Sebagian penafsir memandang ayat ini sebagai penutup bagi paragraf sebelumnya (12:21-27). Sebagian memilih untuk meletakkan ayat 27 sebagai pembuka bagi paragraf sesudahnya (12:27-31). Berdasarkan pemunculan kata ganti penghubung di awal ayat 28, kita sebaiknya memperlakukan ayat 27 sebagai pendahuluan bagi ayat 28-30.
Jika opsi di atas diterima, ini berarti ayat 27 berfungsi termasuk dalam bagian penutup di ayat 27-30. Di bagian ini Paulus mengulang beberapa ide yang sebelumnya sudah ia bicarakan, misalnya tubuh Kristus (12:12, 27), Allah sebagai penentu keragaman (12:6, 18, 24, 28), keragaman karunia rohani (12:7-10, 28-30). Hari ini kita hanya akan menyoroti ayat 27: “kamu semua adalah tubuh Kristus, dan masing-masing adalah angotanya” (LAI:TB).
Apakah artinya gereja sebagai tubuh Kristus? Kita akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan memperhatikan ayat 27 secara seksama. Hampir setiap kata dalam ayat ini mengandung makna teologis yang penting.
Konsep tubuh Kritus berhubungan dengan setiap gereja lokal
Dalam teks Yunani, ayat 27 dimulai dengan kata ganti hymeis (lit. ‘kalian’). Secara umum penggunaan subyek secara eksplisit seperti ini tidak diperlukan, karena kata kerja Yunani sudah mengandung subyek di dalamnya. Jika kita menemukan struktur kalimat yang memiliki subyek tersendiri semacam hymeis ini, penekanan biasanya terletak pada identitas subyek ini. Dengan kata lain, Paulus sedang menunjukkan bahwa metafora di ayat 13-26 berbicara tentang mereka. Walaupun metafora itu berlaku untuk jemaat-jemaat lain di berbagai tempat, tetapi di ayat 27 Paulus ingin menandaskan bahwa ia sedang berbicara tentang jemaat Korintus. Ia lebih memfokuskan pada gereja secara lokal di Korintus. Bagi Paulus konsep tentang gereja sebagai tubuh Kristus bukan bersifat teoritis dan abstrak. Konsep ini bersifat praktis dan relevan untuk setiap gereja. Konsep ini bukan untuk dibicarakan dan dibicarakan saja, melainkan juga untuk diterapkan dalam gereja setempat.
Poin ini juga perlu didengungkan di tengah semangat oikumenis sekarang. Menyadari kebersamaan semua gereja tidaklah salah. Kesatuan gereja secara universal adalah konsep yang penting. Tetapi, hal ini bukan pengganti bagi kebersamaan pada tingkat lokal. Bagaimana kita mampu menciptakan kebersamaan sejati dalam tingkat universal kalau kita tidak memulainya dari tempat kita masing-masing?
Konsep tubuh Kristus berhubungan dengan identitas gereja
Kata lain yang menarik di ayat 27 adalah este (lit. ‘kalian adalah’). Pemilihan kata ini mengindikasikan bahwa Paulus sedang menegaskan status atau posisi atau identitas jemaat Korintus. Ia tidak mengatakan: “kalian seperti tubuh Kristus” atau “kalian seharusnya menjadi tubuh Kristus”. Mereka benar-benar tubuh Kristus! Status ini seharusnya menjadi dasar, bukan hanya sesuatu yang akan dicapai. Identitas sebagai tubuh Kristus ini dihasilkan dari karya Roh Kudus (12:12-13), bukan usaha kita sendiri. Allah sendiri telah mengatur setiap jemaat menjadi satu tubuh (12:6, 18, 24, 27).
Dalam bagian lain surat ini, Paulus sudah menjelaskan pentingnya identitas gereja dalam kaitan dengan tindakan konkrit. Misalnya, jemaat secara kolektif adalah bait Roh Kudus (3:16-17). Implikasinya? Siapa saja yang berusaha membinasakan jemaat, ia tidak akan lepas dari hukuman Allah (3:17)! Secara individual, setiap orang Kristen juga adalah bait Roh Kudus (6:19-20). Implikasinya? Kita tidak seharusnya menggunakan tubuh kita untuk melayani dosa (6:12-18)! Jadi, identitas menentukan perilaku. Sebaliknya, gaya hidup kita harus sesuai dengan identitas kita.
Konsep tentang tubuh Kristus berhubungan dengan gereja secara universal
Dalam poin pertama kita sudah belajar bahwa tubuh Kristus berkaitan dengan aplikasi konkrit dalam gereja lokal. Sebagaimana kesatuan secara universal tidak mengabaikan kesatuan secara lokal, demikian pula sebaliknya. Kesatuan universal tetap perlu dipertahankan.
Konsep teologis ini tersirat dari ketidakadaan artikel di depan ‘tubuh Kristus’. Sebagian penafsir secara cermat memperhatikan hal ini. Walaupun terkesan sepele, namun poin gramatikal ini cukup penting. Seandainya Paulus menggunakan artikel (‘kalian adalah tubuh Kristus itu’), maka akan menimbulkan kesan superioritas jemaat Korintus atas jemaat-jemaat lokal yang lain. Hal ini jelas akan bersifat kontraproduktif, karena jemaat Korintus memang cenderung sombong (3:18; 4:7; 8:1).
Di bagian sebelumnya Paulus bahkan sudah beberapa kali menyinggung tentang kebersamaan dalam gereja universal. Walaupun jemaat Korintus kaya secara karunia rohani (1:5), tetapi mereka tidak beda dengan orang-orang lain di segala tempat yang menyebut nama Tuhan Yesus (1:2). Penambahan frase “dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita” di 1:2b sebenarnya tidak diperlukan karena surat ini ditujukan khusus untuk jemaat Korintus. Penambahan ini dimaksudkan untuk mengingatkan kesamaan antara jemaat Korintus dan jemaat-jemaat lain di hadapan Kristus. Di pasal 11:16 Paulus memperingatkan jemaat Korintus untuk memperhatikan kebiasaan gereja-gereja lain. Mereka tidak boleh bersikap arogan dan hidup sesuka mereka. Etika Kristiani bukan hanya masalah ‘benar atau salah’, tetapi juga perhatian terhadap orang lain (8:1, 7-8).
Konsep tentang tubuh Kristus berhubungan dengan kepemilikan Kristus
Di 12:12 Paulus menutup keragaman dan kesatuan dengan frase “yaitu Kristus”. Sekarang ia menggunakan ungkapan yang sedikit berbeda untuk menyampaikan ide teologis yang lain. Ia memakai “tubuh Kristus”. Bentuk genitif Christou ini perlu untuk digarisbawahi. Fungsi kata ‘Kristus’ dalam frase ‘tubuh Kristus’ adalah untuk menunjukkan kepemilikan. Bagi jemaat Korintus yang rentan terhadap pengultusan para pemimpin (1:12; 3:5, 22) maupun kehormatan bagi orang-orang kaya (11:21-22), konsep ini adalah sangat relevan. Mereka perlu mengetahui bahwa pemilik jemaat adalah Kristus. Anggota yang terlihat rendah bukan milik anggota lain yang terlihat lebih terpandang. Tidak ada relasi kepemilikan secara horizontal. Kita semua adalah milik Kristus. Dengan kesadaran tentang hal ini, kita membangun rasa memiliki (sense of belonging) terhadap gereja kita.
Kepemilikan Kristus ini juga harus dipahami sebagai kontras terhadap kelompok sosial yang lain. Gereja bukan hanya sebuah perkumpulan , kelompok, atau organisasi sosial. Kontras ini akan menjadi lebih kentara apabila seandainya penggunaan dan penguraian metafora tubuh di 12:12-26 memang memiliki keterkaitan dengan penggunaan metafora yang sama dalam konteks politik atau sosial (lihat pembahasan sebelumnya).
Sebagai sebuah organisme spiritual gereja harus menunjukkan kesatuan dan kebersamaan yang lebih kuat dan indah daripada kelompok sosial yang lain. Dasar dari relasi dan interaksi sosial kita jauh lebih kuat. Kita semua tidak boleh terpecah-pecah, karena untuk menyatukan kita Kristus telah merelakan tubuh-Nya dipecah-pecahkan bagi kita (11:24). Demikian pula untuk menyatukan kita menjadi satu umat perjanjian, Kristus telah menumpahkan darah-Nya (11:25). Tubuh dan darah Kristus merupakan dasar bagi kesatuan jemaat (10:16-17). Dia layak menjadi pemilik jemaat!
Konsep tentang tubuh Kristus bersifat kolektif maupun infividual
Pembacaan secara sekilas sudah cukup untuk menemukan nuansa kebersamaan dan keunikan di dalam ayat ini. Jika kita menyelidiki teks Yunani, kita akan melihat bahwa perpaduan bentuk jamak dan tunggal ada dalam frase ‘kalian masing-masing adalah anggotanya’ (melē ek merous, ayat 27b). Dalam beberapa versi (JB; LAI:TB) rujukan tentang aspek kejamakan tubuh Kristus sudah ditunjukkan melalui penambahan kata ‘semua’ di ayat 27a (“kalian semua adalah tubuh Kristus”).
Para penafsir secara tepat memahami perpaduan antara kejamakan dan ketunggalan di atas sebagai petunjuk bahwa tubuh Kristus harus dilihat secara kolektif dan individual. Secara kolektif, semua anggota adalah tubuh Krisus, karena sudah disatukan melalui karya Roh (12:12-14). Secara individual, setiap jemaat turut mengambil peran tertentu dalam pembangunan tubuh Kristus.
Kebenaran ini perlu didengar oleh sebagian orang Kristen yang cenderung kurang berani berkomitmen dalam sebuah gereja lokal. Mereka berpikir bahwa selama gereja tersebut sudah memainkan peranan sebagai gereja yang benar, mereka merasa tidak perlu terlibat di dalamnya. Para simpatisan gereja ini sudah puas apabila berada dalam gereja yang sehat secara doktrinal dan erat secara persekutuan, namun mereka sendiri tidak mau melibatkan diri lebih jauh di dalamnya.
Dengan cara yang sama, kebenaran ini harus diperhatikan oleh para aktivis gereja. Sebagian dari mereka cenderung menikmati kesibukan pelayanan, tanpa memikirkan secara serius bagaimana orang-orang lain dalam gereja itu bisa direkrut, dibina, dan dilibatkan dalam pelayanan. Selama kebutuhan pelayanan tercukupi dan gereja berkembang, pemberdayaan jemaat dianggap tidak diperlukan. Tidak jarang, upaya untuk perekrutan dan pembinaan dipandang mengganggu perkembangan gereja yang sedang berlangsung.