Pertanyaan ini mencerminkan salah satu pergumulan saya pada masa-masa awal saya menjadi orang Kristen. Allah sudah memberikan talenta bagi saya untuk memainkan alat musik. Akankah saya gunakan talenta itu untuk menyanyikan lagu-lagu dunia? Setiap kali saya memainkan gitar untuk mengiringi teman-teman saya menyanyikan lagu-lagu dunia, saya merasa bersalah.
Kunci untuk memahami pertanyaan ini adalah membedakan antara “dunia” dan “duniawi”. Tidak semua yang ada di dunia adalah duniawi. Tuhan Yesus bahkan mengutus kita ke dalam dunia, bukan mengambil kita dari dunia (Yoh. 17:15). Jika kita harus memisahkan diri dari semua orang dunia, maka kita harus meninggalkan dunia ini (1Kor. 5:10).
Kita perlu jeli untuk menilai bahwa tidak semua lagu dunia adalah duniawi. Sebagai contoh, lagu-lagu anak-anak maupun nyanyian kebangsaan. Sebagian dari lagu anak-anak sangat bermanfaat bagi pendidikan (misalnya, lagu ABC). Lagu-lagu kebangsaan juga membangkitkan kecintaan terhadap negara. Hal-hal ini justru membawa dampak positif.
Walaupun demikian, harus diakui, sebagian lagu memang bersifat duniawi. Liriknya berisi kata-kata kotor atau konsep kehidupan yang bertabrakan dengan ajaran Alkitab (seks bebas, pemberontakan, dsb). Lagu-lagu semacam ini jelas tidak boleh dinyanyikan oleh orang Kristen. Efesus 5:3 berkata “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus”.
Inti persoalan dalam pertanyaan di atas sebenarnya terletak pada pola pikir yang keliru yang melahirkan kerohanian yang dualistik. Segala sesuatu dibagi menjadi dua daerah: sakral dan sekuler. Semua yang berkaitan dengan gereja dan pelayanan dimasukkan ke dalam kategori sakral (kudus). Semua yang lain berarti sekuler.
Sebagian orang beranggapan bahwa memikirkan hal-hal yang rohani (ibadah, persembahan, pelayanan, dsb.) pada dirinya sendiri merupakan hal yang baik. Ini merupakan sebuah kekeliruanyang cukup fatal. Yang penting bukan memikirkan hal-hal yang rohani, tetapi memikirkan hal-hal itu dengan cara yang rohani pula. Bukan apa yang dipikirkan, tetapi bagaimana memikirkannya. Beberapa orang berpikiran duniawi pada saat membicarakan hal-hal rohani. Misalnya, pelayanan dianggap sebagai ajang aktualisasi dan pencarian keuntungan atau pengakuan. Sebaliknya, beberapa orang justru berpikir secara rohani pada saat membahas hal-hal yang sekilas terlihat duniawi (politik, kesenian, sains, dsb.).
Roma 12:2 berbunyi: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”. Ayat ini mengajarkan kunci untuk tidak menjadi sama dengan dunia. Bukan dengan cara menjauhkan diri dari dunia. Bukan dengan cara memikirkan hal-hal rohani. Kuncinya terletak pada pembaruan akal budi (transformasi pikiran). Sekali lagi, ini bukan tentang apa yang dipikirkan, tetapi bagaimana memikirkannya. Kerangka pikir yang dilandaskan pada kematian dan kebangkitan Kristus akan memampukan orang Kristen untuk memandang segala sesuatu di dunia ini dengan cara yang benar.
Dalam kaitan dengan lagu-lagu dunia yang ada, setiap orang Kristen perlu memperhatikan liriknya dengan seksama. Cermati apakah ada nilai, konsep, atau semangat tertentu yang bertabrakan dengan Alkitab. Jika ada, kita tidak boleh menyanyikan lagu tersebut, tidak peduli unsur musikalitas yang menarik dari lagu itu. Kita hanya boleh menyanyikannya untuk memberikan contoh bahwa lagu-lagu tertentu mengajarkan prinsip hidup yang tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah keadaan. Sesuatu yang boleh dilakukan tidak berarti harus dilakukan. Apakah yang kita lakukan bermanfaat bagi orang lain? Apakah hal itu justru menjadi batu sandungan? Kapan kita boleh menyanyikannya? Jadi, kita perlu berhati-hati tentang lagu apa yang dinyanyikan, di mana dan kapan kita boleh menyanyikannya. Jika menyanyikan sebuah lagu membuat orang lain merasa syak, lebih baik kita mengorbankan kebebasan kita demi orang tersebut (lihat 1Kor. 8:13). Soli Deo Gloria.