain. Buah sulung juga bisa dimengerti secara ritual sebagai bagian panen yang dipersembahkan kepada Allah sebelum hasil-hasil selanjutnya dipergunakan untuk keperluan yang lain (Im 23:10-11).

Penggunaan metafora buah sulung dalam berbagai tulisan Yahudi, baik di dalam maupun di luar Alkitab, menunjukkan bahwa makna ritual di atas semakin lama semakin memudar. Tidak jarang aparchē muncul di beragam konteks yang tidak bersentuhan langsung dengan persembahan. Dalam kasus-kasus seperti ini, aparchē sekadar mengandung makna “yang pertama dari sebuah kelompok atau rangkaian urutan” (Rm 8:23; 16:5; 1 Kor 16:15).

Sesuai dengan konteks 1 Korintus 15:20-28, penyebutan kebangkitan Kristus sebagai buah sulung tidak mengandung arti ritual. Bukan pula sekadar keterangan kronologis bahwa Kristus adalah yang pertama. Yang ditekankan adalah Kristus sebagai pokok kebangkitan. Kebangkitan-Nya menjadi jaminan bagi kebangkitan-kebangkitan yang lain.

Ada beberapa petunjuk yang mengarahkan pada kesimpulan di atas. Paulus tidak mengatakan bahwa Kristus adalah yang sulung “dari orang-orang yang dibangkitkan,” melainkan “dari orang-orang yang telah meninggal” (15:20b). Maksudnya, kebangkitan Kristus berkaitan dengan seluruh orang yang sudah atau akan mati di dalam Dia. Ini bukan tentang satu kebangkitan yang mencakup kebangkitan-kebangkitan berikutnya, tetapi satu kebangkitan yang memayungi seluruh kebangkitan, baik sebelum maupun sesudahnya.

Lagipula dari sisi waktu Kristus memang bukan orang pertama yang dibangkitkan oleh Allah. Ada banyak orang yang sudah mendahului Kristus dalam kebangkitan, baik di Perjanjian Lama (1 Raj 17:17-24; 2 Raj 13:21) maupun Perjanjian Baru (Lk 7:11-16; Yoh 11:38-44). Jadi, keunikan kebangkitan Kristus tidak terletak pada keunggulan secara kronologis.

Jika demikian, kebangkitan Kristus tidak boleh dipandang sebagai sebuah peristiwa tunggal yang terisolasi. Ada dampak yang luar biasa besar dan fundamental dari kebangkitan itu. Kebangkitan-Nya merupakan permulaan dari kebangkitan semua orang percaya di segala tempat dan abad (15:21-23). Kebangkitan tersebut sekaligus menjadi permulaan dari pemulihan segala sesuatu (15:24-28).

Landasan theologis bagi buah sulung (ayat 21-22)

Di antara semua orang yang pernah dibangkitkan, mengapa hanya kebangkitan Kristus yang menjadi pokok bagi semua kebangkitan yang lain? Jawabannya terdapat di bagian ini. Kata sambung “karena” di awal ayat 21 dan ayat 22 menyiratkan sebuah alasan bagi ayat 20.

Kristus dikontraskan dengan Adam (ayat 21-22). Keduanya bukan sekadar berdiri secara individual. Mereka adalah representasi dari suatu kelompok. Keduanya adalah kepala perjanjian yang berbeda.

Sebagai kepala perjanjian yang lama, Adam telah gagal. Tatkala dia memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, perbuatan itu tidak hanya membawa konsekuensi buruk bagi dirinya sendiri, melainkan seluruh keturunannya (Kej 3:19; bdk. Kej 2:17). Sejak saat itu semua manusia tunduk kepada kematian (Rm 5:12-14). Dari satu orang menjalar ke semua orang.

Situasi sebaliknya terjadi pada mereka yang berada di dalam Kristus. Keberhasilan Kristus sebagai kepala perjanjian yang baru memberi jaminan kehidupan yang baru pula bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya. Dari satu orang berimbas pada semua orang.

Sebagian orang mempersoalkan kontras antara Adam dan Kristus. Mereka beranggapan bahwa perbandingan yang ada tidak benar-ebnar adil. Semua orang terhisab di dalam Adam secara natural (melalui keturunan biologis), sedangkan orang-orang tertentu terhisab di dalam Kristus secara spiritual (melalui iman). Bagaimana menjelaskan persoalan ini?

Ada dua poin yang perlu dipertimbangkan di sini. Pertama, penghisaban secara natural kepada Kristus memang tidak memungkinkan. Kristus tidak pernah menikah dan memiliki keturunan. Lagipula, seandainya pun Dia memutuskan untuk menikah, tidak semua orang bisa menjadi keturunan-Nya. Ini adalah sesuatu yang logis dan tidak perlu dipersoalkan.

Kedua, penghisaban ke dalam Adam sebenarnya tidak benar-benar terjadi secara natural. Ini bukan proses yang pasif dari pihak yang diwakili oleh Adam. Mereka yang berdosa di dalam Adam pada akhirnya memang melakukan dosa mereka sendiri. Dosa asal membuat mereka melakukan dosa aktual. Yang dihakimi oleh Allah bukanlah dosa asal itu, melainkan buahnya, yaitu dosa-dosa aktual. Jadi, sebagaimana orang-orang yang akan dibangkitkan bersama Kristus secara aktif (dalam arti mengambil keputusan) telah beriman, demikian pula dengan orang-orang yang mati di dalam Adam telah secara aktif memilih dan melakukan dosa-dosa mereka. Ini adalah kontras yang adil.

Implikasi dari buah sulung (ayat 23)

Metafora “buah sulung” di ayat 20-23 memang tidak terfokus pada makna kronologis. Kristus bukan sekadar yang pertama, tetapi yang terutama. Kebangkitan-Nya merupakan pokok bagi semua kebangkitan yang lain.

Walaupun demikian, ide secara kronologis tidak benar-benar diabaikan dalam metafora ini. Frasa “menurut urutannya” (en tō idiō tagmati) jelas menunjukkan sebuah kronologi. Sama seperti kehadiran buah sulung akan diikuti oleh buah-buah dan tindakan-tindakan yang lain, demikian pula dengan kebangkitan Kristus. Ayat-ayat selanjutnya mengungkapkan bahwa kebangkitan Kristus akan diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang lain yang mencapai puncaknya pada saat kedatangan-Nya yang kedua kali (15:23-28).

Namun, sekali lagi, Paulus tidak ingin makna kronologis ini yang mendominasi. Penggunaan kata “urutan” (tagma) lebih menyiratkan keutamaan posisi daripada kronologi. Tagma bisa merujuk pada perbedaan tingkatan di dalam militer maupun perbedaan posisi antar individu. Arti manapun yang diambil, yang lebih disorot bukan sekadar urutan kronologis.

Ada dua poin penting seputar kebangkitan yang akan menyertai kebangkitan Kristus. Yang pertama, kebangkitan ini hanya akan terjadi mereka yang menjadi milik Kristus (ayat 23b). Dalam theologi Paulus, konsep kepemilikan ini dihubungkan secara eksplisit dengan kehadiran Roh Allah dalam diri orang percaya. Roma 8:9 mengatakan: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”. Di dua ayat sesudahnya Paulus  menambahkan: “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu” (Rm 8:11).

Yang kedua, kebangkitan ini baru akan terjadi pada waktu kedatangan Kristus kedua (ayat 23c). Kata “kedatangan” (parousia) memang bisa merujuk pada kedatangan siapa saja (16:17; 2 Kor 7:6-7; 2 Kor 10:10; Flp 1:26; 2 Tes 2:8-9), tetapi seringkali muncul dalam konteks kedatangan formal dari seorang penguasa atau penampakan keberadaan yang ilahi. Maksudnya, parousia bisa berarti kedatangan yang biasa atau yang luar biasa. Sesuai dengan konteks 1 Korintus 15:23-28 parousia di sini jelas merujuk pada arti yang terakhir. Kristus akan datang kembali sebagai Raja di atas segala raja (ayat 24-25).

Jika kebangkitan ini baru terjadi pada parousia Kristus, maka Paulus pasti sedang membicarakan tentang kebangkitan tubuh, bukan sekadar kehidupan sesudah kematian. Semua orang percaya yang mati langsung bersama dengan Kristus di surga (Lk 23:43; Flp 1:23). Mereka tidak perlu menunggu untuk dihidupkan. Namun, mereka baru akan diberi tubuh kebangkitan di akhir zaman. Itulah yang akan dibicarakan secara lebih detil oleh Paulus di 1 Korintus 15:35-50. Itulah sukacita kita. Tubuh jasmani yang makin melemah ini tidak akan menempel pada jiwa/roh kita selamanya. Tuhan akan mengubahnya menjadi tubuh kemuliaan yang kekal. Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko