Eksposisi 1 Korintus 12:28-30

Posted on 22/06/2014 | In Teaching | Leave a comment

Seperti sudah disinggung di khotbah yang lalu, ayat 27-31 merupakan konklusi dari pembahasan Paulus di pasal 12. Sebagai sebuah kesimpulan, bagian ini mengulang dan menegaskan beberapa poin penting yang sudah muncul sepanjang pasal 12. Sesudah menyimpulkan bahwa konsep sebagai tubuh Kristus merupakan status (12:27 “kalian adalah tubuh Kristus) - bukan hasil upaya jemaat -  Paulus sekarang menjelaskan siapa yang berada di balik semua pengaturan itu, yaitu Allah (12:28-30).

Perbedaan karunia sebagai rancangan ilahi

Ide tentang Allah sebagai faktor penentu dalam keragaman karunia jemaat (12:28 “Dan Allah telah menetapkan...”) sudah muncul beberapa kali di pasal 12 (ayat 6 “Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang”; ayat 11 “seperti yang dikehendaki-Nya”; ayat 18 “Allah telah memberikan kepada anggota...seperti yang dikehendaki-Nya”; ayat 24 “Allah telah menyusun tubuh kita sedemikian rupa”). Walaupun kosa kata yang digunakan cukup variatif, namun ide yang disampaikan tetap sama: Allah secara berdaulat telah mengatur semua keragaman karunia jemaat.

Poin di atas bukan hanya sebuah kebenaran abstrak. Ada beberapa implikasi yang menyertainya. Pertama, keragaman tidak boleh menjadi sumber perselisihan dan kekacauan. Keragaman karunia diberikan untuk kepentingan bersama (12:7). Semua saling membutuhkan (12:21-26). Yang dikehendaki di tengah kemajemukan ini adalah damai sejahtera, bukan kekacauan (14:33 lit. “Allah bukanlah Allah kekacauan tetapi damai sejahtera”).

Kedua, ketidakpuasan terhadap pengaturan karunia rohani merupakan perlawanan atas kedaulatan Allah. Ketidakpuasan ini secara tidak sadar bisa terekspresikan melalui perasaan minder dan iri hati (bagi yang memiliki ‘sedikit’ karunia atau karunianya terlihat ‘tidak berarti’, bdk. 12:15-16) atau perasaan perasaan sombong dan kemandirian yang tidak kudus (bagi yang mempunyai ‘banyak’ karunia dan karunia itu terkesan luar biasa, bdk. 12:17-21). Kesadaran bahwa pengaturan karunia merupakan rancangan ilahi akan membantu kita mengikis dua kutub perasaan yang keliru tersebut.

Ketiga, keberhasilan diukur dari optimalisasi tiap karunia. Jumlah dan jenis karunia masing-masing orang tidaklah sama. Walaupun demikian, yang dituntut oleh Allah dari setiap orang tetap sama: mengerjakan karunia mereka secara sungguh-sungguh. Mereka yang tidak mau terlibat dalam pelayanan sesuai karunia masing-masing adalah penatalayan yang tidak bertanggung-jawab: ia bukan hanya tidak mengerjakan tugasnya, tetapi juga merampas hak orang lain (karunia kita seharusnya membawa manfaat bagi orang lain, bdk. 12:7). Begitu pula dengan orang yang kurang optimal dalam mengembangkan talentanya.

Keistimewaan karunia rasul, nabi, dan pengajar

Salah satu hal menarik dari daftar karunia di 12: 28-30 adalah cara Paulus menyendirikan tiga karunia yang pertama. Penomeran hanya diberlakukan pada tiga karunia ini (ayat 28 ‘pertama sebagai rasul, kedua, sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar). Sesudah penomeran ini Paulus menambahkan kata keterangan ‘selanjutnya’ (epeita) untuk menandai daftar berikutnya. Walaupun kita tidak boleh secara terlalu ketat menarik poin teologis penting dari daftar semacam ini (bdk. perbedaan urutan karunia kesembuhan dan mujizat di 12:9-10 dan 12:28), dalam konteks ini sangat sulit untuk tidak menangkap kesan bahwa Paulus memang mengistimewakan karunia rasul, nai, dan pengajar.

Di tengah pembahasan tentang kesatuan dan kebhinekaan karunia rohani jemaat, penekanan pada keistimewaan karunia-karunia tertentu mungkin sedikit mengagetkan. Bukankah semua karunia sama saja? Ternyata pemikiran Paulus tidak sederhana seperti itu. Bagi Paulus ternyata ada karunia-karunia tertentu yang lebih besar daripada yang lain (12:31 “berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang lebih utama”). Paulus sendiri lebih menginginkan nubuat daripada bahasa roh (14:5).

Keistimewaan jabatan rasul-nabi-pengajar sebaiknya dipahami dalam kaitan dengan dua hal. Keistimewaan tiga karunia ini berhubungan dengan pemberitaan firman Allah. Keterkaitan dengan firman Tuhanlah yang membuat mereka lebih istimewa. Di tempat lain Paulus memberi tempat khusus bagi para penatua yang - bukan hanya menunjukkan kepemimpinan yang baik – tetapi, lebih daripada itu, memiliki tugas memberitakan firman (1 Tim 5:17 “Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”).

Masih terkait dengan poin di atas, hal lain yang membuat karunia rasul, nabi, dan pengajar terlihat istimewa adalah peranan mereka dalam pendirian dan pembangunan jemaat. Pemikiran Paulus tentang perbedaan tingkatan karunia didasarkan pada nilai manfaat dari suatu karunia itu bagi jemaat secara umum. Misalnya, nubuat lebih baik daripada bahasa roh karena manfaatnya langsung dirasakan oleh semua jemaat, kecuali kalau bahasa roh juga ditafsirkan (14:5). Berpijak pada azas manfaat secara publik ini, kita sulit menyangkal bahwa peranan para rasul, nabi, dan pengajar memang lebih besar daripada yang lain. Di Efesus 4:11-14 Paulus kembali menyinggung tiga karunia ini (beserta dengan pemberita injil dan gembala) sebagai dasar dan penopang pertumbuhan jemaat. Jadi, keistimewaan ini hanya dalam hal ‘kepentingan’, bukan ‘status’.

Beberapa penafsir Alkitab mengusulkan faktor kronologis sebagai faktor pembeda dalam keistimewaan karunia rasul, nabi, dan pengajar. Para rasul biasanya datang lebih dahulu untuk memberitakan injil, sesudah itu baru para nabi dan para guru yang melanjutkan upaya pembangunan dan menguatan jemaat. Konsep semacam ini tampaknya tidak tepat. Kita sulit menerangkan secara pasti mengapa secara kronologis nabi ada di depan pengajar. Selain itu, di pasal 3:4-15 Paulus menyiratkan keunggulan kronologis pelayanannya (‘menanam’ dan ‘meletakkan dasar’), tetapi ia justru tidak memberi bobot pada hal tersebut. Yang terakhir, tidak semua keberadaan jemaat lokal dimulai oleh para rasul.

Sehubungan dengan gerakan tertentu dalam kekristenan yang dengan mudahnya membuat klaim kerasulan dan kenabian, kita perlu memiliki pemahaman yang alkitabiah tentang dua karunia ini. Kata ‘rasul’ (apostolos) yang dimaksud Paulus di sini merujuk pada jabatan khusus dalam gereja mula-mula yang dikenakan pada orang-orang tertentu, yaitu dua belas murid Tuhan Yesus dan beberapa orang lain, misalnya Paulus (Rom 1:1; 1 Kor 1:1; 2 Kor 1:1, dsb), Barnabas (Kis 14:14; 15:2), Andronikus dan Yunias (Rom 16:7), dan Yakobus saudara Tuhan Yesus (Gal 1:19). Para rasul memenuhi karakteristik berikut ini: (1) saksi kebangkitan Kristus; (2) diutus secara pribadi oleh Tuhan Yesus, baik pada saat Ia hidup di dunia maupun sesudah kebangkitan-Nya; (3) terlibat dalam pemberitaan injil dan pendirian jemaat mula-mula. Dengan kriteria semacam ini, sulit dimengerti mengapa masih ada orang-orang modern yang merasa diri sebagai rasul.

Karunia nabi juga perlu dipahami secara tepat. Di 1 Korintus 12:28 Paulus lebih menitikberatkan ‘kenabian’ ini sebagai sebuah jabatan (disejajarkan dengan rasl dan pengajar) daripada aktivitas. Dia bukan sedang memikirkan orang yang mampu memberikan ‘nubuat’ (propheteia), tetapi yang secara teratur menyampaikan nubuat dari Allah. Tugas para nabi tidak dapat dipisahkan dari prediksi masa depan (Kis 11:27-28; 21:10-11), nasihat dan penguatan rohani (Kis 15:32). Nabi-nabi memiliki kepekaan khusus terhadap pimpinan atau isi hati Allah maupun kepekaan pastoral terhadap situasi khusus yang sedang menimpa seseorang atau jemaat secara keseluruhan. Nubuat mereka perlu untuk dikaji secara seksama (1 Kor 14:29-32). Nabi juga harus tunduk pada firman Tuhan (14:37).

Karunia mengajar beberapa kali dihubungkan secara erat dengan kenabian (Kis 13:1; Ef 4:11). Walaupun pelayanan nabi dan pengajar sama-sama berfokus pada firman Allah, namun ada perbedaan. Kalau para nabi lebih ke arah penyataan khusus dari Allah (yang masih perlu dikaji sesuai firman Tuhan), para pengajar mulai dari kitab suci dan tradisi (baik doktrinal maupun praktis). Mereka bertugas untuk menyelidiki ajaran Kristiani dan mengaplikasikannya secara konkrit.

Beberapa karunia yang lain

Hal menarik lain dari daftar karunia di 12:28-30 adalah pemunculan beberapa karunia yang tidak disebutkan di 12:7-11. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, Paulus tidak bermaksud memberikan daftar lengkap semua jenis karunia rohani (bdk. 12:7-11, 28-30; Rom 12:7-8). Daftar tersebut lebih bersifat situasional (sesuai kondisi jemaat) daripada komprehensif (mencakup semua hal). Ada dua karunia baru yang perlu kita pelajari.

Karunia untuk melayani (LAI:TB, antilēmpseis). Hampir semua versi Inggris memilih terjemahan ‘bantuan’. Kata benda antilēmpseis hanya muncul sekali di Perjanjian Baru. Pemunculan antilēmpseis di Septuaginta menyiratkan beragam jenis bantuan/pertolongan, baik dari Allah (Mzm 21:1; 21:20; 1 Esd 8:27; 2 Mak 8:19) maupun orang lain (Mzm 83:9[82:9]).

Para penafsir umumnya memilih untuk membatasi ‘pertolongan’ ini bagi mereka yang dalam keadaan yang tidak menguntungkan, misalnya orang miskin atau lemah. Kata kerja antilambanomai muncul di Kisah Para Rasul 20:35 dalam konteks bantuan untuk orang-orang yang lemah. Kata yang sama digunakan untuk pertolongan Tuhan atas orang-orang miskin (Luk 1:54). Beberapa teks di Septuaginta menyiratkan konotasi yang sama (Sir 11:12; 51:7). Karunia antilēmpseis mungkin sejajar atau berkaitan dengan karunia ‘membagi-bagikan sesuatu’ dan ‘kemurahan’ di Roma 12:8, walaupun kata yang digunakan berlainan. Pendeknya, meskipun antilēmpseis bisa merujuk pada beragam pertolongan/bantuan, namun terutama untuk mereka yang lemah dan miskin.

Karunia untuk memimpin (LAI:TB, kybernēseis). Versi Inggris memilih ‘karunia administrasi (NASB/RSV/NIV/ESV), pemerintahan (KJV/ASV) atau memimpin (NRSV). Akar kata yang sama digunakan untuk juru mudi kapal (kybernētēs, Kis 27:11; Why 18:17). Kata kybernēseis sendiri di Septuaginta dihubungkan dengan nasihat atau arahan, baik dalam konteks pendidikan (Ams 1:5), pemerintahan (Ams 11:14), atau peperangan (Ams 24:6). Berdasarkan penyelidikan ini, karunia kybernēseis lebih baik dipahami sebagai karunia untuk memberikan arah/petunjuk. Terjemahan ‘administrasi’ bisa menimbulkan kesalahpahaman, seolah-olah berkaitan dengan dokumen. Terjemahan ‘memimpin’ juga tidak terlalu tepat, karena orang yang memberikan kybernēseis belum tentu dalam posisi yang tertinggi (Ams 11:14; Kis 27:11 ‘juru mudi dan pemilik kapal’). Poin yang ditekankan adalah ‘arah yang benar’.

Yakub Tri Handoko