Dalam dua khotbah sebelumnya dari teks ini kita sudah membahas tentang konsep yang benar tentang karunia-karunia roh dan pengertian dari karunia perkataan hikmat dan pengetahuan. Hari ini kita akan mempelajari lima karunia sekaligus, dari iman sampai pembedaan berbagai roh. Pengaturan pembahasan khotbah seperti ini memang sesuai dengan cara Paulus memaparkan sembilan karunia roh. Ia menyendirikan dua karunia yang pertama (perkataan hikmat dan pengetahuan), mengelompokkan iman sampai pembedaan beragam roh, dan terakhir adalah karunia roh beserta penafsirannya.
Tidak ada penjelasan yang konklusif di balik pengelompokan seperti ini. Sebagian besar menduga bahwa kelompok 1 dan 3 sengaja disendirikan, karena paling relevan dengan situasi jemaat Korintus. Mereka sangat mengagungkan hikmat dan pengetahuan (1:5) dan menganggap diri berhikmat (3:18-20). Mereka juga sangat mengidolakan karunia bahasa roh, seperti terlihat dari cara Paulus mengkritik penggunaan karunia ini di pasal 14.
Karunia iman
Iman yang sedang dibicarakan Paulus di sini bukanlah iman keselamatan (salvific faith atau initial faith). Iman keselamatan dikaruniakan kepada setiap orang percaya, sedangkan karunia iman diberikan hanya pada orang-orang tertentu saja, sesuai dengan yang dikehendaki oleh Roh Kudus. Karunia iman juga bukan merujuk pada pertumbuhan iman. Iman yang progresif ini ditumbuhkan melalui ujian dan keintiman relasi dengan Allah (Yak 1:2-4; Gal 5:22 pistis = kesetiaan), sedangkan karunia iman merupakan pemberian dari Roh Kudus secara langsung.
“Iman” dalam konteks karunia roh sebaiknya dipahami sebagai sebuah keyakinan supranatural bahwa Allah akan menyatakan kuasa dan kemurahan-Nya dalam cara yang khusus dan situasi yang khusus. Ada beberapa poin penting yang tersirat dari definisi ini. Pertama, keyakinan ini bersifat supranatural, bukan upaya sugesti diri yang emosional, baik melalui visualisasi, kekuatan pikiran, maupun perkataan positif. Keyakinan ini berasal dari Roh Kudus, bukan hasil usaha manusia, baik diri sendiri maupun hamba Tuhan.
Kedua, sama seperti jenis karunia roh yang lain, keyakinan supranatural ini tidak dimiliki secara permanen. Ini hanya diberikan pada situasi tertentu. Kita tidak boleh secara gegabah mencobai Tuhan untuk melakukan hal-hal ajaib pada situasi tertentu tanpa kepekaan bahwa Allah memang ingin menunjukkan kuasa-Nya.
Ketiga, apa yang diimani berkaitan dengan hal-hal yang ajaib. Di 12:9-10 karunia ini dijadikan pendahuluan bagi karunia kesembuhan dan mujizat. Di samping itu, di 13:2 karunia iman juga dihubungkan dengan memindahkan gunung.
Karunia kesembuhan
Penambahan kata “karunia” secara khusus di depan kata “kesembuhan” mungkin dimaksudkan untuk membedakannya dari kesembuhan secara medis. Walaupun Allah dapat menggunakan cara medis untuk menyembuhkan kita, namun bukan kesembuhan semacam itu yang sedang dibicarakan Paulus di sini. Kesembuhan ini juga bukan perubahan gejala psikosomatis (ketidaktenangan pikiran yang membawa dampak negatif pada tubuh), misalnya hilangnya rasa mual dan pening sebelum ujian atau wawancara, atau hilangnya rasa sakit perut pada saat seseorang naik ke mimbar. Semua ini memang dapat hilang dengan sendirinya melalui penenangan pikiran, pengaturan situasi yang tepat, atau trik-trik lain yang bertujuan untuk menghilangkan kegugupan dan ketakutan.
Sama seperti jenis karunia Roh yang lain, karunia kesembuhan sebaiknya dipahami sebagai demonstrasi kuasa ilahi melalui orang tertentu dan pada orang sakit yang tertentu pada situasi tertentu dan untuk tujuan yang tertentu pula. Bentuk jamak “kesembuhan-kesembuhan” menunjukkan bahwa setiap kesembuhan yang terjadi merupakan hasil dari karunia Roh. Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang berhak mengklaim bahwa ia memiliki karunia kesembuhan itu dan berhak menggunakannya kapan pun ia mau. Seandainya kesembuhan dapat terjadi kapan pun kita mau, orang-orang Kristen di Korintus yang pernah menerima karunia ini mungkin akan mengadakan gerakan kesembuhan (healing movement) atau perayaan kesembuhan (healing festival) sebagai tandingan dari ritual serupa di kuil Asclepieum.
Penjelasan ini selaras dengan keadaan pelayanan Paulus. Siapa yang berani menyangkal atau meragukan bahwa Paulus pernah diberi karunia kesembuhan? Pelayanannya disertai dengan berbagai tanda ajaib (2 Kor 12:12), termasuk beragam kesembuhan ilahi yang luar biasa (Kis 14:8-10; 19:11-12; 20:7-11). Apakah ini berarti bahwa Paulus selalu menyembuhkan orang kapan pun ia mau? Tentu saja tidak. Pada saat ia berada dalam penjara dan dilayani oleh Epafroditus, Epafroditus malah jatuh sakit sampai nyaris mati (Flp 2:27). Walaupun pada akhirnya Epafroditus disembuhkan Tuhan, tetapi tersirat bahwa kondisi sakit yang ia alami telah berjalan cukup lama, sehingga jemaat Filipi akhirnya mendengar kabar tersebut. Lebih jelas lagi adalah ucapan Paulus di 2 Timotius 4:20, tatkala ia harus meninggalkan Trofimus “dalam keadaan sakit”. Tambahan lagi, pada saat Timotius mengalami gangguan pencernaan, Paulus memberikan nasihat praktis yang secara medis waktu itu memang tepat, yaitu menambahkan sedikit anggur.
Karunia mujizat
Karunia mujizat perlu disendirikan dari karunia kesembuhan, karena mujizat memang memiliki cakupan yang lebih luas. Setiap kesembuhan ilahi adalah mujizat, namun mujizat dapat mencakup hal-hal lain, seperti kebangkitan orang, pengusiran roh-roh jahat, maupun hal-hal supranatural yang lain. Dewasa ini istilah ‘mujizat’ menjadi semakin popular, tetapi maknanya justru direndahkan. Banyak orang Kristen dari kalangan tertentu menganggap bahwa semua pertolongan Tuhan bagi mereka adalah mujizat. Akibatnya, mereka secara keliru meyakini bahwa mujizat terjadi setiap hari atau pada saat seseorang berdoa. Konsep ini jelas bertentangan dengan Alkitab.
Sepanjang sejarah keselamatan di Alkitab, mujizat banyak terjadi hanya pada tiga periode: Musa memimpin bangsa Israel ke Kanaan, zaman Elia-Elisa, dan abad ke-1 M (Tuhan Yesus dan para rasul). Di periode-periode lain yang durasinya ratusan tahun, tidak banyak mujizat dilakukan oleh Allah. Jadi, mujizat merupakan hal yang tidak umum atau biasa bagi orang Kristen. Selain itu, Allah memiliki maksud khusus pada setiap periode ini. Misalnya, pada zaman Yesus dan para rasul mujizat-mujizat memang diperlukan sebagai tanda bahwa era mesianis sedang berlangsung. Umat Allah memang menantikan zaman mesianis yang akan ditandai dengan berbagai karya Allah yang ajaib (bdk. Mat 8:16-17; 11:2-6). Pada zaman para rasul, mereka membutuhkan konfirmasi ilahi atas panggilan dan pelayanan mereka, karena itulah Allah menyertai mereka dengan tanda heran dan mujizat (2 Kor 12:12; Gal 3:5).
Kegilaan orang-orang Kristen modern pada mujzat merupakan hal yang sangat disayangkan. Pada saat ini seharusnya tidak ada kebutuhan yang sedemikian besar terhadap mujizat. Zaman mesianis sudah berlangsung lama. Tidak ada sesuatu yang khusus yang Allah perlu nyatakan pada kita. Lagipula, tuntutan terhadap mujizat di zaman sekarang seringkali tidak dikaitkan dengan rencana keselamatan Allah yang besar untuk dunia ini. Banyak orang memohon mujizat hanya untuk kebutuhan pribadi mereka. Yang paling parah, banyak orang tidak menyadari bahwa Iblis dapat melakukan mujizat melalui ante-anteknya – nabi palsu, mesias palsu, dan guru palsu – dengan tujuan untuk menyesatkan orang percaya (Mat 24:24; 2 Tes 2:9).
Karunia nubuat
Di antara semua jenis karunia roh, karunia bernubuat adalah yang paling sulit untuk didefinisikan. Beragam perdebatan muncul sehubungan dengan topic ini. Tanpa bermaksud terlalu menyederhanakan kompleksitas isu yang ada, kita sebaiknya memahami nubuat sebagai deklarasi kehendak Allah kepada manusia. Definisi ini didukung oleh arti dasar kata ‘nbuat’ atau ‘nabi’ dalam Alkitab. Sebagai contoh: Harun disebut sebagai ‘nabi bagi Musa’, yang berarti bahwa Harun bertugas menyampaikan perkataan Musa (Kel 7:1).
Dukungan lain disediakan oleh konteks 1 Korintus 12-14. Pada waktu Paulus mengontraskan nubuat dan bahasa roh, ia menekankan aspek deklarasi publik dari nubuat. Orang yang bernubuat “berkata-kata kepada manusia” (14:3), sedangkan orang yang berbahasa roh berkata-kata kepada Allah (14:5). Jadi, orang yang bernubuat sedang menyampaikan isi hati atau perkataan Allah kepada orang lain.
Apa yang disampaikan dalam nubuat? Paulus menghubungkan nubuat dengan hal-hal yang rahasia dari Allah (13:2). Tidak diragukan, hal-hal rahasia ini mencakup hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari (aspek futuris dari nubuat). Hal-hal rahasia juga berhubungan dengan hal-hal yang tersembunyi dalam diri seseorang yang dibukakan oleh Allah melalui perkataan nubuat (14:24-25).
Yang terakhir, nubuat juga mencakup ajaran, teguran, maupun penghiburan kepada jemaat (14:3, 24-25). Tidak semua nubuat bersifat futuris. Berita para nabi di PL bahkan didominasi oleh ajaran firman Tuhan yang berisi teguran, peringatan, dan pemberian semangat. Menurut statistic, berita para nabi yang bersifat prediksi ke depan (futuris) hanya kurang dari 10%. Hal ini sangat bisa dipahami. Nubuat diberikan bukan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia terhadap masa depan. Nubuat dimaksudkan untuk membangun kita.
Karunia pembedaan berbagai roh
Jenis karunia ini tampaknya paling diabaikan oleh gereja-gereja modern yang getol dengan karunia roh. Hal ini sangat disayangkan. Situasi jemaat Korintus tidak jauh berbeda dengan gereja modern. Fenomena relijius pada abad ke-1 M menunjukkan bahwa hal-hal ‘supranatural’ dan terkesan spektakuler - seperti bahasa asing, keadaan tanpa sadar kesembuhan, dan tanda-tanda ajaib lain – bukanlah milik eksklusif orang-orang Kristen. Orang-orang kafir yang beribadah di kuil-kuil mereka juga sering mengalami atau menyaksikan hal-hal yang secara kasad mata sama persis dengan apa yang terjadi di kalangan orang Kristen. Tidak hanya itu, kehadiran para rasul palsu (bdk. 2 Kor 12:11) dan emosionalisme jemaat Korintus terhadap karunia-karunia roh (1 Kor 14:12a) berpotensi menyeret mereka pada kesesatan atas nama ‘gerakan Roh Kudus’. Situasi ini jelas menyulitkan orang-orang Kristen untuk membedakan mana yang benar. Dalam situasi seperti inilah, karunia membedakan roh sangat diperlukan.
Walaupun karunia membedakan roh berkaitan dengan beragam fenomena supranatural, tetapi Paulus, berdasarkan peletakan karunia ini sesudah nubuat, tampaknya secara khusus mengaitkannya dengan nubuat. Kita akan mendapatkan dukungan tambahan jika peletakan ini disengaja oleh Paulus untuk membentuk kesejajaran dengan peletakan karunia menafsirkan bahasa roh tepat sesudah bahasa roh. Jika ini benar, Paulus sedang menegaskan kembali apa yang secara konsisten diajarkan oleh Alkitab, yaitu bahwa setiap nabi/nubuat harus diuji (1 Tes 5:20-21; 2 Tes 2:1-2; bdk. 1 Yoh 4:1). Jika nubuat seseorang tidak terjadi, maka orang itu adalah nabi palsu (Ul 18:20-22). Jika nubuatannya digenapi tetapi ajarannya bertentangan dengan Alkitab, maka orang itu juga adalah seorang nabi palsu (Ul 13:1-3). Di 1 Korintus 14:29 Paulus juga secara eksplisit memerintahkan agar setiap nubuat “ditanggapi” (secara hurufiah kata diakrinein berarti ‘menilai’, ‘menimbang,’ atau ‘membedakan’).
Alkitab mengajarkan tiga alat uji. Pertama adalah Alkitab sendiri. Paulus memerintahkan jemaat Tesalonika untuk mengucilkan orang-orang tertentu yang mengaku menerima wahyu Allah namun ajarannya bertentangan dengan ajaran rasuli (2 Tes 3:14; Ul 13:1-3). Kedua, Injil Kristus Yesus. Walaupun seorang malaikat dari surga memberitakan ajaran yang bertentangan dengan Injil yang benar (kematian dan kebangkitan Yesus), maka terkutuklah ia! (Gal 1:6). Ketiga, karunia membedakan roh.
Sekarang ini begitu banyak ‘nubuat’ beredar di kalangan orang Kristen. Setiap orang merasa berhak mengucapkan ‘nubuat’. Melalui firman Tuhan hari ini kita tahu bahwa hampir semua ‘nubuat’ itu tidak lain adalah rekayasa manusiawi aau, yang lebih parah, hasil pekerjaan roh-roh jahat. Karena itu, marilah kita dengan rendah hati memohon kepekaan dari Tuhan supaya tidak mudah disesatkan oleh orang-orang yang mengatasnamakan ‘Roh Kudus’ padahal tidak demikian. Soli Deo Gloria.