Ayat ini memiliki dua fungsi sekaligus. Di satu sisi, nasihat Paulus di ayat 31a merupakan penutup bagi pembahasan sebelumnya (12:1-30). Di sisi lain, ayat 31b merupakan transisi ideal bagi topik kasih di pasal 13. Melalui ayat ini Paulus ingin mengajarkan bahwa menginginkan dan mengejar karunia tertentu tidak selalu keliru, namun hal itu harus dilakukan dengan cara yang tepat. Karunia-karunia rohani bukan alat untuk mengejar status sosial maupun spiritual tertentu, melainkan sarana untuk mengasihi orang lain.
Usaha memperoleh karunia-karunia yang lebih utama (ayat 31a)
Bagian yang pendek ini mengandung beragam kesulitan yang perlu diputuskan dahulu sebelum kita bisa memahami maksud Paulus di ayat ini. Yang pertama berkaitan dengan tata bahasa. Kata zēloute (LAI:TB ‘berusahalah untuk memperoleh’) bisa berbentuk kata kerja indikatif (pernyataan) maupun imperatif (perintah). Jika ini adalah indikatif, maka Paulus hanya sekadar menyinggung apa yang sudah dilakukan oleh jemaat Korintus (ayat 31a), dan ia hanya memberikan nasihat tentang hal lain yang lebih baik (ayat 31b). Jika imperatif yang benar, maka Paulus sedang memerintahkan jemaat untuk memperoleh karunia-karunia yang lebih utama.
Beberapa penafsir mengambil pilihan yang pertama. Persoalan dalam jemaat Korintus menurut mereka adalah ambisi yang berlebihan atas karunia-karunia tertentu. Di tengah situasi seperti ini Paulus tidak mungkin memerintahkan mereka untuk mengejar karunia rohani. Mereka tidak perlu diajar untuk mengejar karunia-karunia rohani yang lebih utama. Justru karena ambisi itulah mereka saling berselisih.
Pembacaan yang lebih teliti akan menghasilkan penafsiran yang berbeda. Kata zēloute muncul beberapa kali dalam pembahasan Paulus tentang karunia rohani (14:1, 39). Dalam dua teks ini zēloute jelas berbentuk imperatif (14:1 “Kejarlah kasih itu dan berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh”; 14:39 “usahakanlah dirimu memperoleh karunia untuk bernubuat”). Mengingat bentuk kata kerja yang digunakan dan konteks pembicaraan di 12:31, 14:1 dan 14:39 adalah sama, tidak ada alasan untuk menerjemahkan zēloute di 12:31 secara berbeda dari yang lainnya. Dalam hal ini semua penerjemah terlihat sepakat untuk mengambil zēloute sebagai kata perintah.
Kesulitan kedua tentang 12:31 adalah nuansa dari perintah Paulus. Sebagaimana kita ketahui, Paulus beberapa kali menggunakan bahasa sindiran dalam surat 1 Korintus (misalnya 4:8-13). Ia beberapa kali menyitir ucapan jemaat Korintus, lalu mengoreksi ucapan itu (6:12; 8:1, 4; 10:23). Mungkinkah perintah di 12:31a bersifat sindiran (misalnya “kejarlah karunia-karunia rohani yang kamu anggap lebih besar, hal itu akan semakin memperburuk keadaanmu!”), sedangkan 12:31b sebagai koreksi terhadap hal itu?
Sekali lagi, pemunculan kata zēloute di 14:1 dan 14:39 yang tidak mengandung nada sindiran tampaknya mengarah pada kesimpulan sebaliknya. Paulus terlihat bersungguh-sungguh dengan perintahnya di 12:31a. Lagipula, tidak ada indikasi apa pun bahwa di ayat 31a Paulus sedang mengutip ucapan jemaat Korintus. Sebagai tambahan, fungsi 12:31 sebagai transisi bagi pembahasan tentang kasih (13:1-13) akan terlihat sedikit janggal apabila Paulus memaksudkan 12:31a sebagai sebuah sindiran yang sarkastik.
Kunci untuk memahami semua ini terletak pada kata ta charismata ta meizona (LAI:TB ‘karunia-karunia yang paling utama’; KJV ‘karunia-karunia terbaik’; RSV/ESV ‘karunia-karunia lebih tinggi’; NASB/NRSV/NIV ‘karunia-karunia yang lebih besar’). Apakah yang dimaksud dengan karunia-karunia yang lebih utama ini? Sebagaimana kita sudah bahas dalam khotbah sebelumnya, walaupun semua karunia berasal dari Roh yang sama (12:11), namun beberapa karunia bisa dikatakan lebih utama daripada yang lain dari sisi manfaat bagi orang banyak. Beberapa karunia memiliki manfaat langsung bagi banyak orang, misalnya rasul, nabi, guru, dan nubuat (12:28; 14:4-5). Sebaliknya, beberapa karunia – misalnya bahasa roh – lebih berkaitan dengan manfaat untuk diri sendiri (14:2), kecuali kalau ada orang lain yang menerjemahkannya untuk jemaat (14:5, 13). Intinya, berbeda dengan jemaat Korintus yang memanfaatkan karunia rohani untuk keutamaan dan kesombongan diri sendiri, Paulus justru mengajarkan keutamaan dari karunia-karunia tertentu dalam memberikan manfaat bagi jemaat.
Kesulitan ketiga tentang 12:31a adalah nasihat yang terkesan anthroposentris (berpusat pada manusia). Di bagian sebelumnya Paulus baru saja menjelaskan bahwa pemberian karunia rohani ditentukan oleh Allah sepenuhnya (12:4-6, 7, 11, 18, 24, 28). Bagaimana mungkin ia memerintahkan jemaat untuk mengupayakan hal tersebut? Bukankah orang Kristen bersikap pasif dalam hal pemberian karunia-karunia rohani dari Allah?
Di mata Paulus kedaulatan Allah dalam menetapkan karunia-karunia rohani tidak bertentangan dengan upaya orang percaya dalam memperoleh hal itu. Ia bahkan menggunakan kata zēloute yang mengandung arti yang lebih tegas daripada sekadar “berusaha memperoleh” (kontra LAI:TB). Hampir semua versi Inggris dengan tepat memilih terjemahan “earnestly desire” (RSN/NASB/ESV), “desire earnestly” (ASV/YLT), “eagerly desire” (NIV), atau – bahkan – “strive for” (NRSV). Kata dasar zēloō muncul di 13:4 dengan arti “cemburu” (juga 2 Kor 11:2; Yak 4:2). Kata yang sama digunakan Paulus sebagai rujukan untuk upaya yang giat dari pengajar sesat dalam menipu jemaat (Gal 4:17-18). Dari data ini terlihat bahwa zēloute/zēloō menyiratkan usaha yang sungguh-sungguh. Ini bukan sekadar keinginan yang biasa, tetapi hasrat yang besar. Ini bukan hanya menyiratkan upaya yang seadanya, tetapi keseriusan dan kedisiplinan (bentuk present tense dari kata perintah zēloute menyiratkan usaha yang terus-menerus).
Bagaimana cara kita mengupayakan karunia rohani yang lebih utama? Paulus akan menjawab: berdoa! (14:13). Sebagian gereja modern sudah mendorong jemaat mereka untuk berdoa agar diberi karunia rohani tertentu. Persoalannya, mereka justru mendoakan karunia bahasa roh yang tidak secara langsung dan tidak secara jelas membangun jemaat lain. Dengan kata lain, mereka sedang mengejar karunia yang tidak utama. Mereka seharusnya ‘berambisi’ untuk karunia-karunia rohani yang membawa manfaat besar bagi orang lain. Paulus berkali-kali mendorong jemaat untuk menginginkan nubuat daripada bahasa roh (14:1, 5, 24, 31, 39), karena nubuat lebih berguna bagi seluruh jemaat.
Nasihat untuk giat dalam pengupayaan dan penggunaan karunia-karunia Roh merupakan hal yang perlu diulang-ulang. Kita kadangkala memadamkan Roh dan meremehkan karunia-karunia rohani (1 Tes 5:19-20). Situasi tertentu dapat melemahkan hasrat kita terhadap pekerjaan Roh, karena itu kita tidak boleh lalai (1 Tim 4:14), bahkan kita harus terus-menerus mengobarkan karunia Allah (2 Tim 1:6).
Jalan yang lebih utama (ayat 31b)
Kalau di ayat 31a Paulus berbicara tentang karunia-karunia rohani (ta charismata), sekarang ia mengajarkan tentang sebuah jalan (hodon). Kalau karunia-karunia Roh di ayat 31a disebut lebih utama (lit. ‘lebih besar’, meizona), jalan di ayat 31b disebut lebih utama (lit. ‘lebih luar biasa’, kath’ hyperbolēn). Penyelidikan konteks menunjukkan bahwa jalan yang lebih utama ini adalah kasih (13:1-13).
Di suratnya yang lain Paulus juga menghubungkan karunia-karunia rohani dengan kasih. Sesudah mengajarkan penggunaan karunia Roh yang sesuai dengan ukuran iman dan pemberian Allah (Rom 12:3-8), Paulus melanjutkan pembahasan tentang kasih (Rom 12:9-11). Sebaliknya, sebelum membicarakan tentang perbedaan karunia Roh (Ef 4:7-16), Paulus menyinggung tentang kasih (Ef 3:18-4:6).
Apakah dengan menyebut kasih sebagai ‘jalan yang lebih utama’ Paulus sedang mengajarkan kasih sebagai syarat memperoleh karunia rohani? Tidak! Semua orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan (12:1-3) pasti akan diberi karunia rohani (12:7-11), tidak peduli apakah orang itu sudah memiliki kehidupan yang baik di dalam hal mengasihi. Paulus bahkan menyinggung tentang orang-orang tertentu yang memiliki karunia yang ‘spektakuler’ tetapi gagal menunjukkan kasih dalam hidup mereka (13:1-3). Kita juga tidak boleh lupa bahwa kebersamaan dalam jemaat adalah tujuan – bukan syarat - pemberian karunia rohani (12:7). Ada kemungkinan orang menggunakan karunia rohani tanpa melibatkan kasih kepada sesama.
Lalu apa maksud Paulus menyebut kasih sebagai jalan? Dalam hal ini kita perlu memahami bahwa penekanan pada perintah Paulus di 12:31 terletak pada ‘karunia-karunia yang lebih utama’; dalam arti karunia-karunia yang lebih bermanfaat bagi banyak orang. Nah, perintah ini tidak mungkin akan dilakukan oleh jemaat Korintus apabila mereka tidak memiliki kasih kepada sesama. Kasih seharusnya menjadi dorongan dalam mengupayakan karunia-karunia rohani dan ciri khas dalam menggunakan karunia-karunia tersebut.
Berdoa agar kita diberi karunia-karunia Roh tertentu yang lebih bermanfaat bagi jemaat adalah baik (12:31a; 14:13). Walaupun demikian, hal itu tidak akan berarti apa-apa jika tidak diimbangi oleh kasih (13:1-3). Keinginan untuk melakukan lebih banyak bagi orang lain harus dilandasi oleh kasih. Jikalau tidak, keinginan itu pasti bersifat manipulatif yang egosentris (hanya untuk kepentingan, keuntungan, dan kebanggaan kita sendiri). Dosa ini terjadi dalam jemaat Korintus. Mereka berambisi dan mengeksploitasi karunia-karunia tertentu yang dipandang bisa menaikkan status sosial maupun spiritual mereka.
Keutamaan kasih bagi kebersamaan jemaat memang sulit untuk dibantah. Tidak setiap orang memiliki karunia yang sama, tetapi semua orang bisa dan harus memiliki kasih. Dengan demikian kasih dapat dikatakan sebagai “karunia universal” (bapa gereja John Chrysostom). Soli Deo Gloria.