Eksposisi 1 Korintus 12:4-6

Posted on 30/06/2013 | In Teaching | Leave a comment

Dalam teks Yunani di awal ayat 4 terdapat kata sambung de. LAI:TB (juga NIV) tidak menerjemahkan kata sambung ini, sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa ayat 4-6 kurang terkait dengan ayat 1-3. Mayoritas versi Inggris memilih menerjemahkan de dengan “sekarang” (KJV/ASV/NASB/RSV/ESV), namun pilihan ini tetap gagal menyiratkan keterkaitan yang erat antara ayat 1-3 dan 4-6. Kata sambung de di awal ayat ini sebaiknya tetap dipertahankan dan diterjemahkan dengan “tetapi”. Ada dua alasan yang mendukung hal ini. Kata sambung de secara umum memang berarti “tetapi”. Pemunculan kata sambung de sebanyak dua kali di ayat 4 (“tetapi [de] ada rupa-rupa karunia, tetapi [de] satu Roh”) sebaiknya diterjemahkan secara konsisten dengan “tetapi”.

Seandainya terjemahan di atas diterima, maka kita bukan hanya dapat melihat kesinambungan antara ayat 1-3 dan 4-6, namun juga menemukan bentuk keterkaitan yang ada. Kata sambung de menyiratkan sebuah kotras. Kalau di ayat 1-3 Paulus menekankan kesamaan pekerjaan Roh Kudus dalam diri semua orang percaya – yaitu membuat mereka mampu mengakui Yesus sebagai Tuhan – di ayat 4-6 ia mengajarkan keberagaman karya Roh Kudus dalam hal pemberian karunia rohani. Walaupun semua orang percaya pasti pernah mengalami karya keselamatan melalui Roh Kudus, tidak semua mereka memiliki karunia rohani yang sama.

Berdasarkan terjemahan hurufiah sesuai teks Yunani, struktur ayat 4-6 dapat digambarkan seperti berikut ini:

Tetapi,

Rupa-rupa karunia tetapi Roh yang sama

Rupa-rupa pelayanan tetapi Tuhan yang sama

Rupa-rupa pekerjaan tetapi Allah yang sama

yang mengerjakan segala sesuatu di dalam semua orang

Dari struktur di atas terlihat jelas dua seri kesejajaran: karunia-pelayanan-pekerjaan dan Roh-Tuhan-Allah. Bagaimana kita menafsirkan kumpulan kesejajaran yang satu pasti dipengaruhi oleh pemahaman kita terhadap kesejajaran yang lain. Secara khusus kita akan menyelidiki apakah keragaman istilah yang dipakai merujuk pada tiga hal yang berbeda atau satu hal yang sama dari tiga perspektif yang berbeda.

 Keragaman istilah untuk karunia rohani

Di ayat 4 Paulus memakai kata dasar charisma (LAI:TB “karunia”), ayat 5 diakonia (LAI:TB “pelayanan”), dan ayat 6 energēma (LAI:TB “perbuatan ajaib”). Menariknya, di ayat 7 ia menggunakan istilah lain lagi yang berbeda, yaitu phanerōsis (LAI:TB “pernyataan”). Semua ini menunjukkan bahwa Paulus sedang membicarakan tentang hal yang sama, namun dengan sebutan yang berbeda. Perbedaan penyebutan ini menyiratkan perbedaan perspektif dalam melihat suatu hal yang sama. Walaupun semua istilah ini merujuk pada hal yang sama, tetapi aspek yang ditekankan pada masing-masing istilah berbeda-beda.

Istilah charisma (ayat 4a). Istilah ini merupakan kata bentukan yang terdiri dari kata benda charis (“anugerah” atau “karunia”) dan akhiran –ma. Kata charis menunjuk pada pemberian Allah, sedangkan akhiran –ma seringkali menyiratkan hasil dari suatu tindakan. Melalui pemilihan kata ini Paulus ingin menekankan aspek charisma sebagai pemberian Allah. Kepemilikan karunia rohani bukanlah tanda kerohanian, seperti yang dipikirkan jemaat Korintus, melainkan bukti anugerah dari Allah. Tidak ada yang patut disombongkan di dalamnya. Kalau jemaat Korintus lebih senang menggunakan istilah pneumatika yang menyiratkan tanda kerohanian tertentu (lihat pembahasan di ayat 1), Paulus sengaja memperkenalkan istilah charisma untuk menegaskan sisi anugerah Allah.

Kata charisma muncul berkali-kali dalam tulisan Paulus dan memiliki keragaman arti yang luas. Kata ini dapat dipakai untuk berbagai pemberian Allah. Karunia untuk menikah atau selibat disebut charisma (7:7). Kata ini juga digunakan untuk karunia keselamatan (Rom 5:15-16; 6:23), keselamatan secara fisik (2 Kor 1:11) maupun pilihan Allah atas Israel (Rom 11:29). Melalui penggunaan istilah charisma Paulus ingin menunjukkan bahwa karunia-karunia dari Allah tidak dapat dibatasi pada daftar karunia rohani yang terlihat spektakuler di 1 Korintus 12:7-11. Masih banyak karunia rohani lain yang Allah berikan pada setiap orang Kristen secara berbeda.

Istilah diakonia (ayat 5a) Dalam Alkitab kata diakonia dapat menunjuk pada pelayanan firman (Kis 6:4: 12:25; 20:24), bantuan materi (Kis 6:1; 11:29; 2 Kor 8:4; 9:1, 12-13), maupun pelayanan lain secara umum (Kis 21:19; Rom 15:31; 1 Kor 16:15; 2 Kor 3:7-9). Yang dipentingkan di sini bukanlah jenis/bentuk pelayanan yang dilakukan, tetapi tujuannya, yaitu menolong orang lain. Arti secara umum ini sesuai dengan maksud Paulus di 1 Korintus 12:5. Pada saat ia menyebut karunia-karunia rohani sebagai diakonia, ia ingin menegaskan bahwa semua itu dimaksudkan untuk kepentingan bersama (12:7). Sama seperti setiap anggota tubuh adalah penting dan memiliki kegunaan bagi keseluruhan tubuh, demikian pula setiap orang percaya dengan beragam karunia yang mereka miliki (12:12-27). Mereka harus menggunakannya untuk melayani sesama.

Istilah energēma (ayat 6a). LAI:TB menerjemahkan energēma dengan “perbuatan ajaib”. Tambahan “ajaib” pada terjemahan LAI:TB mungkin didasarkan pada daftar karunia rohani di ayat 7-11 yang terlihat ajaib. Bagaimanapun, secara hurufiah energēma hanya berarti “pekerjaan” (ASV/RSV/NIV), “aktivitas” (KJV/ESV), atau “efek” (NASB), tanpa menyiratkan apakah hal itu ajaib atau tidak. Selain itu, berpijak pada kecenderungan Paulus untuk menggunakan istilah yang lebih umum (charisma dan diakonia) di ayat 4-5, kita sebaiknya meniadakan tambahan “ajaib” pada terjemahan LAI:TB.

Dari cara Paulus menuliskan ayat 4-6 terlihat jelas bahwa ia menekankan ayat 6. Jumlah kata yang digunakan lebih banyak. Akar kata “bekerja” muncul dua kali di ayat ini (energēma = pekerjaan, energeō = mengerjakan). Penambahan ayat 6b “merusak” kesejajaran yang ia bangun di ayat 4-6a. Peletakkan sebutan “Allah” – yang secara eksplisit merujuk pada “Bapa” – setelah sebutan “Roh” (ayat 4) dan “Tuhan” (ayat 5) turut mempertegas klimaks yang ada. Dengan kata lain, Paulus sebenarnya sedang menegaskan konsep karunia rohani yang teosentris. Karunia diberikan supaya orang melihat bahwa Allah adalah yang paling utama. Ia mengerjakan segala sesuatu di dalam diri semua orang percaya. Konsep ini sangat berbeda dengan pemikiran jemaat Korintus. Mereka beranggapan bahwa kepemilikan karunia tertentu akan menunjukkan kelebihan orang tersebut dari orang-orang lain. Mereka menyombongkan karunia yang mereka miliki.

Dalam pelayanan Paulus ia selalu menekankan keutamaan Allah. Salah satu contoh yang jelas adalah tatkala ia dan Barnabas melakukan mujizat kesembuhan dan diperlakukan sebagai penjelmaan Dewa Zeus dan Hermes di Kota Listra (Kis 14:8-20). Di sana Paulus mengingatkan penduduk Listra bahwa ia dan Barnabas adalah manusia biasa sama seperti mereka (14:14-15). Dengan mengedepankan hakekat manusiawi mereka yang biasa mereka sebenarnya sedang mengedepankan kebesaran Allah yang bekerja di balik semua itu.

Keutamaan Allah dalam hal karunia-karunia rohani merupakan konsep yang semakin terpinggirkan dalam kekristenan modern. Banyak orang Kristen lebih mudah terikat dengan hamba Tuhan yang memiliki karunia tertentu daripada dengan Allah yang mengerjakan semua itu dalam diri hamba-Nya. Pengultusan individu terhadap hamba Tuhan tertentu merupakan bukti bahwa ajaran Paulus di 1 Korintus 12:6 tidak sepenuhnya dimengerti dan ditaati oleh orang-orang Kristen.

Sebagai konklusi untuk bagian ini, penggunaan tiga istilah yang berbeda – charisma, diakonia, dan energēma – dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa karunia-karunia rohani merupakan hasil dari tindakan Allah yang penuh anugerah (bukan tanda kerohanian), digunakan untuk melayani orang lain (bukan untuk kesombongan diri), dan berfokus pada Allah (bukan keistimewaan diri sendiri). Selain itu, daftar karunia rohani di ayat 7-11 hanyalah sebagian kecil dari beragam karunia rohani yang Allah sediakan bagi orang percaya. Tidak memiliki satu pun karunia di daftar tersebut bukan berarti bahwa kita tidak memiliki karunia sama sekali. Masih ada jenis karunia lain.

Karunia rohani dan Allah Tritunggal

Apa yang kita dapatkan dari penyelidikan kesejajaran yang pertama (charisma, diakonia, dan energēma) membantu kita memahami kesejajaran yang kedua (Roh-Tuhan-Allah). Kita tidak boleh menafsirkan kesejajaran yang kedua secara kaku, seolah-olah Roh Kudus, Tuhan Yesus, dan Allah Bapa melakukan tiga tugas yang berlainan. Allah Tritunggal terlibat dalam pekerjaan yang sama, hanya saja penekanan dan keunikan pekerjaan tiap Pribadi tetap dipertahankan.

Kebenaran di atas didukung oleh beberapa petunjuk dari teks. Kata “segala sesuatu” di ayat 6 pasti mencakup karunia dan pelayanan di ayat 4-5. Walaupun di ayat 4-6 terlihat ada perbedaan istilah yang dikaitkan dengan tiap Pribadi dalam Tritunggal, semua itu disebut “pernyataan Roh” di ayat 7. Di ayat 6 kata benda energēma dan kata kerja energeō dikaitkan dengan Bapa, tetapi di ayat 10 dan 11 kata tersebut dihubungkan dengan Roh Kudus (ayat 10, LAI:TB “memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat”, lit. “kepada yang lain pekerjaan-pekerjaan mujizat” [KJV/ASV/RSV/ESV]). Penetapan dan pembagian karunia dikerjakan baik oleh Roh Kudus (12:8-11) maupun Allah (12:28).

 Penjelasan tersebut membuktikan ketidakterpisahan dalam diri Allah Tritunggal. Walaupun masing-masing Pribadi biasanya dikaitkan dengan karya tertentu yang menonjol – misalnya Bapa dalam penciptaan, Anak dalam penebusan, dan Roh Kudus dalam pengudusan – semua Pribadi sebenarnya terlibat dalam setiap tindakan (lihat Yoh 1:3; Kol 1:15). Pemunculan konsep teologis seperti ini di dalam surat 1 Korintus merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dalam diskusi tentang Tritunggal. Berbeda dengan para pengikut Saksi Yehuwah dan Unitarian yang menuduh doktrin Tritunggal sebagai inovasi kekristenan abad ke-4 yang bersumber dari tradisi kafir, Paulus sejak pertengahan abad ke-1 sudah menandaskan doktrin ini. Hal ini menjadi lebih berbobot apabila dihubungkan dengan fakta bahwa surat 1 Korintus merupakan salah satu surat yang tertua dalam tulisan Paulus maupun Perjanjian Baru.

Di samping itu, konsep Tritunggal yang diajarkan di 12:4-6 juga terlihat masih primitif. Tidak ada istilah tiga pribadi atau satu hakekat yang dipakai. Paulus pun tidak mengutarakan secara jelas bahwa Bapa, Anak, dan Roh adalah satu. Ia hanya menunjukkan secara implisit bahwa ketiganya tidak terpisahkan. Ada ketunggalan di dalam kejamakan, atau sebaliknya. Hal ini menyiratkan bahwa walaupun formulasi baku doktrin Tritunggal baru dirumuskan oleh bapa-bapa gereja di periode selanjutnya, tetapi konsep dasarnya sudah diajarkan secara jelas oleh Paulus.

Apa tujuan Paulus mengaitkan keberagaman aspek karunia rohani dengan Allah Tritunggal? Mengapa ia tidak langsung menghubungkan itu dengan Roh Kudus saja? Paulus ingin mengajarkan kepada jemaat Korintus bahwa karena Allah Tritunggal yang tidak terpisahkan merupakan sumber dari semua karunia rohani, maka penggunaan karunia tersebut di dalam gereja juga harus mencerminkan relasi Tritunggal. Adalah sangat ironis apabila kepemilikan karunia rohani justru menjadi penyebab perselisihan di jemaat Korintus. Sama seperti dalam diri Tritunggal ada kejamakan (Pribadi) tetapi tetap dalam ketunggalan (hakekat), demikian pula jemaat Tuhan memiliki ketunggalan (sama-sama mengakui Yesus sebagai Tuhan) di dalam kejamakan (masing-masing diberi karunia yang spesifik). Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko